Meskipun mencetak pertumbuhan pendapatan dan laba yang melampaui ekspektasi analis, saham Advanced Micro Devices (NASDAQ: AMD) justru turun 3,9% dalam perdagangan after-hours Selasa malam.
Ironisnya, kinerja keuangan perusahaan untuk kuartal ketiga 2025 sebenarnya luar biasa dengan pertumbuhan dua digit di hampir seluruh lini bisnis utama.
Lalu, mengapa pasar merespons negatif salah satu laporan keuangan terbaik AMD dalam beberapa tahun terakhir? Jawabannya bukan pada angka, melainkan pada emosi pasar dan persepsi risiko di sektor kecerdasan buatan (AI) yang tengah “overheat”.
AMD Kalah oleh Sentimen, Bukan oleh Kinerja
Laporan keuangan AMD untuk Q3 2025 menunjukkan hasil yang mengesankan:
| Metrik | Q3 2024 | Q3 2025 | Perubahan YoY |
| Pendapatan | $6,82 miliar | $9,25 miliar | +36% |
| Laba Operasional (GAAP) | $724 juta | $1,27 miliar | +75% |
| Laba Bersih (GAAP) | $771 juta | $1,24 miliar | +61% |
| EPS (GAAP) | $0,47 | $0,75 | +60% |
| EPS (Non-GAAP) | $0,92 | $1,20 | +30% |
| Free Cash Flow | $497 juta | $1,53 miliar | +208% |
Pendapatan naik 36% YoY dan EPS melonjak 30%, jauh melampaui perkiraan Wall Street yang hanya memperkirakan $1,17 EPS dan pendapatan $8,75 miliar. Namun, saham AMD tetap tergelincir, terutama karena penurunan pasar AI secara keseluruhan yang dipicu oleh aksi short posisi dari investor terkenal Michael Burry terhadap saham-saham seperti NVIDIA dan Palantir.
Pasar membaca langkah Burry sebagai sinyal kehati-hatian: bahwa valuasi perusahaan AI mungkin sudah terlalu tinggi.
Bisnis AI dan Data Center Jadi Penopang Utama
Segmen Data Center mencatat pendapatan $4,34 miliar (naik 22%), didorong oleh penjualan chip EPYC CPU dan Instinct MI350 GPU untuk keperluan komputasi AI berskala besar.
Sementara segmen Client (PC dan laptop) tumbuh 46%, mencatat rekor pendapatan berkat penjualan Ryzen CPU yang meningkat pesat.
Namun yang paling menarik perhatian pasar adalah lonjakan di segmen Gaming, yang tumbuh 181% YoY, menandakan kuatnya permintaan untuk GPU Radeon dan chip semi-custom yang digunakan dalam konsol generasi terbaru seperti PlayStation 5 Pro dan Xbox Series X+.
Sebaliknya, segmen Embedded turun 8% akibat perlambatan di sektor industri dan otomotif, menunjukkan bahwa permintaan AI belum sepenuhnya merata di seluruh sektor teknologi.
AMD & OpenAI
Salah satu sorotan besar kuartal ini adalah pengumuman kerja sama AMD dengan OpenAI pada Oktober lalu.Dalam kesepakatan besar tersebut, AMD akan memasok hingga 6 gigawatt GPU Instinct untuk infrastruktur generasi berikutnya milik OpenAI, sementara OpenAI juga berencana membeli hingga 10% saham AMD.
Kesepakatan ini berpotensi mengubah peta kekuatan di sektor AI, di mana selama ini NVIDIA mendominasi pasokan GPU untuk pelatihan model-model besar seperti GPT dan Claude.
Langkah AMD menunjukkan ambisinya untuk menjadi alternatif serius NVIDIA di ranah AI computing.
Tekanan Geopolitik Masih Jadi Hambatan
AMD mencatat bahwa untuk dua kuartal berturut-turut, tidak ada penjualan GPU AI ke China, akibat kontrol ekspor AS dan juga kebijakan balasan pemerintah Tiongkok yang melarang pembelian chip AI dari perusahaan AS. Kondisi ini membuat perusahaan harus mengandalkan pasar AS, Eropa, dan Asia Tenggara untuk pertumbuhan di segmen data center.
Namun, CEO Lisa Su tetap optimis:
“Kami mencetak pendapatan dan profitabilitas tertinggi dalam sejarah perusahaan, didorong oleh permintaan luas untuk prosesor EPYC dan akselerator AI Instinct.
Kuartal ini menandai langkah besar dalam pertumbuhan jangka panjang kami,” ujar Lisa Su dalam rilis resmi perusahaan.
Outlook Q4 2025 Masih Positif
Untuk kuartal keempat, AMD memproyeksikan pendapatan $9,6 miliar (+/- $300 juta), setara dengan pertumbuhan 25% YoY, dan margin kotor 54,5%. Perusahaan menegaskan bahwa proyeksi tersebut belum memasukkan potensi pendapatan dari chip Instinct MI308 untuk pasar Tiongkok, yang menandakan masih ada upside tambahan jika regulasi berubah.
Saat Pasar Tak Selalu Rasional
AMD menunjukkan kinerja finansial dan strategis yang sangat solid bahkan lebih kuat dari banyak kompetitornya. Namun, reaksi negatif pasar bukan refleksi dari fundamental perusahaan, melainkan dari ketakutan kolektif terhadap gelembung AI.
Bagi investor jangka panjang, ini bisa jadi peluang emas. Sementara sebagian pasar sibuk “bereaksi”, mereka yang memahami nilai dan arah industri mungkin justru sedang menyiapkan diri untuk fase berikutnya dari revolusi chip AI di mana AMD kini bukan lagi pemain sekunder, melainkan penantang serius NVIDIA.



