Microsoft Kembali Lampaui Ekspektasi Tapi Pasar Tidak Terpukau
Raksasa teknologi Microsoft (MSFT) kembali menorehkan hasil gemilang dalam laporan keuangan kuartal pertama (Q1) tahun fiskal 2025. Perusahaan mencatat pendapatan US$77,7 miliar dengan laba per saham (EPS) sebesar US$3,72, keduanya melampaui konsensus analis Bloomberg yang memproyeksikan US$75,5 miliar dan US$3,68.
Namun, saham Microsoft justru turun lebih dari 2% pada perdagangan Kamis pagi setelah laporan dirilis. Investor tampaknya khawatir terhadap meningkatnya biaya modal (capital expenditure) yang naik tajam 74% YoY menjadi US$34,9 miliar, sebagian besar untuk mendukung ekspansi AI dan cloud computing.
Cloud Jadi Mesin Pertumbuhan Azure Bersinar di Tengah Persaingan
Kontributor utama pertumbuhan Microsoft masih datang dari unit Intelligent Cloud, yang mencakup bisnis Azure. Pendapatan segmen ini mencapai US$30,9 miliar, mengalahkan ekspektasi analis sebesar US$30,2 miliar dan mencatat pertumbuhan 26% YoY.
Segmen komersial cloud secara keseluruhan menyumbang US$49,1 miliar, melampaui proyeksi US$48,6 miliar. Pertumbuhan ini menunjukkan betapa kuatnya permintaan global terhadap layanan cloud berbasis AI, meskipun pasar kini semakin kompetitif dengan kehadiran AWS (Amazon) dan Google Cloud.
Namun di balik pertumbuhan itu, Microsoft juga harus menghadapi kendala operasional, termasuk gangguan layanan Azure yang terjadi sehari sebelum laporan keuangan diumumkan insiden yang mempengaruhi sejumlah bisnis di seluruh dunia.
Mesin Baru, Tapi Biaya Juga Membengkak
Sebagian besar peningkatan belanja modal Microsoft ditujukan untuk GPU dan CPU kelas tinggi yang menopang infrastruktur AI generatif di Azure. Langkah ini sejalan dengan ambisi perusahaan untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin ekosistem AI enterprise.
Namun, lonjakan biaya ini menjadi sinyal bahwa era AI bukan hanya soal pertumbuhan, tapi juga tentang beban investasi besar. Analis menilai, margin Microsoft bisa tertekan dalam jangka pendek, meskipun manfaat jangka panjang dari investasi ini diperkirakan signifikan.
Babak Baru yang Lebih Kompleks
Salah satu sorotan besar dari laporan ini adalah pembaruan kemitraan strategis antara Microsoft dan OpenAI (ChatGPT).
 Keduanya menyepakati struktur baru di mana OpenAI akan bertransformasi menjadi Public Benefit Corporation (PBC), entitas nirlaba yang mengendalikan badan usaha komersialnya.
Di bawah perjanjian baru ini:
- Microsoft memiliki 27% saham di OpenAI Group PBC, yang kini bernilai sekitar US$135 miliar.
 - Sementara entitas nirlaba OpenAI akan mempertahankan kendali dengan porsi kepemilikan US$130 miliar.
 
Meski kehilangan hak eksklusif sebagai penyedia cloud utama untuk OpenAI, Microsoft masih memiliki keunggulan strategis: OpenAI berkomitmen membelanjakan US$250 miliar di Azure untuk kebutuhan infrastruktur cloud-nya.
Sebagai imbalannya, OpenAI kini juga dapat bekerja sama dengan penyedia cloud lain seperti Oracle (ORCL) untuk proyek besar Stargate Data Center, yang dirancang sebagai salah satu fasilitas AI terbesar di dunia.
Ekspansi Copilot dan Ekosistem Konsumer AI
Tak hanya fokus pada segmen enterprise, Microsoft juga memperluas jangkauan AI Copilot ke ranah konsumen, menghadirkannya sebagai bagian integral dari ekosistem produk sehari-hari. Setelah merilis Copilot+PCs awal tahun ini, perusahaan melanjutkan ekspansinya dengan mengintegrasikan Copilot ke Windows 11, memungkinkan pengguna berinteraksi langsung dengan AI melalui perintah suara yang natural.
Di sektor hiburan, Xbox kini dilengkapi asisten AI yang membantu pemain dalam pengaturan sistem hingga memberikan rekomendasi game yang lebih personal. Sementara di dunia produktivitas, Copilot juga hadir di aplikasi Office 365 seperti Word, Excel, dan Outlook, berperan layaknya “asisten kerja digital” yang membantu pengguna menulis, menganalisis data, dan mengelola tugas harian dengan lebih efisien.
Langkah besar ini menegaskan bahwa bagi Microsoft, AI bukan lagi fitur tambahan melainkan fondasi utama dari setiap produk masa depan.
Microsoft Sedang Membangun Ekonomi AI dari Hulu ke Hilir
Jika Google memusatkan pertumbuhan AI-nya lewat cloud dan search, Microsoft justru mengunci ekosistem AI dari semua sisi dari infrastruktur (Azure), developer (OpenAI), hingga pengguna akhir (Windows, Xbox, Office).
Strategi “AI Everywhere” ini menjadikan Microsoft sebagai pemain terintegrasi paling lengkap di industri teknologi global saat ini. Namun, dengan meningkatnya belanja modal hampir dua kali lipat, investor kini harus menilai apakah ekspansi agresif ini akan menghasilkan return on investment (ROI) yang sesuai.
Dengan kapitalisasi pasar yang mendekati US$4 triliun, ekspektasi terhadap Microsoft kini berada di level tertinggi sepanjang sejarah. Pasar tampak sepakat: AI adalah masa depan tapi dengan harga yang mahal.
Saham Boleh Turun, Tapi Fondasi Microsoft Kian Kokoh
Meski saham Microsoft terkoreksi usai laporan Q1, fundamental bisnisnya tetap solid. Pertumbuhan cloud yang konsisten, investasi AI yang agresif, dan sinergi strategis dengan OpenAI membuat perusahaan ini tetap menjadi poros utama ekonomi AI global.
Koreksi saham mungkin hanya mencerminkan kekhawatiran jangka pendek investor terhadap biaya, bukan keraguan terhadap arah jangka panjang. Seperti kata CEO Satya Nadella, “Kita baru berada di awal revolusi AI dan Microsoft ingin memimpinnya dari depan.”

		

