Jun 30, 2025

Trump, ETF, dan Regulasi Dorong Bitcoin Tembus $101K: Apa Dampaknya bagi Investor?

Default Featured Image

Bitcoin kembali menggetarkan dunia keuangan global dengan lonjakan harga yang menembus angka $101.700. Setelah hampir tiga bulan bertahan di bawah level psikologis $100.000, BTC akhirnya menunjukkan ototnya bukan hanya karena spekulasi pasar, tapi juga berkat kombinasi kebijakan geopolitik, reformasi regulasi, dan adopsi institusional yang makin tak terbendung.

Trump dan “Kesepakatan Dagang” Jadi Pemicu Awal

Langkah agresif mantan Presiden AS, Donald Trump, yang kembali menjadi headline lewat pengumuman kesepakatan dagang dengan Inggris, menjadi katalis kuat. Dalam unggahan di Truth Social, Trump menegaskan bahwa beberapa kesepakatan besar lainnya juga tengah digodok dengan negara-negara mitra seperti Tiongkok, yang akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan di Swiss pada 10 Mei.

Dampaknya langsung terasa: Dow Jones melonjak 500 poin, S&P 500 naik 1,47%, dan BTC mencatatkan reli signifikan ke $101.707.

“Many other deals, which are in serious stages of negotiation, to follow!” Donald Trump

Pasar menangkap pesan ini sebagai sinyal bahwa AS siap menurunkan ketegangan dagang dan membuka keran investasi kondisi yang ideal untuk aset-aset lindung nilai seperti Bitcoin.

Dukungan Regulasi Bitcoin Bukan Lagi Anak Nakal Sistem Keuangan

Lebih dari sekadar retorika politik, perubahan nyata juga datang dari lembaga keuangan dan regulator AS:

* Missouri telah mengesahkan Bill 594 yang menghapus pajak capital gain untuk transaksi kripto.
 
* Dua negara bagian AS kini melegalkan pembentukan strategic Bitcoin reserves, langkah bersejarah yang menandakan pengakuan terhadap BTC sebagai aset cadangan jangka panjang.
 
* OCC (Office of the Comptroller of the Currency) mengizinkan bank untuk berdagang kripto dan menggunakan pihak ketiga dalam aktivitas kustodian.
 
* FDIC memberikan lampu hijau bagi bank untuk memegang dan menawarkan layanan terkait aset digital.

Semua ini menciptakan suasana yang belum pernah terjadi sebelumnya: Bitcoin kini resmi diadopsi oleh arsitektur keuangan tradisional.

Institusi Masuk Besar-Besaran Lewat ETF dan Treasury

Sinyal lain yang mendukung lonjakan harga datang dari sektor investasi institusional. Arus masuk (inflows) ke ETF Bitcoin spot melonjak drastis dalam sepekan terakhir. Perusahaan publik di AS dan luar negeri juga mulai menyusun portofolio cadangan mereka dengan BTC, mengingat kestabilan pasokan dan sifat anti-inflasi dari aset ini.

Analis pasar @Macroscope di X menyatakan, “Saya mengawasi dengan ketat sekarang. Kunci utamanya: apakah $100K bisa menjadi support permanen?

Lonjakan ke level $101.000 sempat dipicu oleh likuidasi posisi short di pasar futures senilai $241 juta, namun banyak pihak percaya bahwa fundamental BTC kali ini jauh lebih kuat dibanding reli sebelumnya di 2021–2022.

Momen Kritis Apakah BTC Akan Terus Naik?

Level $100.000 bukan hanya angka bulat; ia merupakan simbol psikologis dan indikator kestabilan baru. Jika Bitcoin mampu mempertahankan posisi ini sebagai support bukan hanya sebagai lonjakan sementara maka target jangka menengah di $120.000 hingga $135.000 menjadi lebih realistis.

Namun, ada beberapa variabel yang perlu dicermati:

* Keberlanjutan dukungan politik dari pemerintahan AS berikutnya.
 
* Reaksi bank sentral terhadap adopsi BTC dalam cadangan negara.
 
* Potensi konflik regulasi lintas negara jika arus dana ke kripto makin deras.

Bitcoin Masuk Era Baru?

Bitcoin tak lagi sekadar “eksperimen desentralisasi” atau “emas digital” yang menunggu legalitas. Ia kini telah merambah ke meja perundingan dagang, neraca keuangan negara bagian, dan neraca laba rugi korporasi.

Dengan kebijakan fiskal dan moneter dunia yang mulai melunak terhadap kripto, $101.000 bisa jadi bukan akhir melainkan awal dari fase baru yang lebih mapan dan struktural.

Bitcoin sudah bukan ‘alternatif’. Ia mulai menjadi bagian dari sistem.

Trump, ETF, dan Regulasi Dorong Bitcoin Tembus $101K: Apa Dampaknya bagi Investor?
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan