Jun 30, 2025

Walmart Unggul dari Target di 2025, Strategi Produk dan Harga Jadi Penentu

Default Featured Image

Persaingan ritel besar Amerika kembali menunjukkan jurang kinerja yang semakin lebar. 

Walmart (WMT) mencatat kinerja solid di kuartal pertama 2025. Sementara pesaing utamanya, Target (TGT), justru tergelincir dengan penurunan penjualan dan revisi proyeksi keuangan.

Walmart mencatat kenaikan penjualan toko yang sama sebesar 4,5% yearoveryear, mengalahkan estimasi market sebesar 3,85%. 

Sebaliknya, Target melaporkan penurunan 3,8%, jauh dari ekspektasi kenaikan 1,84%. 

Kinerja ini menegaskan dominasi Walmart yang terus menarik konsumen lintas segmen dengan strategi harga murah, khususnya di kategori kebutuhan pokok dan bahan makanan.

Komposisi Produk Jadi Pembeda Utama

Analis TD Cowen, Oliver Chen, menilai perbedaan struktur produk antara keduanya menjadi kunci. 

Sekitar 60% penjualan Walmart berasal dari kebutuhan pokok seperti bahan makanan, dengan tambahan 10% dari kesehatan dan 30% dari barang umum. 

Komposisi ini dinilai lebih tahan banting di tengah tekanan inflasi dan volatilitas belanja konsumen.

Sementara itu, Target memiliki campuran penjualan yang lebih tersebar: 20% makanan, 10% kecantikan, 15% kebutuhan pokok, serta 20% untuk kategori rumah tangga dan barang keras. 

Struktur ini membuat Target kurang fleksibel dalam menjaga volume lalu lintas konsumen saat daya beli sedang menurun.

Dampak Tarif Trump Kembali Mengguncang Rantai Pasok

Kedua peritel kini harus menghadapi dampak kebijakan perdagangan baru di bawah Pemerintahan Trump. 

Tarif impor dari China telah direvisi turun dari 145% menjadi 30%, tetapi masih jauh lebih tinggi dari tingkat historis, dan memengaruhi berbagai produk seperti mainan, elektronik, hingga kereta bayi.

CFO Walmart, John David Rainey, menyebutkan bahwa penyesuaian harga sudah tak terelakkan, dengan tekanan paling besar terjadi pada kategori bernilai tinggi. 

CEO Doug McMillon menambahkan bahwa margin ritel yang tipis tidak memungkinkan perusahaan menyerap seluruh beban tarif, sehingga sebagian besar beban terpaksa dialihkan ke harga konsumen.

Presiden Trump bahkan sempat mendesak Walmart melalui media sosial untuk menyerap biaya tersebut agar tak membebani konsumen. 

Namun realitas operasional menunjukkan bahwa efisiensi harga punya batas ketika tarif berdampak langsung pada biaya pokok barang masuk.

Walmart Stabil, Target Pangkas Proyeksi

Walmart mempertahankan panduan konservatif untuk tahun fiskal 2026 dengan proyeksi kenaikan penjualan bersih antara 3% hingga 4%, serta laba per saham disesuaikan antara $2.50–$2.60.

Sebaliknya, Target memangkas proyeksinya secara agresif. Penjualan diperkirakan turun tipis (lowsingle digit), dengan EPS diturunkan menjadi $7.00–$9.00, dari sebelumnya $8.80–$9.80.

Secara yeartodate, saham Walmart naik 8%, sementara Target jatuh 27%, jauh tertinggal dibanding S&P 500 yang stagnan sepanjang 2025.

Walmart Unggul dari Target di 2025, Strategi Produk dan Harga Jadi Penentu
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan