Jun 30, 2025

Microsoft Uji Hasil Investasi AI di Tengah Ancaman Tarif

Default Featured Image

Microsoft dijadwalkan merilis laporan keuangan kuartal ketiga setelah penutupan market hari ini, dengan fokus tajam dari Wall Street terhadap satu hal utama: apakah investasi besar-besaran perusahaan di sektor kecerdasan buatan mulai menunjukkan hasil? 

Namun, ketegangan tambahan muncul dari ketidakpastian ekonomi pasca pengumuman “Liberation Day Tariffs” oleh Presiden Donald Trump yang menimbulkan kekhawatiran belanja korporasi akan melambat.

Perusahaan diperkirakan akan mencatat laba per saham (EPS) sebesar $3.21 dari pendapatan sebesar $68.4 miliar, naik dari $2.94 dan $61.8 miliar pada periode yang sama tahun lalu, menurut estimasi konsensus Bloomberg.

Namun, Analis Wedbush, Dan Ives, memperingatkan bahwa 10–15% proyek AI dan cloud yang tengah dipantau kemungkinan akan tertunda akibat tekanan geopolitik dan ketidakpastian fiskal. Microsoft, sebagai pemain utama, berada dalam sorotan pada masa transisi ini.

Perlambatan Pembangunan AI dan Tekanan Kapasitas

Sebagai bagian dari penghematan, Microsoft dilaporkan membatalkan sejumlah kontrak sewa pusat data dan memperlambat beberapa proyek AI tahap awal. 

Presiden Microsoft Cloud Operations and Innovation, Noelle Walsh, mengonfirmasi penyesuaian strategi ini melalui unggahan di LinkedIn.

Tekanan juga datang dari sisi permintaan. Microsoft mengakui kapasitas layanan AI belum mampu memenuhi kebutuhan pelanggan secara penuh, menunjukkan adanya batasan infrastruktur di tengah lonjakan permintaan global.

Pertumbuhan Melambat, Tapi AI Dorong Azure

Segmen cloud komersial diproyeksikan menghasilkan $42.2 miliar, naik dari $35.1 miliar tahun lalu. Azure, andalan Microsoft di ranah cloud dan AI diharapkan tumbuh 30.9%, sedikit menurun dari 35% pada Q3 2024. 

Meski begitu, kontribusi AI terhadap pendapatan Azure diperkirakan melonjak 15.6% secara kuartalan — kenaikan terbesar sejak Q2 2024.

Sementara itu, unit Productivity and Business Processes diprediksi tumbuh 9.8% menjadi $29.6 miliar, dan segmen More Personal Computing — yang mencakup lisensi Windows, game, dan pencarian — diperkirakan hanya naik tipis menjadi $12.6 miliar.

Microsoft juga akan mengakhiri dukungan Windows 10 pada Oktober 2025. Analis memperkirakan ini akan memicu siklus pembelian PC baru, mendorong adopsi Windows 11 dan mendorong penjualan di segmen tersebut.

### Outlook Dipantau Ketat, Tarik Ulur Antara Optimisme dan Kehati-hatian

Dengan rival seperti Google memberikan panduan optimis dan Intel justru mengecewakan pasar, investor berharap Microsoft memberikan arahan keuangan yang realistis namun tetap menjanjikan. 

Analis Jefferies Brent Thill memperkirakan perusahaan mungkin akan menyematkan “konservatisme ekstra” dalam panduan kuartal keempat sebagai langkah mitigasi atas risiko tarif dan fluktuasi makroekonomi.

Saham Microsoft saat ini turun 7% sejak awal tahun dan melemah 3% dalam 12 bulan terakhir. 

Dengan hasil pendapatan kuartalan dan panduan masa depan yang akan segera diumumkan, para investor kini menunggu apakah Microsoft bisa memberikan bukti nyata bahwa investasi AI-nya bukan sekadar janji — melainkan awal dari pertumbuhan berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.

Microsoft Uji Hasil Investasi AI di Tengah Ancaman Tarif
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan