Ada berbagai cara atau strategi dalam berinvestasi, termasuk saham. Ada yang namanya value investing, di mana kita akan menyeleksi suatu saham dan menilai harganya dengan beberapa kriteria tertentu. Ada pula strategi yang hanya berfokus pada fundamental perusahaan.
Apa ya strategi yang tepat buat kita? Apalagi jika baru mau masuk bursa saham global seperti New York Stock Exchange (NYSE) atau Wall Street dan NASDAQ. Apakah kita wajib ikuti cara Warren Buffett? Atau justru kita beli saja saham yang harganya murah?
Selain value investing, ada beberapa strategi lainnya. Salah satunya adalah low volatility investment di mana investor yang menerapkannya disebut low volatility investor. Mau tahu? Yuk, simak ulasannya berikut ini.
Pengertian low volatility investment
Low volatility investment atau investasi volatilitas rendah adalah gaya atau strategi investasi yang memilih saham atau sekuritas dengan volatilitas rendah. Jika menerapkan cara ini, tentunya si investor bakal menghindari volatilitas tinggi.
Volatilitas saham sendiri diartikan sebagai pergerakan saham. Maksud dari volatilitas rendah adalah pergerakannya cenderung stabil, tidak fluktuatif tapi tetap positif atau terus menunjukkan kenaikan. Sementara, volatilitas tinggi adalah saham yang pergerakannya cenderung cepat naik dan cepat turun. Mungkin lebih cocok untuk trading kali, ya?
Menurut teori keuangan, risiko dan pengembalian dalam investasi harusnya berhubungan positif. Namun dalam praktiknya hal ini tidak selalu benar. Investasi volatilitas rendah bertujuan untuk mencapai pengembalian atau keuntungan maksimal, tetapi dengan risiko yang lebih rendah.
Gaya investasi ini juga disebut sebagai volatilitas minimum, varians minimum, volatilitas terkelola, beta cerdas, investasi defensif dan konservatif. Bisa kita simpulkan, investor volatilitas rendah cenderung investor yang memilih main aman, tidak mau pusing, dan cari investasi jangka panjang.
Bagaimana low volatility investment muncul?
Strategi investasi volatilitas rendah ini mulai eksis pada awal 1970an. Namun, popularitasnya baru muncul ketika terjadi krisis keuangan global pada 2008. Pada pengujian pertama Capital Asset Pricing Model (CAPM) menunjukkan bahwa hubungan risiko dan return terlalu datar. Mungkin, ini yang membuatnya kurang populer saat pertama hadir sebagai strategi investasi.
Dua dekade kemudian, tepatnya pada 1992, pada studi seminal Fama dan French menunjukkan bahwa beta pasar (risiko) dan pengembalian tidak terkait ketika ukuran pengendaliannya adalah perusahaan.
Ekonom Amerika Serikat (USA) Fisher Black berpendapat bahwa perusahaan dan investor dapat menerapkan pengaruh dari strategi tersebut. Caranya dengan menjual obligasi dan lebih banyak mengoleksi beta rendah untuk mendapatkan keuntungan dari relasi risiko dan return yang datar tadi.
Pada 2000an lebih banyak penelitian yang meriset strategi ini. Kemudian, mulailah para investor memperhatikan strategi investasi volatilitas rendah.
Pada periode yang sama, manajer aset seperti Acadian, Robeco, dan Unigestion mulai menawarkan gaya investasi baru ini kepada investor. Beberapa tahun kemudian penyedia indeks seperti MSCI dan S&P mulai membuat indeks volatilitas rendah. Jadi makin populer seturut waktu, ya!
Bagaimana performa strategi low volatility investment?
Kekinian, strategi investasi ini mulai diterima. Sebab, banyak yang membuktikan bahwa strategi volatilitas rendah mampu memberikan kinerja maksimal yang lebih baik. Tentunya hal ini berpatokan pada cuan yang diterima investor.
Beberapa strategi volatilitas rendah dalam investasi pun terus dikembangkan, setidaknya lebih dari 10 tahun. Sebagian studi akademis pun terus dilakukan didasari simulasi. Bahkan, penelitian ini dibuat dengan kembali pada kondisi pasar saham 90 tahun sebelumnya. Hasilnya cukup mencengangkan karena saham volatilitas rendah mampu mengalahkan performa saham volatilitas tinggi dalam jangka panjang.
Kenapa demikian? Berdasarkan hasil studi, performa strategi low volatility cenderung kalah ketika pasar bullish. Namun, ketika pasar bearish, saham volatilitas rendah justru mencatat kinerja positif.
Riset serupa juga dilakukan dalam jangka pendek. Strategi ini diakui cukup bermanfaat. Ketika strategi volatilitas rendah memiliki beta 0,7 dan pasar naik 10 persen, return yang diperoleh masih cukup baik, yakni 7 persen.
Apa yang harus dilakukan untuk menjadi low volatility investor? Salah satunya tentu dengan melihat kinerja saham perusahaan yang volatilitasnya rendah. Namun, sebaiknya kamu tidak hanya berpatokan pada pergerakan saham, tapi juga fundamental perusahaan. Apalagi jika kamu ingin investasi saham global dalam jangka panjang.
Bagaimana caranya? Kamu cukup menggunakan Nanovest.io untuk mengakses bursa saham global seperti Wall Street dan NASDAQ. Mudah, bukan? Selamat berinvestasi!
0 comments