Jun 29, 2025

Saham Trump Melonjak Setelah Kemenangan Pilpres AS, Tapi Apakah Bertahan Lama?

Default Featured Image

Pasar saham bereaksi cepat terhadap hasil pemilihan presiden Amerika Serikat. Saham Trump Media & Technology Group (DJT) meroket hingga 25% pada perdagangan Rabu setelah Donald Trump mengalahkan Kamala Harris dan mengamankan kemenangan sebagai presiden ke-47 AS. Namun, euforia tersebut tidak bertahan lama, karena saham akhirnya ditutup hanya naik sekitar 6% setelah mengalami volatilitas tinggi sepanjang hari.

Dengan kemenangan Trump di Wisconsin, ia berhasil mengumpulkan 270 suara elektoral yang diperlukan untuk mengklaim Gedung Putih, sebagaimana dikonfirmasi oleh Associated Press. Hal ini membawa dampak besar bagi aset dan bisnis terkait Trump, terutama Truth Social, platform media sosial miliknya yang bernaung di bawah Trump Media.

Trump Jadi Miliarder Lebih Kaya

Sebagai pemegang sekitar 60% saham DJT, kemenangan ini secara langsung menambah kekayaan Trump. Dengan harga saham yang saat ini berada di sekitar $36 per lembar, Trump Media memiliki kapitalisasi pasar sebesar $7,2 miliar. Ini berarti kepemilikan Trump bernilai sekitar $4,3 miliar, meningkat sekitar $500 juta hanya dalam semalam.

Namun, apakah lonjakan ini akan bertahan?

Para analis melihat saham DJT sebagai taruhan biner terhadap kemenangan atau kekalahan Trump dalam pemilu. Matthew Tuttle, CEO Tuttle Capital Management, mengatakan bahwa pergerakan saham DJT mengikuti pola klasik “buy the rumor, sell the fact”, di mana investor membeli saham berdasarkan spekulasi sebelum peristiwa besar dan menjual setelahnya.

“Saya membayangkan bahwa sehari setelah kemenangan Trump, saham ini akan turun. Jika dia kalah, saya pikir ini akan jatuh ke nol,” ujar Tuttle kepada Yahoo Finance.

DJT Saham Meme atau Aset Investasi Serius?

Tak bisa dipungkiri, saham DJT memiliki karakteristik mirip dengan saham meme seperti GameStop (GME) dan AMC. Steve Sosnick, kepala strategi di Interactive Brokers, mengungkapkan bahwa DJT telah berkembang menjadi fenomena tersendiri di pasar modal.

“Ketika saham mengalami volatilitas tinggi dalam satu arah, biasanya akan terjadi hal yang sama ke arah sebaliknya,” jelasnya.

Saham Trump Media sebelumnya mengalami penurunan tajam setelah periode lockup berakhir pada September, tetapi mulai pulih menjelang pemilu karena pasar taruhan—baik domestik maupun internasional berpihak pada Trump.

Meski demikian, fundamental perusahaan masih menjadi tanda tanya besar. DJT baru saja merilis laporan keuangan kuartal ketiga, mengungkapkan kerugian bersih sebesar $19,25 juta pada periode yang berakhir 30 September. Meskipun lebih kecil dibandingkan kerugian $26,03 juta tahun sebelumnya, ini tetap menjadi sinyal bahwa perusahaan belum mencapai profitabilitas.

Pendapatan DJT juga mengalami sedikit penurunan, hanya $1,01 juta, turun dari $1,07 juta pada kuartal yang sama tahun lalu. Bahkan, dalam sembilan bulan terakhir hingga 30 September, pendapatan anjlok 23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, perusahaan baru-baru ini mengumumkan bahwa Chief Operating Officer (COO) mereka telah mengundurkan diri pada bulan September, menambah ketidakpastian terhadap arah perusahaan ke depan.

Truth Social, Mampukah Bersaing?

Trump mendirikan Truth Social setelah dilarang dari platform besar seperti Facebook (META) dan Twitter (sekarang X) akibat insiden Kerusuhan Capitol 6 Januari 2021. Namun, setelah akunnya dipulihkan di platform-platform tersebut, daya tarik Truth Social sebagai media sosial eksklusif untuk pendukung Trump mulai dipertanyakan.

Sebagai platform yang dirancang untuk menantang raksasa media sosial, Truth Social masih jauh dari kesuksesan. Dengan pendapatan yang stagnan dan belum menunjukkan profitabilitas, banyak yang meragukan apakah perusahaan ini bisa bertahan di tengah persaingan ketat industri media sosial.

Momentum atau Gelembung?

Saham DJT saat ini bergerak liar di tengah euforia kemenangan Trump. Namun, dengan fundamental perusahaan yang lemah, volatilitas ekstrem, dan statusnya sebagai saham meme, pertanyaannya adalah: Apakah lonjakan ini akan bertahan, atau hanya gelembung spekulatif yang segera pecah?

Satu hal yang pasti, selama Trump tetap menjadi pusat perhatian politik dan bisnis, saham DJT akan terus menjadi sorotan investor dan spekulan pasar.

Saham Trump Melonjak Setelah Kemenangan Pilpres AS, Tapi Apakah Bertahan Lama?
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan