Jun 30, 2025

Laporan: AS Pertimbangkan Pengecualian Tarif Sektoral 2 April, Situasi Belum Pasti

Default Featured Image

Presiden AS, Donald Trump, kemungkinan akan mengecualikan satu set tarif khusus sektor tertentu saat menerapkan pungutan timbal balik pada tanggal 2 April, Wall Street Journal dan Bloomberg melaporkan. Tetapi seorang Pejabat Pemerintahan Trump pada hari Senin memperingatkan bahwa situasinya berubah-ubah, dan belum ada keputusan akhir yang dibuat.

Trump sendiri pada akhirnya akan menentukan isi dari pengumuman 2 April, yang ia sebut-sebut sebagai “Hari Pembebasan” untuk ekonomi AS

Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan barang global senilai $1.2 triliun dengan menaikkan tarif AS ke tingkat yang dibebankan oleh negara-negara lain dan melawan hambatan perdagangan non-tarif mereka.

Trump mengatakan pada bulan Februari bahwa ia bermaksud untuk memberlakukan tarif mobil “di sekitar 25%” dan bea serupa untuk impor semikonduktor dan farmasi, tetapi ia kemudian setuju untuk menunda beberapa tarif mobil setelah adanya dorongan dari tiga produsen mobil terbesar di AS untuk pengabaian.

Wall Street Journal dan Bloomberg sebelumnya melaporkan bahwa tarif khusus sektor ini diperkirakan akan ditunda, juga mengutip dari seorang Pejabat Pemerintahan.

Serangan tarif besar-besaran Trump sejak pelantikannya pada bulan Januari telah ditandai dengan ancaman, pembatalan, dan penundaan, kadang-kadang dalam beberapa jam setelah tenggat waktu pemberlakuan, karena tim perdagangannya merumuskan kebijakan dengan cepat.

Sejauh ini, ia telah memberlakukan bea masuk baru sebesar 20% untuk impor China, mengembalikan bea masuk 25% untuk impor baja dan aluminium global, serta menampar tarif 25% untuk impor dari Canada dan Mexico yang tidak sesuai dengan perjanjian perdagangan Amerika Utara terkait krisis overdosis fentanil di Amerika.

Dua Pejabat Aenior Trump yakni Menteri Keuangan, Scott Bessent, dan Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Kevin Hassett, mengatakan pekan lalu bahwa pemerintah diperkirakan akan memfokuskan pengumuman tarif timbal balik 2 April yang telah dinanti-nantikan pada sekumpulan negara yang lebih sempit dengan surplus perdagangan terbesar, dan hambatan tarif juga non-tarif yang tinggi.

Bessent menyebutnya sebagai “Dirty 15” yang merujuk pada 15% negara, sementara Hassett mengatakan kepada Fox Business bahwa fokusnya adalah pada 10 – 15 negara.

Juru Bicara Kantor Perwakilan Dagang AS, yang memimpin upaya untuk menentukan tarif timbal balik, tidak segera menanggapi permintaan komentar. Juru bicara Gedung Putih juga tidak memberikan tanggapan.

Dalam sebuah permintaan komentar publik pada tarif resiprokal, USTR mengatakan bahwa pihaknya sangat tertarik dengan pengajuan untuk mitra dagang AS terbesar, dan mereka yang memiliki surplus perdagangan barang tertinggi.

USTR menyebut Argentina, Australia, Brasil, Canada, China, Uni Eropa, India, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mexico, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, dan Vietnam sebagai negara yang paling diminati, dan menambahkan bahwa negara-negara tersebut mencakup 88% dari total perdagangan barang dengan AS.

Laporan: AS Pertimbangkan Pengecualian Tarif Sektoral 2 April, Situasi Belum Pasti
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan