Pada hari Senin yang mendung bagi para pemegang saham Tesla, Inc. (NASDAQ: TSLA), harga saham perusahaan anjlok tajam sebesar 6,79% hingga ditutup di level USD 293,94.
Dalam hitungan jam, valuasi pasar perusahaan kendaraan listrik ini menguap lebih dari USD 68 miliar. Penyebabnya bukan soal teknis atau fundamental, melainkan politik. Tepatnya, Elon Musk dan ambisinya untuk terjun langsung ke dalamnya.
Ya, Anda tidak salah baca: CEO Tesla yang nyentrik itu mengumumkan rencana pembentukan partai politik baru bernama “America Party”, dan berjanji akan menargetkan 2-3 kursi Senat serta 8-10 kursi di DPR AS.
Tujuannya? Menjadi kekuatan penentu dalam legislasi kontroversial agar, menurutnya, bisa lebih “merepresentasikan kehendak rakyat.”
Namun langkah ini memicu kekhawatiran serius di kalangan investor dan analis Wall Street. Banyak yang melihat manuver politik Musk ini sebagai distraksi besar-besaran di saat Tesla sedang menghadapi tekanan dari persaingan industri, perlambatan permintaan EV global, serta tekanan margin akibat perang harga di Tiongkok.
“Langkah Musk untuk menyelami dunia politik dan mencoba melawan establishment di Washington adalah arah yang sepenuhnya bertolak belakang dari apa yang diharapkan investor Tesla saat ini,” ujar Wedbush Securities dalam catatannya yang dikutip oleh The Guardian.
Duel Dua Ego Besar: Musk vs. Trump
Situasi makin panas ketika Donald Trump kandidat kuat dari Partai Republik untuk Pilpres 2024 menyebut Musk sebagai “kereta yang anjlok.” Dalam pernyataan publiknya, Trump mengaku kecewa melihat bagaimana Musk “keluar jalur” dalam beberapa pekan terakhir. Sebuah komentar yang menyulut kembali konflik lama antara keduanya.
Perlu diingat, hubungan Musk-Trump memang sudah lama penuh dinamika. Dari saling puji saat peluncuran SpaceX hingga saling sindir saat pandemi dan kebijakan lockdown. Tapi kali ini, konfliknya bukan sekadar perbedaan pandangan ini tentang dominasi wacana di era politik pasca-Trump.
Investor Pusing, Pasar Gelisah
Anjloknya saham Tesla tak bisa dilepaskan dari kekhawatiran investor bahwa fokus Musk mulai terpecah. Ini bukan pertama kalinya. Sejak akuisisi Twitter (sekarang X), Musk dikritik karena terlalu banyak mengurusi isu-isu non-inti, dari kebebasan berbicara hingga AI, dari Neuralink hingga Dogecoin.
Namun, pembentukan partai politik? Itu level baru. Sementara Tesla sendiri saat ini menghadapi sejumlah tantangan:
- Persaingan ketat dari BYD di Tiongkok, pasar terbesar EV dunia. Penjualan Tesla di sana menunjukkan tanda-tanda stagnasi.
- Margin keuntungan yang menurun akibat diskon besar-besaran untuk mengejar volume penjualan.
- Penundaan Cybertruck dan belum jelasnya roadmap teknologi otonom penuh (FSD) yang dijanjikan Musk sejak lama.
Efek Domino: Dari Wall Street ke Silicon Valley
Analis juga memperingatkan bahwa drama Musk bisa berdampak lebih luas ke pasar teknologi. Saham-saham growth yang selama ini “menempel” pada Tesla seperti Nvidia, AMD, bahkan Apple dan Alphabet sempat berfluktuasi akibat ketidakpastian pasar.
Bahkan, menurut laporan Business Insider, kekayaan pribadi Musk sendiri menyusut USD 15 miliar hanya dalam sehari. Sinyal bahwa investor kini mulai memperhitungkan kembali “Elon risk” dalam valuasi sahamnya.
Apa Selanjutnya?
Apakah ini pertanda bahwa Musk mulai mengalihkan ambisinya dari teknologi ke kekuasaan politik? Jika iya, maka Tesla sebagai brand dan saham mungkin sedang menghadapi era baru yang penuh ketidakpastian.
Para investor dan pemangku kepentingan kini menunggu: apakah Dewan Direksi Tesla akan turun tangan? Atau Musk akan terus melaju dengan misi politiknya sambil menyerahkan urusan otomotif pada autopilot?
Satu hal yang pasti: ketika ego, politik, dan pasar saham bertemu dalam satu panggung, maka pertunjukan ini belum akan berakhir. Tapi untuk saat ini, investor Tesla jelas sedang tidak dalam posisi nyaman.
Pergerakan saham Tesla bisa menjadi indikator sentimen pasar terhadap politisasi tokoh-tokoh industri. Dalam beberapa bulan ke depan, aksi Musk ini bisa menjadi studi kasus penting tentang bagaimana personal branding CEO dapat menjadi aset atau liabilitas terbesar sebuah perusahaan publik.
Jika investor retail yang masih menggenggam TSLA, saatnya bertanya: beli Tesla karena mobilnya, teknologinya, atau Elonnya? Karena sekarang, Elon sedang mengendarai kendaraan yang berbeda dan bukan ke arah yang diharapkan pasar.
0 comments