Jun 30, 2025

Emas Tembus $3.200: Ketegangan Dagang dan Dolar Melemah Jadi Pemicu

Default Featured Image

Dalam dunia yang makin tidak pasti, emas kembali menegaskan statusnya sebagai pelindung kekayaan paling legendaris. Harga emas mencetak rekor baru, melesat melewati angka $3.200 per ons, menyusul kekhawatiran mendalam soal resesi global yang dipicu oleh memanasnya kembali perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta anjloknya nilai tukar dolar.

Spot gold naik hampir 2% ke level $3.235,89 per ons pada Jumat sore waktu AS, setelah sempat menyentuh titik tertinggi sepanjang masa di $3.245,28. Kontrak berjangka emas AS juga tidak kalah impresif, mengakhiri sesi di angka $3.244,60, naik 2,1%.

“Emas saat ini bukan hanya aset safe haven. Ia menjadi barometer kepercayaan terhadap stabilitas global,” ujar Nitesh Shah, Kepala Strategi Komoditas di WisdomTree.

Apa yang Memicu Lonjakan Harga Emas?

1. Perang Dagang AS-Tiongkok Meletup Kembali
 Tiongkok resmi menaikkan tarif terhadap produk AS hingga 125%, sebagai respons atas langkah tarif baru dari pemerintahan Trump. Ketegangan ini mengaburkan prospek perdagangan global dan meningkatkan potensi terjadinya resesi.
 
2. Dolar AS Melemah Tajam
 Dolar tertekan terhadap mayoritas mata uang utama dunia. Karena emas dihargai dalam dolar, penurunan ini membuat logam mulia tersebut lebih murah bagi investor luar negeri, meningkatkan permintaan global.
 
3. Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed
 Data inflasi produsen AS untuk Maret menunjukkan penurunan mengejutkan sebesar 0,4%, memperbesar kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed pada bulan Juni. Pasar kini memproyeksikan pemangkasan sebesar 90 basis poin hingga akhir 2025.
 
4. Arus Masuk ke ETF Emas dan Pembelian Bank Sentral
 Minat terhadap ETF berbasis emas melonjak, mencerminkan permintaan ritel dan institusional yang meningkat. Bank sentral dunia, termasuk Tiongkok dan India, juga terus membeli emas sebagai bagian dari diversifikasi cadangan devisa.

Tempat Berlindung di Tengah Badai

Dalam lingkungan suku bunga rendah dan ketidakpastian geopolitik, emas yang tidak memberikan imbal hasil justru semakin menarik. Investor melihat logam kuning ini bukan hanya sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tapi juga terhadap instabilitas geopolitik dan kebijakan fiskal yang memburuk.

Tai Wong, seorang trader logam independen, menambahkan, “Koreksi kecil mungkin terjadi, tapi arah jangka menengah emas tetap naik, terutama jika data CPI dan PPI terus memberi ruang bagi The Fed untuk longgar.”

Tapi Apakah Ini Akan Terus Naik?

Tidak semua pihak yakin reli emas akan berlangsung selamanya. Analis UBS menyebutkan beberapa skenario yang bisa membatasi lonjakan ini:

* Meredanya ketegangan geopolitik
 
* Pemulihan kerja sama dagang antarnegara besar
 
* Perbaikan kondisi fiskal dan makroekonomi AS

Namun, dengan tarif baru yang baru saja diumumkan dan retorika anti-perdagangan bebas kembali mendominasi Gedung Putih, skenario tersebut tampaknya masih jauh dari kenyataan.

Mengikuti atau Tertinggal?

* Perak: Naik 3,2% ke $32,18 per ons
 
* Platinum: Turun 0,2% ke $936,36
 
* Palladium: Naik 0,7% ke $914,87

Sementara perak ikut terbawa sentimen positif emas, platinum dan palladium tampaknya masih bergelut dengan dinamika permintaan industri otomotif yang belum stabil.

Emas Kembali Jadi Raja

Ketika dolar limbung, inflasi tidak pasti, dan para investor mempertanyakan masa depan ekonomi global, emas kembali menjadi pelarian utama. Naiknya harga ke atas $3.200 bukan hanya soal angka ini adalah indikator bahwa kepercayaan terhadap sistem ekonomi global sedang mengalami krisis serius.

Apakah ini awal dari era baru harga emas $3.500 atau bahkan $4.000? Semuanya akan bergantung pada langkah The Fed, dinamika geopolitik, dan kemampuan ekonomi global menghindari resesi penuh.

Emas Tembus $3.200: Ketegangan Dagang dan Dolar Melemah Jadi Pemicu
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan