Jun 30, 2025

ExxonMobil Perluas Bisnis Carbon Capture, Targetkan $10 Miliar Pendapatan Tahunan

Default Featured Image

ExxonMobil (NYSE: XOM) terus memperbesar langkah di sektor carbon capture and sequestration (CCS), bidang yang diyakininya akan menjadi mesin pertumbuhan baru dengan potensi market mencapai $4 triliun pada 2050.

Dalam langkah terbarunya, ExxonMobil menandatangani kontrak dengan Calpine, produsen listrik berbasis gas alam terbesar di AS, untuk menangani transportasi dan penyimpanan hingga 2 juta ton karbon dioksida (CO₂) per tahun dari fasilitas Bayton Energy Center di dekat Houston.

> “Kontrak ini menunjukkan kepercayaan lintas sektor — dari baja, pupuk, gas industri, hingga kini pembangkit listrik — terhadap sistem CCS end-to-end milik ExxonMobil,” ujar Barry Engle, Presiden Low Carbon Solutions Exxon.

Jaringan Infrastruktur CO₂ Terbesar di Dunia

Melalui jaringan pipa karbon dioksida terbesarnya di dunia, Exxon akan mengangkut CO₂ dari Bayton ke lokasi penyimpanan permanen di sepanjang Pantai Teluk AS. Beberapa lokasi ini juga mendukung enhanced oil recovery, teknik untuk meningkatkan produksi dari ladang minyak tua.

Proyek ini akan mendukung Calpine menyediakan listrik rendah karbon secara berkelanjutan ke pelanggan di Texas dan industri di sekitarnya, dengan kapasitas produksi sekitar 500 megawatt, cukup untuk menghidupi 500,000 rumah.

Ekspansi Kontrak dan Skala Bisnis

Dengan tambahan kontrak dari Calpine, Exxon kini mengamankan enam kesepakatan CCS senilai total 16 juta ton CO₂ per tahun, termasuk dengan:

* CF Industries (pabrik pupuk, 2 juta ton/tahun),
* Nucor (pabrik baja, 800,000 ton/tahun),
* Linde (gas industri, 2.2 juta ton/tahun).

Akuisisi Denbury Resources pada 2023 senilai hampir $5 miliar memperkuat jaringan pipa CO₂ Exxon sepanjang 1,300 mil, termasuk 925 mil di Gulf Coast, mempercepat ekspansi bisnis CCS.

Target Pendapatan Stabil dan Jangka Panjang

ExxonMobil menargetkan 30 juta ton kontrak CCS dari pihak ketiga pada 2030 dan kini sudah melewati separuh jalan. Perusahaan memperkirakan bisnis CCS, hidrogen, dan litium bisa menyumbang $2 miliar laba pada 2030, dengan proyeksi bisnis CCS saja menghasilkan lebih dari $10 miliar pendapatan tahunan kontraktual dalam 5 hingga 10 tahun ke depan.

Tidak seperti sektor minyak dan gas yang volatil, bisnis CCS menawarkan arus kas yang stabil dari kontrak jangka panjang — strategi kunci Exxon untuk mengurangi ketergantungan terhadap fluktuasi harga minyak dan memperkuat daya saing jangka panjangnya.

> “Kontrak CCS baru ini mendekatkan Exxon pada target pertumbuhan rendah karbon, sekaligus memperkuat daya tariknya sebagai investasi jangka panjang,” tulis laporan tersebut.

Dengan ekspansi CCS yang agresif, ExxonMobil tidak hanya mempertahankan relevansi dalam era transisi energi, tetapi juga membuka jalur baru untuk pertumbuhan berkelanjutan.

ExxonMobil Perluas Bisnis Carbon Capture, Targetkan $10 Miliar Pendapatan Tahunan
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan