Jun 30, 2025

Emas Terpuruk, Investor Berpaling dari Safe Haven setelah Trump Longgarkan Tarif

Default Featured Image

Pasar global tengah diliputi euforia bukan karena perayaan, tetapi karena sinyal damai dari dua kekuatan ekonomi dunia: Amerika Serikat dan Tiongkok. Sementara pelaku pasar menyambut kabar pemangkasan tarif dengan aksi beli saham dan aset berisiko lainnya, emas yang selama ini dikenal sebagai “benteng terakhir” di tengah ketidakpastian malah tergelincir hingga ke level terendah dalam lebih dari sebulan.

Harga emas spot turun lebih dari 2% ke level $3.181,62 per ons pada Rabu (14/5), menyentuh titik terendah sejak 11 April. Bahkan sempat menyentuh level intraday $3.174,62 sebelum sedikit membaik.

Futures emas AS juga melemah 1,8% dan ditutup di $3.188,30. Ini merupakan koreksi yang cukup dalam, mengingat emas sempat menyentuh rekor tertinggi $3.500,05 bulan lalu akibat ketegangan geopolitik dan ketidakpastian moneter global.

Arah Baru dari Washington dan Beijing Tarik Napas Pasar Keuangan

Penurunan harga emas kali ini bukan karena pelemahan ekonomi, tapi justru karena kebalikannya: sinyal bahwa ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok akan mereda. Dalam kesepakatan yang diumumkan awal pekan ini, kedua negara sepakat memangkas tarif secara drastis dan mengumumkan masa tenggang selama 90 hari untuk merinci kesepakatan lanjutan.

Presiden AS Donald Trump bahkan menyatakan kemungkinan akan berunding langsung dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam waktu dekat. Tak hanya itu, Trump juga menyebut bahwa kesepakatan serupa dengan India, Jepang, dan Korea Selatan tengah disiapkan, memicu antisipasi lebih luas terhadap arus perdagangan yang lebih terbuka dan ekspansif.

Kondisi ini memicu lonjakan selera risiko. Indeks-indeks utama Wall Street dibuka menguat, dan investor pun mulai memindahkan dana dari emas ke instrumen yang lebih sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Koreksi Teknis dan Level Kritis Harga Emas

Menurut Tai Wong, trader logam mulia independen, reaksi cepat pasar ini juga memicu koreksi teknikal pada harga emas yang mematahkan beberapa level support penting. “Rally global yang dipicu oleh pemangkasan tarif besar-besaran telah memicu penurunan tajam emas melalui level teknikal utama,” ujarnya.

Sementara itu, Fawad Razaqzada, analis pasar dari City Index dan FOREX.com, mengingatkan bahwa meskipun tren jangka panjang emas masih positif (bullish), tekanan jual saat ini bisa bertahan dalam beberapa hari ke depan.

Dia memproyeksikan tiga level penting sebagai target penurunan berikutnya:

* $3.136
 
* $3.073
 
* $3.000 (level psikologis utama)

Jika harga menembus $3.000, ini bisa memicu aksi jual lanjutan dan memicu perubahan narasi pasar yang selama ini sangat bergantung pada emas sebagai pelindung nilai (hedge) terhadap ketidakpastian global.

Data Inflasi dan Kebijakan The Fed Faktor Penentu Berikutnya

Pasar kini menanti data inflasi produsen (PPI) AS yang akan dirilis Kamis. Data ini krusial karena akan menjadi petunjuk lanjutan mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed. Jika data inflasi produsen lebih lemah dari perkiraan, tekanan pada The Fed untuk memangkas suku bunga akan meningkat dan ini bisa kembali mengangkat daya tarik emas sebagai aset non-yielding (tanpa bunga).

Namun, sebaliknya, jika data PPI menunjukkan inflasi masih membandel, kemungkinan The Fed mempertahankan suku bunga tinggi bisa memperpanjang tekanan terhadap harga emas.

Logam Mulia Lain Juga Tertekan

Penurunan harga tak hanya terjadi pada emas. Perak turun 1,9% ke $32,25 per ons, platinum melemah 0,6% ke $982,05, dan palladium turun 0,3% ke $954,36. Hal ini menunjukkan bahwa sentimen pasar terhadap aset logam mulia secara umum sedang berada di zona defensif.

Arah Angin Pasar Berubah, Emas Uji Daya Tahan

Pasar emas kini menghadapi persimpangan jalan. Di satu sisi, ketegangan geopolitik yang mulai mereda memangkas permintaan atas aset safe haven. Di sisi lain, kondisi ekonomi global masih rapuh, dan inflasi masih menjadi ancaman nyata.

Dengan ekspektasi pemulihan perdagangan dan sinyal dari The Fed yang belum sepenuhnya jelas, harga emas bisa mengalami volatilitas yang tinggi dalam beberapa minggu ke depan. Namun, seperti yang sering terjadi dalam dunia investasi: saat dunia terlihat tenang, justru di situlah risiko tersembunyi menanti.

Emas Terpuruk, Investor Berpaling dari Safe Haven setelah Trump Longgarkan Tarif
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan