Jun 29, 2025

World Mengumumkan 10 Juta Pengguna Yang Terverifikasi di World Network

Default Featured Image

World, yang sebelumnya dikenal dengan nama Worldcoin, mengungkapkan bahwa mereka telah mencapai tonggak pencapaian dengan memverifikasi 10 juta orang di jaringan identitas digital mereka.

Melalui penggunaan perangkat berbentuk bola bernama orbs, World mengumpulkan data biometrik untuk membuktikan keaslian identitas seseorang, memastikan bahwa individu tersebut benar-benar manusia dan dapat teridentifikasi dengan jelas.

Perusahaan menekankan bahwa bukti identitas manusia menjadi semakin krusial mengingat pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), yang berpotensi merusak keandalan informasi serta mengancam hak kekayaan intelektual. Dalam unggahan blog tertanggal 9 Januari, tim World menyampaikan:

“Ketika agen AI terus berkembang, bukti identitas manusia akan menjadi pondasi penting bagi AI yang etis dan dapat berkembang secara bertanggung jawab, sehingga manusia tetap memiliki peran utama sebagai kreator dalam dunia yang semakin dipengaruhi oleh kecerdasan mesin.”

Topik terkait identitas digital masih menjadi perdebatan hangat, terutama karena beberapa pihak mengkhawatirkan risiko privasi serta potensi penyalahgunaan oleh pemerintahan otoriter.

World juga menghadapi sejumlah sorotan tajam dari regulator pemerintah dan telah menerima berbagai perintah untuk menghentikan operasinya di beberapa negara.

Kenya menjadi negara pertama yang melarang operasi World pada 2 Agustus 2023, dengan alasan kekhawatiran terhadap risiko privasi dan keamanan nasional akibat pengumpulan serta penyimpanan data biometrik.

Pada Maret 2024, Spanyol menginstruksikan World untuk menghentikan pengumpulan data selama tiga bulan, sebelum akhirnya perusahaan menyetujui untuk menangguhkan seluruh kegiatan operasional hingga akhir tahun 2024. Keputusan ini diambil setelah adanya penyelidikan dari Badan Perlindungan Data Spanyol (AEPD) terkait dugaan pelanggaran atas hak pengguna dalam menarik persetujuan serta pengumpulan data dari individu di bawah umur.

World membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa operasinya berjalan sesuai dengan peraturan di seluruh wilayah operasionalnya.

Portugal juga mengambil langkah serupa dengan melarang aktivitas World selama 90 hari pada Maret 2024, demi melindungi privasi warganya dan mencegah praktik pengumpulan data biometrik yang dinilai melanggar hukum.

Pada Mei 2024, Kantor Komisioner Privasi Data Pribadi di Hong Kong (PCPD) turut memerintahkan penghentian operasi World di wilayah tersebut.

Terbaru, pada September 2024, World dijatuhi denda sebesar 1,1 miliar won Korea atau setara dengan $829.000 oleh pemerintah Korea Selatan karena diduga melanggar undang-undang perlindungan data pribadi.

World Mengumumkan 10 Juta Pengguna Yang Terverifikasi di World Network
by Albert Agung


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan