Era AI Tak Hanya Tentang Otomasi, Tapi Tentang Lonjakan Industri Global
Ketika banyak pihak masih khawatir AI akan menghapus pekerjaan manusia, justru industri energi melihat hal sebaliknya: AI menjadi mesin pertumbuhan baru. Laporan terbaru hasil kolaborasi ADNOC (Abu Dhabi National Oil Company) dan Microsoft mengungkap bahwa 87% perusahaan energi global kini meningkatkan investasi di bidang kecerdasan buatan dan infrastruktur digital.
AI kini bukan lagi alat bantu analisis melainkan fondasi strategi industri baru, yang mendorong peningkatan konsumsi energi, efisiensi operasi, dan bahkan kebangkitan investasi lintas sektor.
Otak Baru di Balik Revolusi Energi
Laporan tersebut menyoroti fenomena “Agentic AI”, sistem kecerdasan buatan yang mampu mengambil keputusan kompleks secara otonom. Sekitar 20% perusahaan energi global sudah mengimplementasikan sistem ini sebuah lompatan besar dari sekadar automasi tradisional.
Menurut laporan itu, agentic AI bukan sekadar pembaruan teknologi, melainkan pergeseran strategis: AI kini menjadi kapabilitas inti di sepanjang rantai nilai energi, mulai dari eksplorasi, distribusi, hingga konsumsi.
Dalam survei, perusahaan di Tiongkok dan India menjadi yang paling optimistis terhadap AI masing-masing 100% dan 92% responden memandang AI sebagai kekuatan positif. Sementara di Amerika Serikat, angka itu mencapai 83%, menandakan sikap hati-hati namun tetap optimis.
Efek Domino dari Revolusi AI
AI bukan hanya “mengubah dunia digital”, tapi juga mengubah lanskap energi global. Semua responden survei ADNOC–Microsoft sepakat: semakin besar penggunaan AI, semakin tinggi pula permintaan energi.
Dalam laporan itu disebutkan bahwa:
“Kapasitas jaringan listrik menjadi potensi hambatan utama bagi perluasan infrastruktur digital yang menopang AI.”
Saat ini, pusat data global mengonsumsi sekitar 1,5% dari listrik dunia, dan angka itu bisa dua kali lipat menjadi 945 TWh pada 2030. Artinya, sekitar 10% dari total pertumbuhan permintaan listrik global dalam dekade ini akan didorong langsung oleh ekspansi AI sebuah peluang besar bagi sektor energi konvensional maupun terbarukan.
AI Meningkatkan Emisi, Tapi Juga Jadi Solusinya
Kenaikan konsumsi energi akibat AI menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis lingkungan. Lonjakan permintaan listrik memicu kompetisi global untuk pasokan daya dasar (baseload) termasuk gas, batu bara, dan nuklir yang berpotensi memperlambat transisi ke energi hijau.
Namun para pelaku industri menilai sebaliknya. AI justru dianggap sebagai katalis untuk mempercepat transisi energi bersih, dengan cara mengoptimalkan jaringan listrik, mengelola beban puncak, dan memperbaiki efisiensi pembangkitan serta distribusi.
Nate Harbacek, VP Global Business OpenAI, menegaskan:
“Dari optimisasi grid hingga terobosan ilmiah, AI bisa mempercepat pergeseran ke energi terbarukan yang andal dan terjangkau.”
Dengan kemampuan prediksi dan analisis real-time, AI dapat membantu mengintegrasikan energi terbarukan seperti surya dan angin secara lebih efisien, mengatasi tantangan klasik ketidakstabilan pasokan.
Timur Tengah Jadi “Investor Energi Digital”
Menariknya, perusahaan energi raksasa dari Timur Tengah kini menjadi salah satu pendukung utama ekspansi AI global. Menurut laporan Bloomberg, ADNOC dan Aramco (Arab Saudi) sedang mengalirkan petrodolar ke sektor AI, berkolaborasi dengan “AI champions” nasional mereka.
Langkah ini bukan semata diversifikasi bisnis, tapi strategi jangka panjang untuk mengamankan permintaan energi jangka panjang dari sektor teknologi. Dengan meningkatnya konsumsi listrik global akibat AI, investasi tersebut dipandang sebagai bentuk “kontrak masa depan” seperti memastikan pembeli tetap untuk energi selama puluhan tahun mendatang.
Menuju “Intelligence Age”: Tantangan Tenaga Kerja dan Infrastruktur
Para eksekutif energi menyebut era ini sebagai awal dari “Intelligence Age”, di mana AI akan menjadi tulang punggung semua proses industri. Namun ada satu kendala besar: kekurangan tenaga kerja terampil.
Meskipun AI mampu meningkatkan efisiensi operasional dan memantau emisi secara otomatis, penerapannya tetap membutuhkan SDM dengan kemampuan teknis tinggi dari insinyur data hingga ahli sistem energi digital.
Tanpa percepatan pelatihan tenaga kerja, industri energi berisiko tidak mampu memaksimalkan potensi AI yang begitu besar.
AI Adalah “Minyak Baru” Dunia Industri
Jika abad ke-20 ditandai dengan ledakan minyak dan gas, maka abad ke-21 tampaknya akan dikenang sebagai ledakan kecerdasan buatan (AI boom). Teknologi ini kini menjadi “energi baru” yang menggerakkan hampir seluruh sektor dari pabrik baja hingga jaringan listrik pintar.
Namun setiap revolusi datang dengan konsekuensinya: AI memang menjanjikan efisiensi dan keberlanjutan, tetapi juga memicu lonjakan konsumsi daya yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pertanyaannya kini bukan lagi apakah AI akan mengubah industri energi, melainkan siapa yang paling siap menyediakan listrik untuk mendukungnya.

		

