Saham Walmart Tergelincir Usai Rilis Laporan Keuangan
Saham Walmart Inc. (NYSE: WMT) anjlok lebih dari 4% pada perdagangan Kamis (21/8) setelah perusahaan ritel terbesar di dunia itu merilis laporan keuangan kuartal II 2025. Penurunan harga saham ini menyeret Dow Jones Industrial Average ikut melemah, meski sebenarnya pendapatan Walmart tumbuh lebih baik dari ekspektasi.
Kekecewaan pasar dipicu oleh laba kuartalan yang tidak sesuai harapan. Walmart membukukan adjusted earnings per share (EPS) sebesar $0,68, lebih rendah dari konsensus analis $0,73.
Pendapatan Naik, Tapi Laba Tertekan
Jika dilihat dari sisi penjualan, performa Walmart sebenarnya solid. Pendapatan tumbuh 5% YoY menjadi $177,4 miliar, melampaui proyeksi konsensus sebesar $175,97 miliar.
Beberapa highlight kinerja Q2 2025 Walmart:
- Penjualan sebanding (U.S. comparable sales): naik 4,3%, mengalahkan proyeksi 4,1%.
- Pertumbuhan e-commerce global: melonjak 25%, jauh di atas estimasi 17,2%. Pendorong utama adalah layanan pickup & delivery dari toko serta pertumbuhan marketplace.
- Operating income: turun lebih dari 8% karena beban hukum (legal items) dan restrukturisasi.
Menurut CFO Walmart, John David Rainey, kenaikan biaya akibat tarif impor juga masih menekan profitabilitas perusahaan.
Prospek 2025: Walmart Tetap Optimis
Meski laba kuartal ini meleset, manajemen Walmart tetap percaya diri. Perusahaan justru menaikkan proyeksi tahun penuh (full-year guidance):
- Revenue growth: 3,75% – 4,75% (dari sebelumnya lebih rendah)
- Adjusted EPS: $2,52 – $2,62 (lebih tinggi dari konsensus)
Untuk kuartal berikutnya, Walmart memperkirakan pendapatan masih tumbuh 3,75% – 4,75% dengan adjusted EPS di kisaran $0,58 – $0,60, keduanya lebih baik dari perkiraan analis.
Dengan outlook ini, analis JPMorgan menilai laporan Walmart tidak mengubah “bull case” jangka panjang. Artinya, meski ada tekanan jangka pendek, prospek saham Walmart tetap positif.
Mengapa Investor Tetap Optimis?
Ada beberapa alasan mengapa Walmart masih dianggap “safe haven” di sektor ritel AS:
- Diversifikasi produk: Walmart unggul di kategori groceries (kebutuhan sehari-hari) yang cenderung defensif saat inflasi tinggi.
- Skala logistik: Kapasitas distribusi yang masif membuat Walmart bisa menjaga harga tetap kompetitif.
- E-commerce berkembang pesat: Pertumbuhan digital 25% menunjukkan Walmart semakin kuat dalam bersaing dengan Amazon.
- Rekomendasi analis: Semua 12 analis yang disurvei Visible Alpha masih memberi rekomendasi buy untuk saham Walmart.
Perbandingan dengan Target dan Amazon
Laporan ini datang hanya sehari setelah Target (TGT) merilis laporan Q2 2025 yang menunjukkan penjualan turun tipis 0,9% dan laba bersih anjlok 21,5%. Dibanding Target, Walmart jauh lebih tangguh karena tetap mampu menjaga pertumbuhan penjualan seiring kebutuhan pokok yang mendominasi portofolionya.
Namun, jika dibandingkan dengan Amazon (AMZN), Walmart masih punya tantangan besar. Amazon mencatat pertumbuhan e-commerce dua digit plus dukungan laba dari segmen cloud (AWS). Dengan demikian, Walmart perlu terus memperkuat strategi hybrid retail untuk mengimbangi dominasi Amazon.
Dampak Bagi Investor Saham
Meski saham Walmart turun 4% setelah rilis laporan, secara year-to-date (YTD) harga sahamnya masih naik sekitar 14% hingga level $102,57.
Bagi investor jangka panjang, pelemahan ini bisa dianggap sebagai peluang akumulasi, mengingat:
- Guidance perusahaan justru naik
- Fundamental penjualan tetap kuat
- E-commerce tumbuh agresif
Namun, risiko tetap ada dari sisi biaya hukum, tarif impor, dan restrukturisasi yang bisa menggerus margin.
Laporan Walmart Q2 2025 adalah gambaran “dua sisi mata uang”: pendapatan kuat, e-commerce melejit, tapi laba bersih meleset karena tekanan biaya. Pasar bereaksi negatif dalam jangka pendek, tapi prospek jangka panjang tetap solid.
Pertanyaannya: apakah pelemahan saham ini hanya “buy the dip” moment bagi investor, atau tanda awal tekanan profitabilitas yang lebih panjang?