Jun 30, 2025

Di Tengah Data Ekonomi Suram, Microsoft dan Meta Dorong Wall Street ke Zona Hijau

Default Featured Image

Wall Street kembali bergairah. Kamis lalu (1/5), pasar saham Amerika Serikat ditutup menghijau, dipimpin oleh dua raksasa teknologi Microsoft dan Meta Platforms yang berhasil mengangkat semangat investor dengan laporan keuangan kuartalan yang lebih kuat dari ekspektasi. S&P 500 dan Dow Jones membukukan kenaikan selama delapan hari berturut-turut, sesuatu yang belum pernah terjadi dalam hampir satu tahun terakhir. Dan yang menarik, narasi seputar kecemasan belanja besar-besaran untuk kecerdasan buatan (AI) mendadak berubah: dari kekhawatiran menjadi optimisme.

Microsoft Melesat, Azure Kembali Berkilau

Saham Microsoft melonjak 7,6%, mencetak level penutupan tertinggi sejak Januari. Dorongan utama datang dari proyeksi pertumbuhan bisnis cloud computing Azure yang menjanjikan. Bahkan, lonjakan ini sempat menempatkan Microsoft kembali di posisi teratas sebagai perusahaan paling bernilai di dunia, menggeser Apple setidaknya untuk sesaat.

Ini bukan hanya soal angka. Lonjakan ini menunjukkan bahwa investor mulai percaya bahwa investasi besar Microsoft dalam AI, terutama integrasi teknologi OpenAI ke dalam produk Azure dan Microsoft 365, akhirnya mulai menghasilkan uang nyata.

AI bukan lagi janji kosong di slide presentasi investor, tapi mulai berbicara dalam bahasa favorit pasar: earnings.

Meta dan Bisnis Iklan yang Bangkit

Meta Platforms, perusahaan induk Facebook dan Instagram, naik 4,2% setelah mencatatkan pendapatan yang melebihi perkiraan analis, berkat kinerja kuat bisnis iklannya. Ini menandakan bahwa kekuatan belanja iklan digital belum surut, bahkan di tengah tekanan regulasi dan ketidakpastian ekonomi global.

Sebagai bagian dari “Magnificent Seven” kelompok perusahaan teknologi papan atas yang menjadi motor penggerak pasar Meta dan Microsoft menunjukkan bahwa pamor mereka belum padam.

Justru, keduanya membuktikan bahwa mereka bukan hanya survive di era pasca-pandemi, tapi berkembang dengan strategi baru yang bertumpu pada AI dan efisiensi operasional.

Dow, S&P, dan Nasdaq Sama-Sama Menguat

Dow Jones naik 0,21% menjadi 40.752,96; S&P 500 menguat 0,63% ke 5.604,14; dan Nasdaq melonjak 1,52% menjadi 17.710,74. Kenaikan ini terasa signifikan, terutama karena datang di tengah kekhawatiran akan potensi resesi teknikal setelah data terbaru menunjukkan bahwa ekonomi AS berkontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

Tapi pasar seperti tidak peduli. Sebaliknya, investor memilih fokus pada yang positif earnings, teknologi, dan harapan akan inovasi baru.

Tarik Ulur Sentimen Data Ekonomi vs. Narasi AI

Sinyal ekonomi memang campur aduk. Klaim pengangguran mingguan menunjukkan peningkatan, dan data ISM PMI memperlihatkan bahwa sektor manufaktur AS kembali menyusut.

Namun data ini juga mengungkap tekanan harga input yang masih tinggi, artinya inflasi belum sepenuhnya reda. Bahkan, laporan dari hari sebelumnya mengindikasikan bahwa ekonomi AS mengalami kontraksi pada kuartal terakhir sesuatu yang biasanya memicu kepanikan. Tapi tidak kali ini.

Tarif perdagangan ala Trump yang kembali dibicarakan juga sempat menimbulkan kekhawatiran soal hambatan pertumbuhan, namun analis menyambut baik fakta bahwa “hari ini pasar dibentuk oleh earnings, bukan oleh kebisingan politik.”

Di Balik Panggung Amazon, Apple, dan Qualcomm

Setelah penutupan pasar, Amazon melaporkan kinerja yang mengecewakan di unit cloud-nya, menyebabkan sahamnya turun hampir 4%. Apple, meski tidak terlalu fluktuatif, mendapat perhatian karena keputusan hakim federal yang menyatakan raksasa Cupertino itu melanggar perintah pengadilan soal reformasi App Store. Saham Apple tetap naik tipis 0,4%.

Sementara itu, Qualcomm menjadi salah satu yang terpukul paling keras dengan penurunan 8,9% setelah memproyeksikan penurunan pendapatan akibat dampak dari perang dagang.

Sektor Kesehatan Terpukul, Saham Eli Lilly Anjlok

Bukan semua berita baik. Saham Eli Lilly jatuh 11,7% setelah CVS Health menghapus obat anti-obesitas Zepbound dari daftar penggantian biaya di beberapa skema asuransi. Sektor kesehatan pun anjlok 2,8%, menjadi sektor dengan kinerja terburuk hari itu.

McDonald’s juga melaporkan penurunan mengejutkan dalam penjualan global kuartal pertama, mendorong sahamnya turun 1,9%.

Apa Artinya Semua Ini?

Pasar kini berada di persimpangan penting. Satu sisi, kita melihat kekuatan perusahaan teknologi besar yang mulai panen dari investasi masif di AI. Tapi di sisi lain, ancaman makroekonomi seperti inflasi, kontraksi ekonomi, dan gejolak kebijakan perdagangan tetap membayangi.

Namun untuk saat ini, narasi yang menang adalah: AI works, and it pays. Dan di Wall Street, itulah yang paling penting.

Di Tengah Data Ekonomi Suram, Microsoft dan Meta Dorong Wall Street ke Zona Hijau
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan