Jun 27, 2025

Google dan Apple Kalah di Pengadilan Uni Eropa

Default Featured Image

Raksasa teknologi Google dan Apple harus menghadapi kenyataan pahit setelah kalah dalam gugatan hukum besar melawan Uni Eropa. 

Pada Selasa (10/9/2024), Pengadilan Tinggi Uni Eropa menolak banding Google atas denda antimonopoli senilai €2,4 miliar (setara $2,7 miliar) yang dijatuhkan oleh Komisi Eropa terkait layanan perbandingan belanja Google Shopping. Sementara itu, Apple juga gagal menghindari kewajiban membayar kembali pajak sebesar €13 miliar (sekitar $14,34 miliar) kepada Irlandia.

Keputusan ini menandai babak baru dalam upaya Uni Eropa menegakkan aturan kompetisi ketat terhadap perusahaan teknologi raksasa. 

Komisi Eropa, di bawah pimpinan Margrethe Vestager, telah mempelopori kampanye panjang untuk memastikan perusahaan teknologi mengikuti hukum kompetisi dan perpajakan dengan ketat. Vestager yang diperkirakan akan mundur bulan depan, meninggalkan warisan penting dalam memperkuat kontrol atas kekuatan besar teknologi global.

### Skandal Google

Gugatan Google bermula dari kasus antimonopoli yang diluncurkan pada tahun 2017, di mana Komisi Eropa menuduh Google menggunakan posisinya untuk mengarahkan lalu lintas internet ke layanan perbandingan belanja miliknya, Google Shopping, dengan mengorbankan layanan pesaing. 

Dalam bandingnya, Google mencoba mengubah putusan ini, namun pengadilan tinggi UE tetap teguh pada pendirian bahwa tindakan Google melanggar hukum kompetisi.

Meskipun kecewa dengan hasilnya, Google mengklaim telah mematuhi perintah Komisi Eropa dengan menerapkan perubahan pada layanan belanja mereka. Google kini menjalankan lelang di mana layanan perbandingan belanja pihak ketiga bisa berkompetisi untuk slot iklan di platformnya.

### Apple dan Skandal Pajak Irlandia

Di sisi lain, Apple menghadapi kekalahan terkait kasus perpajakan yang dimulai pada 2016. Komisi Eropa menuduh perusahaan teknologi asal AS ini menerima bantuan negara yang tidak sah dari Irlandia dalam bentuk kesepakatan pajak yang sangat menguntungkan, yang memungkinkan Apple membayar pajak jauh di bawah tarif yang berlaku. Apple menolak tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai “omong kosong politik.”

Namun, pengadilan memutuskan bahwa Apple tetap harus membayar kembali pajak €13 miliar ke Irlandia. Keputusan ini disambut baik oleh Margrethe Vestager sebagai kemenangan penting dalam memerangi praktik perpajakan yang tidak adil di antara perusahaan multinasional.

Meski keputusan ini membawa dampak finansial yang signifikan, Apple dan Google, yang merupakan dua dari perusahaan terkaya di dunia, kemungkinan tidak akan terpengaruh secara substansial. Total denda dan pajak sebesar €15,4 miliar ($17 miliar) hanya mewakili sekitar 0,3% dari nilai pasar gabungan kedua perusahaan, yang mencapai €4,73 triliun ($5,2 triliun).

Namun, yang lebih penting adalah dampak regulasi yang lebih luas. Keputusan ini memperkuat posisi Uni Eropa sebagai pemimpin global dalam mengawasi perusahaan teknologi besar, khususnya dalam upaya mereka untuk menekan kekuasaan pasar yang dianggap berlebihan. Margrethe Vestager mengatakan bahwa kasus-kasus ini telah menginspirasi upaya regulasi serupa di seluruh dunia, termasuk di AS dan Inggris.

Selain itu, Uni Eropa juga telah memperkenalkan undang-undang baru, Digital Markets Act (DMA), yang dirancang untuk mencegah perusahaan teknologi besar memonopoli pasar online dan memaksa mereka memberikan lebih banyak pilihan kepada konsumen.

Google dan Apple Kalah di Pengadilan Uni Eropa
by Mohammad Alparidzy


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan