Ether (ETH) dalam dua pekan terakhir bergerak dalam rentang yang relatif sempit, yaitu antara $4.200 hingga $4.500. Pergerakan ini menandakan fase konsolidasi setelah sempat mencatat rekor tertinggi baru di level $4.956 pada 24 Agustus lalu. Kondisi pasar saat ini membuat para pelaku dan trader kripto menimbang ulang potensi adanya kelanjutan tren bullish, terutama setelah indeks S&P 500 di Amerika Serikat menorehkan rekor tertinggi pada Kamis kemarin. Lonjakan indeks saham tersebut terjadi di tengah laporan data pasar tenaga kerja yang lebih lemah dari perkiraan, sehingga mendorong spekulasi adanya perubahan kebijakan moneter.
Di pasar derivatif, kontrak berjangka ETH hanya menunjukkan premi sekitar 5% dibandingkan harga spot. Angka tersebut cenderung rendah, sebab dalam kondisi pasar yang netral, premi biasanya berkisar di angka 5% hingga 10% untuk mencerminkan periode penyelesaian yang lebih panjang. Rendahnya minat ini menandakan bahwa dorongan bullish belum terlalu kuat. Bahkan ketika harga ETH sempat menembus $4.800 di bulan Agustus, sentimen positif dari para trader tidak bertahan lama dan belum menumbuhkan optimisme jangka panjang.
Kondisi serupa terlihat pada arus dana ETF spot Ethereum. Selama 10 hari berturut-turut hingga awal minggu lalu, tercatat adanya arus keluar bersih (outflow) yang membuat investor ragu. Meski pada pertengahan minggu terjadi arus masuk sebesar $216 juta, aliran dana tersebut tidak cukup kuat untuk memicu tren kenaikan harga berkelanjutan. Hal ini membuat banyak analis masih mempertanyakan apakah target harga ETH di kisaran $5.000 masih realistis untuk dicapai dalam waktu dekat, khususnya di tahun 2025.
Faktor lain yang ikut menekan sentimen pasar adalah penurunan biaya jaringan Ethereum. Dalam periode 30 hari terakhir, biaya transaksi hanya mencapai $42 juta, turun sekitar 7% dibanding bulan sebelumnya. Penurunan ini juga terlihat di blockchain lain, seperti Tron yang turun 12% dan Solana yang melemah 2%. Aktivitas alamat aktif di layer-1 Ethereum stagnan, sedangkan pada jaringan layer-2 seperti Arbitrum, Base, dan Polygon, justru menunjukkan penurunan yang lebih dalam.
Meski aktivitas on-chain menurun, investor institusional tampak tetap percaya pada prospek jangka panjang ETH. Salah satu institusi besar asal AS bahkan menambah kepemilikan hingga 202.500 ETH dalam sepekan terakhir dengan valuasi mencapai lebih dari $880 juta. Kini, total aset Ether yang mereka kelola sudah melebihi $9,1 miliar.
Namun, kondisi makroekonomi masih menjadi penentu utama arah harga. Lonjakan indeks S&P 500 lebih disebabkan oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve setelah klaim pengangguran mencapai level tertinggi sejak 2021. Hal ini membuat pasar saham berperan layaknya emas, yaitu sebagai aset lindung nilai, sementara Ether tetap dipandang lebih berisiko. Dengan demikian, peluang ETH mencapai harga $5.000 sangat bergantung pada seberapa cepat ketidakpastian ekonomi global mereda.