Dalam sebuah langkah yang memicu diskusi luas di industri telekomunikasi Amerika Serikat, AT&T secara resmi menyampaikan kepada regulator bahwa perusahaan akan menghentikan seluruh program diversity, equity, and inclusion (DEI).
Pernyataan itu tercantum dalam surat yang dikirimkan kepada Federal Communications Commission (FCC) sebagai bagian dari upaya AT&T memperoleh persetujuan untuk mengakuisisi aset spektrum nirkabel bernilai lebih dari US$1 miliar.
Langkah ini bukan berdiri sendiri. Sejak kembali duduk di Gedung Putih, Presiden Donald Trump telah menggunakan kewenangan eksekutifnya untuk membongkar kebijakan DEI yang diterapkan pemerintah sebelumnya, sekaligus menekan sektor swasta agar mengikuti arah yang sama.
Dalam dunia telekomunikasi, tekanan itu terasa sangat kuat karena banyak merger, akuisisi, dan transaksi spektrum membutuhkan lampu hijau dari FCC.
AT&T kini menjadi perusahaan besar terbaru yang mengikuti tuntutan tersebut. “AT&T tidak memiliki dan tidak akan memiliki peran atau jabatan apa pun yang berfokus pada DEI,” tulis perusahaan itu dalam surat resminya.
Dengan kalimat yang lugas seperti itu, AT&T jelas ingin memastikan tidak ada ambiguitas dalam posisinya di mata regulator.
Konteksnya sangat penting: pada November 2024, AT&T setuju membeli sebagian lisensi spektrum milik U.S. Cellular dalam transaksi senilai US$1,02 miliar. Kesepakatan ini tidak akan berjalan tanpa persetujuan FCC.
Dan FCC versi Trump telah menjadikan penghentian program DEI sebagai prasyarat eksplisit untuk persetujuan transaksi. Ketua FCC, Brendan Carr yang ditunjuk Trump pada Januari bahkan menyebut surat AT&T sebagai konfirmasi dari komitmen perusahaan sebelumnya untuk mengakhiri semua kebijakan terkait DEI.
Fenomena ini bukan hanya terjadi pada AT&T. T-Mobile US, raksasa telekomunikasi yang selama ini dikenal agresif dalam akuisisi, lebih dahulu mengumumkan penghentian program DEI pada Juli 2024.
Langkah itu dilakukan saat perusahaan mengajukan persetujuan untuk dua transaksi besar, termasuk pembelian hampir seluruh operasi wireless milik U.S. Cellular senilai US$4.4 miliar. Pada bulan yang sama, FCC juga menyetujui transaksi lain yang melibatkan T-Mobile bersama KKR dalam pembentukan perusahaan patungan untuk mengakuisisi Metronet penyedia internet fiber yang menjangkau lebih dari dua juta rumah dan bisnis di 17 negara bagian.
Tidak berhenti di situ. Pada Mei 2024, Verizon menerima restu FCC untuk mengambil alih Frontier Communications dalam transaksi US$20 miliar tetapi hanya setelah Verizon menyetujui untuk mengakhiri program DEI-nya.
Di sisi lain, Comcast bahkan menghadapi investigasi dari FCC terkait promosi internal program DEI mereka.
Dengan sejumlah contoh tersebut, jelas bahwa sektor telekomunikasi menjadi laboratorium kebijakan DEI administrasi Trump dan perusahaan-perusahaan besar tampaknya memilih menyesuaikan diri daripada kehilangan peluang bisnis bernilai miliaran dolar.
Namun langkah ini memunculkan pertanyaan yang lebih besar: apakah perusahaan mengambil keputusan berdasarkan nilai bisnis jangka panjang atau tekanan politik jangka pendek? Program DEI selama bertahun-tahun menjadi bagian dari citra perusahaan modern, membantu perekrutan talenta beragam dan memperluas akses bagi kelompok yang sebelumnya kurang terwakili.
Dengan menghilangkan semua jabatan dan fungsi DEI, perusahaan seperti AT&T dan Verizon mungkin mengurangi gesekan politik, tetapi juga berpotensi menciptakan kehampaan kebijakan internal yang dulu menjadi bagian dari strategi SDM mereka.
Para analis juga mencermati bagaimana perubahan ini dapat berdampak pada komposisi tenaga kerja, hubungan publik, hingga performa bisnis jangka panjang. Tidak sedikit investor institusional yang selama ini memilih perusahaan berdasarkan komitmen ESG (Environmental, Social, Governance).
Penghapusan program DEI bisa menjadi risiko reputasi bagi investor global, meski mungkin tidak terlalu berdampak di pasar domestik yang kini lebih selaras dengan kebijakan Trump.
Yang juga menarik: apakah sektor lain di luar telekomunikasi akan mengikuti pola ini? Sinyal dari Gedung Putih jelas, dan FCC telah menjadi contoh konkret bagaimana regulator dapat memasukkan pembatasan DEI sebagai syarat transaksi bisnis.
Jika pola ini diperluas, industri perbankan, kesehatan, hingga energi dapat melihat “penataan ulang” yang sama dalam beberapa bulan ke depan.
Pada akhirnya, langkah AT&T bukan sekadar berita bisnis. Ini adalah potret bagaimana politik memengaruhi strategi korporasi secara langsung bahkan sampai titik perusahaan harus merombak struktur internalnya agar satu transaksi bernilai miliaran dolar bisa berjalan.
Pertanyaannya kini: apakah perubahan ini akan permanen atau hanya berlangsung selama angin politik berhembus ke arah tertentu?






