Apa itu Reverse Split?
Menurut John C. Hull, seorang profesor di bidang keuangan di University of Toronto, reverse split adalah “suatu proses di mana perusahaan menurunkan jumlah saham beredar dengan meningkatkan nilai nominal per lembar saham”.
Sedangkan menurut Investopedia, sumber daya finansial terkemuka di dunia, reverse split adalah “tindakan yang diambil oleh perusahaan untuk mengurangi jumlah saham yang beredar di pasaran melalui penggabungan sejumlah saham menjadi satu saham”.
Pengertian Reverse Split
Ketika kita membahas reverse split, bayangan yang muncul adalah operasi matematika. Jika kamu merasa demikian, kamu tidak salah. Reverse split dalam dunia keuangan bisa dianggap sebagai operasi matematika, tetapi dengan saham sebagai objeknya.
Pada dasarnya, reverse split adalah aksi korporasi yang mengurangi jumlah saham yang beredar di pasaran dengan cara menggabungkan sejumlah saham yang ada menjadi satu saham. Misalnya, jika sebuah perusahaan melakukan reverse split dengan rasio 1 untuk 5, maka lima lembar saham lama akan digabung menjadi satu lembar saham baru.
Sebagai contoh sederhana, bayangkan kamu memiliki 50 saham perusahaan XYZ dengan harga per saham adalah Rp 100. Setelah perusahaan melakukan reverse split dengan rasio 1:5, jumlah saham milikmu menjadi 10 saham. Meskipun jumlah saham berkurang, nilai total investasi kamu tidak berubah, karena harga per saham kini menjadi Rp 500.
Namun, harus diingat bahwa reverse split tidak menambah atau mengurangi nilai intrinsik perusahaan. Jumlah total ekuitas perusahaan tetap sama sebelum dan sesudah reverse split. Dengan kata lain, jika perusahaan memiliki nilai pasar total Rp 1 miliar sebelum reverse split, nilai pasar totalnya tetap Rp 1 miliar setelah reverse split.
Yang berubah hanyalah denominasi saham: jumlah saham beredar di pasar berkurang, sementara harga per lembar saham menjadi lebih tinggi. Hal ini sebanding dengan penggantian uang kertas Rp 1.000 dengan uang logam Rp 1.000. Nilainya sama, hanya bentuk dan denominasinya yang berbeda.
Reverse split biasanya dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya telah jatuh harganya ke level yang sangat rendah, sehingga menciptakan persepsi negatif di pasar. Dengan melakukan reverse split, perusahaan berharap untuk memperbaiki citra mereka di mata investor dan mempertahankan atau memperbaiki posisi mereka di bursa saham.
Namun, sebagaimana operasi matematika, reverse split juga memerlukan pertimbangan matang. Setiap keputusan memiliki risiko dan imbalan, dan perusahaan harus mempertimbangkannya dengan hati-hati sebelum melangkah.
Bagaimanapun, reverse split adalah salah satu alat yang tersedia bagi perusahaan untuk memanipulasi persediaan saham mereka demi mencapai tujuan tertentu. Dalam beberapa kasus, reverse split bisa menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan tertentu.
Sementara itu, bagi investor, penting untuk memahami apa itu reverse split dan bagaimana cara kerjanya. Dengan pemahaman yang baik, investor bisa membuat keputusan yang lebih tepat dan bijaksana.
Tiga Contoh Reverse Split
Untuk memahami lebih jauh, berikut tiga contoh dari dunia nyata.
- Citigroup: Pada tahun 2011, Citigroup melakukan reverse split dengan rasio 1:10. Artinya, setiap 10 saham lama digabung menjadi satu saham baru. Tujuannya adalah untuk menaikkan harga per saham yang sempat anjlok.
- AT&T: Pada tahun 2007, AT&T melaksanakan reverse split dengan rasio 1:5. Ini dilakukan setelah perusahaan melakukan akuisisi besar-besaran, dan tujuannya adalah untuk mempertahankan stabilitas harga saham.
- Pfizer: Pada tahun 2020, Pfizer melakukan reverse split dengan rasio 1:5 untuk saham BioNTech setelah pembelian besar-besaran. Tujuannya sama dengan AT&T, yaitu mempertahankan stabilitas harga saham.
Penyebab Perusahaan Melakukan Reverse Split
Perusahaan melakukan reverse split karena berbagai alasan, antara lain:
- Meningkatkan Harga Saham: Jika harga saham terlalu rendah, investor bisa melihatnya sebagai tanda perusahaan yang kurang sehat. Dengan melakukan reverse split, perusahaan dapat meningkatkan harga saham dan menciptakan persepsi yang lebih baik di mata investor.
- Memenuhi Syarat Listing: Bursa saham sering memiliki batas minimum harga saham untuk tetap terdaftar. Jika perusahaan berada di bawah batas ini, reverse split bisa digunakan untuk mempertahankan status terdaftarnya.
- Meningkatkan Likuiditas Saham: Meski tampak kontradiktif, mengurangi jumlah saham beredar bisa meningkatkan likuiditas saham. Dengan jumlah saham yang lebih sedikit dan harga per saham yang lebih tinggi, investor institusional mungkin merasa lebih nyaman untuk membeli.
Perbedaan Reverse Split dengan Stock Split
Stock split adalah kebalikan dari reverse split. Jika reverse split mengurangi jumlah saham beredar dengan meningkatkan harga per saham, stock split justru meningkatkan jumlah saham beredar dengan menurunkan harga per saham.
Dalam stock split, perusahaan biasanya melakukannya untuk membuat sahamnya lebih terjangkau bagi investor ritel dan meningkatkan likuiditas. Sebaliknya, dalam reverse split, perusahaan berupaya untuk menaikkan harga per saham dan mengurangi saham beredar.
Terlepas dari perbedaan ini, baik stock split maupun reverse split tidak mengubah nilai total ekuitas pemegang saham.
0 comments