Jun 30, 2025

Emas Kembali Jadi Aset Aman: Tarif Trump dan Ketidakpastian Ekonomi Dorong Lonjakan

Default Featured Image

Saat ekonomi global kembali goyah oleh ketidakpastian geopolitik dan retorika tajam Gedung Putih, investor melakukan hal yang selalu mereka lakukan sejak zaman krisis moneter: lari ke emas.

Pada Senin (5/5), harga emas spot melonjak 2,3% ke level $3.313,21 per ons tingkat yang mendekati rekor historis, dengan emas berjangka AS turut naik 2,4% ke $3.322.

Katalis utamanya? Kombinasi mematikan antara pelemahan dolar, sinyal perlambatan ekonomi AS, dan kecemasan global pasca langkah kontroversial Presiden Donald Trump yang kembali menerapkan tarif 100% untuk film asing.

Perdagangan Global Berguncang Trump Kembali Mainkan Kartu Tarif

Di tengah kampanye pemilu yang memanas, Presiden Trump kembali ke strategi lamanya: proteksionisme. Ia mengumumkan tarif 100% terhadap film luar negeri, sebuah langkah simbolik tapi cukup untuk memicu kekhawatiran tentang kembalinya perang dagang berskala global khususnya terhadap China dan mitra ekonomi besar lainnya.

Meskipun Trump belum menjelaskan secara detail bagaimana tarif ini akan diterapkan, pasar tidak menunggu klarifikasi. Investor bereaksi cepat, mendorong permintaan terhadap aset safe haven seperti emas.

Dalam konteks geopolitik yang rentan, bahkan sebuah kebijakan yang tampak ‘populis’ bisa menimbulkan efek domino yang signifikan.

Dolar Melemah, Emas Menguat Kombinasi Klasik

Indeks dolar AS turun 0,4%, membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Ini adalah formula klasik: saat dolar melemah, harga emas cenderung naik karena daya tariknya meningkat di pasar internasional.

Namun bukan hanya pelemahan dolar yang jadi pendorong. Menurut analis Swissquote, Carlo Alberto De Casa, investor kini mulai bertaruh bahwa Federal Reserve akan segera memangkas suku bunga, menyusul data Produk Domestik Bruto (PDB) AS pekan lalu yang berada di bawah ekspektasi.

“Investor membaca kondisi ini sebagai peluang bagi emas. Jika suku bunga turun, maka emas yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding)—menjadi lebih menarik,” kata De Casa.

Powell di Tengah Tekanan Politik dan Proyeksi Pasar

Menariknya, Trump turut menegaskan bahwa dirinya tidak akan mencopot Jerome Powell dari jabatan Ketua The Fed sebelum masa jabatannya berakhir pada Mei 2026. Namun ia tetap mendesak pemangkasan suku bunga sebagai bagian dari strateginya mendorong ekonomi menjelang pemilu.

Pasar kini mengalihkan fokus ke rapat Federal Reserve hari Rabu (8/5), di mana bank sentral diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga. Namun, semua mata akan tertuju pada proyeksi ekonomi dan komentar Powell terutama soal potensi penurunan suku bunga dalam waktu dekat.

Ketidakpastian Makro + Sentimen Safe Haven = Bullish untuk Emas

Kombinasi faktor-faktor berikut menjadi “bahan bakar sempurna” bagi reli harga emas:

* Over-supply solar panel dari China, memicu kekhawatiran deflasi sektor industri.
 
* Tingginya risiko resesi di AS, ditandai oleh PDB yang melambat dan pengeluaran konsumen yang mulai turun.
 
* Pembelian emas oleh bank sentral yang tetap kuat di 2025, dengan negara-negara seperti China, Turki, dan India terus meningkatkan cadangan logam mulia mereka sebagai penyeimbang terhadap volatilitas dolar AS.

Goldman Sachs dalam catatannya menegaskan bahwa emas “akan terus mengungguli perak” karena dinamika pasar global saat ini mendukung permintaan terhadap lindung nilai jangka panjang.

Logam Mulia Lain Juga Menguat, Tapi Masih di Bayangan Emas

Kenaikan harga emas juga diikuti oleh lonjakan logam mulia lainnya, meskipun dalam skala lebih kecil:

* Perak naik 1,3% menjadi $32,38 per ons.
 
* Platina bertambah 0,1% ke $961,41.
 
* Palladium naik 0,7% ke $960,13.

Namun semua tetap berada di bawah bayang-bayang dominasi emas, yang saat ini kembali jadi primadona investor global.

Ketika Ketidakpastian Naik, Logam Mulia Bersinar

Kenaikan emas lebih dari 2% hari ini bukan sekadar refleksi teknikal pasar ini adalah sinyal bahwa dunia tengah bersiap menghadapi babak baru ketidakpastian. Dengan tekanan politik domestik di AS, ketegangan perdagangan, dan pelambatan ekonomi global, emas kembali ke posisi lamanya: penjaga nilai, pelindung modal, dan simbol ketenangan di tengah badai.

Emas Kembali Jadi Aset Aman: Tarif Trump dan Ketidakpastian Ekonomi Dorong Lonjakan
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan