Amazon Catat Kinerja Spektakuler di Q3, Saham Pecah Rekor
Raksasa e-commerce dan cloud computing Amazon.com Inc. (AMZN) kembali menggebrak pasar dengan hasil keuangan kuartal ketiga (Q3) 2025 yang jauh melampaui ekspektasi analis.
Perusahaan mencatat pendapatan US$180,2 miliar dan laba per saham (EPS) US$1,95, mengungguli proyeksi Wall Street sebesar US$177,8 miliar dan EPS US$1,58.
Pasar langsung bereaksi positif saham Amazon melonjak 11% pada Jumat pagi, menembus rekor tertinggi sepanjang masa dan menandai kembalinya perusahaan ke puncak performa setelah tahun yang bergejolak di sektor teknologi.
CEO Andy Jassy menyebut bahwa hasil ini mencerminkan momentum kuat dari bisnis cloud Amazon Web Services (AWS) dan pertumbuhan cepat divisi AI perusahaan.
“Kami akan terus berinvestasi secara agresif dalam kapasitas data center karena permintaan yang kami lihat sangat besar,” kata Jassy dalam panggilan konferensi dengan analis.
AWS Tetap Jadi Mesin Uang Amazon
Divisi cloud andalan Amazon, Amazon Web Services (AWS), menjadi kontributor utama pertumbuhan perusahaan. AWS mencatat pendapatan US$33,01 miliar, melampaui ekspektasi pasar sebesar US$32,4 miliar.
Pertumbuhan AWS menunjukkan bahwa Amazon masih menjadi salah satu pemain terkuat di industri cloud global, meskipun persaingan dengan Microsoft Azure dan Google Cloud semakin sengit terutama karena kedua rivalnya sedang meningkatkan investasi besar-besaran di pusat data AI.
AWS kini juga menjadi tulang punggung strategi AI Amazon. Melalui produk-produk seperti Trainium2 AI chip dan layanan cloud generatif, Amazon mencoba memperluas posisi di ekosistem AI enterprise.
Chip AI Trainium2: Senjata Rahasia Baru Amazon
Salah satu kejutan terbesar dari laporan ini datang dari sektor semikonduktor internal Amazon. Perusahaan mengungkapkan bahwa adopsi chip AI Trainium2 kini telah menjadi bisnis bernilai miliaran dolar, dengan pertumbuhan 150% secara kuartalan (QoQ).
Tak berhenti di situ, Amazon juga meluncurkan Project Rainier, klaster superkomputer AI yang terdiri dari 500.000 chip Trainium2. Proyek ini dirancang untuk menyaingi infrastruktur komputasi besar milik Google (TPU) dan Microsoft (NVIDIA GPU).
Langkah ini memperlihatkan ambisi Amazon untuk tidak hanya menjadi penyedia cloud, tapi juga pembangun ekosistem AI dari dasar termasuk hardware-nya.
Amazon vs Microsoft vs Google
Meski kinerja AWS solid, sebagian investor masih melihat Amazon tertinggal dari dua rival utamanya Microsoft dan Google dalam perebutan pasar AI enterprise.
Perbandingannya cukup mencolok:
- Saham Microsoft naik 24% sejak awal tahun 2025,
- Saham Google (Alphabet) melonjak 49%,
- Sementara Amazon baru naik 2,4% year-to-date sebelum laporan Q3 ini dirilis.
Penyebabnya? Amazon dianggap belum memiliki portofolio AI “ikonik” seperti OpenAI di Microsoft atau Gemini di Google.
Sebagai gantinya, Amazon menggandeng Anthropic, startup AI yang kini juga bekerja sama dengan Google Cloud. Anthropic baru saja menandatangani kontrak untuk menggunakan 1 juta chip AI kustom milik Amazon untuk melatih dan menjalankan model AI-nya.
Namun ironisnya, Google juga menjadi penyedia cloud bagi Anthropic, membuat dominasi Amazon di proyek ini tidak mutlak.
Bukan karena AI, Tapi Budaya
Di tengah kabar baik soal laba dan saham, Amazon juga menyita perhatian publik lewat pemangkasan 14.000 karyawan korporat baru-baru ini.
Namun, Jassy menegaskan bahwa langkah ini tidak didorong oleh efisiensi AI atau tekanan keuangan.
“Pemutusan kerja ini bukan tentang keuangan, dan bahkan belum sepenuhnya terkait AI ini soal budaya organisasi,” jelasnya.
Menurut Jassy, Amazon mengalami overhiring selama periode pandemi dan kini sedang menata kembali struktur internal agar lebih ramping dan efisien.
AI Mendorong “Kebangkitan Kedua” Amazon
Secara strategis, Q3 2025 menandai babak baru bagi Amazon. Setelah satu dekade dikenal sebagai raksasa e-commerce, perusahaan kini mulai bertransformasi menjadi kekuatan utama di dunia cloud dan kecerdasan buatan.
AWS bukan hanya sumber laba, tetapi juga platform yang memungkinkan Amazon mengembangkan AI model, chip, dan ekosistem inovasi internal yang saling terhubung. Pertumbuhan eksplosif chip Trainium2 membuktikan bahwa Amazon bisa bersaing head-to-head dengan pemain hardware besar seperti NVIDIA.
Namun, analis menilai Amazon masih perlu membuktikan bahwa strategi multi-fokus (cloud, AI, e-commerce) dapat menghasilkan margin yang konsisten di tengah kompetisi yang semakin padat.
Amazon Kembali di Jalur Juara AI
Laporan Q3 ini menunjukkan bahwa Amazon kembali menjadi pemain dominan dalam “perlombaan AI” global. Dengan AWS yang tumbuh di atas ekspektasi, chip AI Trainium2 yang semakin matang, dan strategi investasi agresif di pusat data, Amazon tampak siap mengejar ketertinggalannya dari Microsoft dan Google.
Namun, seperti diingatkan Jassy, fokus utama bukan sekadar mengejar angka kuartalan:
“Kami berinvestasi untuk dekade ke depan, bukan hanya untuk kuartal depan.”
Dan jika strategi AI Amazon berhasil, lonjakan saham 11% ini mungkin baru permulaan dari era baru bagi Jeff Bezos’ legacy.



