Jun 29, 2025

Penurunan Harga Bitcoin di Bawah $90 Ribu Didorong Oleh Investor yang Bersiap Menghadapi Risiko Ekonomi yang Akan Datang

Default Featured Image

Bitcoin Mengalami Tekanan Jual Besar-Besaran

Pada 13 Januari, harga Bitcoin (BTC) mengalami penurunan signifikan, turun di bawah Rp90.000 untuk pertama kalinya dalam delapan minggu terakhir. Penurunan tersebut mencapai 12,5% selama sepekan, yang berujung pada berkurangnya optimisme para pelaku pasar. Kendati demikian, indikator derivatif Bitcoin memperlihatkan pandangan netral hingga bearish, menunjukkan bahwa investor besar dan pelaku pasar utama tidak terlalu terpengaruh oleh situasi ini.

Premi Tahunan Futures Bitcoin Selama 2 Bulan

Kontrak bulanan futures Bitcoin biasanya diperdagangkan dengan harga lebih tinggi dibandingkan pasar spot, karena waktu penyelesaian yang lebih panjang. Saat ini, premi tahunan sebesar 11% berada di atas kisaran netral 5% hingga 10%, yang menunjukkan optimisme para pelaku pasar. Selain itu, tingkat pendanaan untuk kontrak perpetual BTC, yang lebih sering digunakan pedagang ritel, masih tetap positif, menandakan adanya sentimen netral hingga positif.

Tingkat Pendanaan Kontrak Perpetual Bitcoin

Pada 13 Januari, tingkat pendanaan sempat negatif dalam waktu singkat karena tingginya minat terhadap posisi jual. Kondisi ini sejalan dengan terjadinya likuidasi sebesar $107 juta dari posisi long yang menggunakan leverage. Namun, tingkat pendanaan segera kembali ke 0,5% bulanan, menandakan tidak adanya tekanan bearish yang bertahan lama di pasar futures Bitcoin.

Tekanan Harga Bitcoin Seiring Penarikan Investor dari Pasar Berisiko

Sentimen investor memburuk setelah indeks S&P 500 tidak mampu bertahan di atas level 6.000 pada 6 Januari, yang diikuti penurunan sebesar 4,1% selama minggu berikutnya. Laporan tenaga kerja AS yang lebih baik dari perkiraan memunculkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lebih lama.

Ketidakpastian ini menyebabkan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun naik ke level tertinggi sejak November 2023, yang menunjukkan bahwa para investor meminta imbal hasil lebih tinggi sebagai kompensasi untuk memegang obligasi pemerintah. Hal ini biasanya mencerminkan kekhawatiran terhadap inflasi atau kemungkinan resesi, diperparah oleh melemahnya kinerja pasar saham.

Penguatan Dolar AS dan Sikap Hati-Hati Investor

Penguatan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya, yang diukur dengan indeks DXY, menunjukkan bahwa para investor besar cenderung mengamankan asetnya dengan memilih uang tunai dan obligasi jangka pendek. Situasi geopolitik juga memanas setelah Amerika Serikat memperketat sanksi terhadap ekspor minyak mentah Rusia, yang berisiko mengganggu rantai pasokan ke negara konsumen utama seperti China dan India.

Beberapa analis menyatakan bahwa kinerja Bitcoin belakangan ini sangat dipengaruhi oleh MicroStrategy. Pada 13 Januari, perusahaan ini mengumumkan telah membeli tambahan 2.530 BTC dalam sepekan terakhir, sehingga total kepemilikan Bitcoinnya meningkat secara signifikan. Pembelian tersebut didukung oleh dana hasil penjualan saham sebesar $6,5 miliar, dan perusahaan juga merencanakan penggalangan dana sebesar $2 miliar melalui penerbitan saham preferen perpetual.

Arus Masuk dan Keluar Bitcoin dari Institusi Menunjukkan Sentimen Campuran

ETF Bitcoin berbasis spot yang diperdagangkan di bursa AS mengalami arus keluar sebesar $718 juta dalam dua hari terakhir, yang menimbulkan kekhawatiran terhadap minat investor institusional. Namun, arus masuk sebesar $1,94 miliar selama tiga hari sebelumnya menunjukkan bahwa kesimpulan mengenai berkurangnya minat terhadap Bitcoin mungkin terlalu dini. Meskipun sempat berfluktuasi, Bitcoin tetap mencatatkan kenaikan sebesar 37% dalam 90 hari terakhir, yang menegaskan ketangguhannya.

Investor perlu memperhitungkan risiko yang muncul akibat potensi perlambatan ekonomi global, karena ketidakpastian membuat mereka cenderung memilih instrumen berbasis uang tunai. Terlepas dari kebijakan yang akan diambil Presiden terpilih Donald Trump, prospek fiskal AS pada 2025 diperkirakan tetap sulit.

Dengan ruang gerak kebijakan yang terbatas untuk mencegah inflasi tanpa memicu resesi, risiko terjadinya perlambatan ekonomi tetap tinggi. Kondisi ini bisa menekan minat investor terhadap Bitcoin dalam jangka pendek, karena mereka akan lebih mengutamakan keamanan dibandingkan investasi pada aset yang dianggap berisiko.

Penurunan Harga Bitcoin di Bawah $90 Ribu Didorong Oleh Investor yang Bersiap Menghadapi Risiko Ekonomi yang Akan Datang
by Albert Agung


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan