Tujuh raksasa teknologi yang dikenal sebagai Magnificent Seven yakni Apple, Microsoft, Alphabet (Google), Amazon, Nvidia, Meta, dan Tesla kembali menjadi sorotan tajam pasar.
Namun, berbeda dengan reli kolektif mereka di 2024, paruh pertama tahun 2025 memperlihatkan perbedaan performa yang mencolok antar saham mega-cap ini. Beberapa melonjak ke rekor baru, sementara lainnya harus menghadapi tekanan tajam akibat prospek yang melemah, kekhawatiran regulasi, serta efek tarif dagang dari Gedung Putih.
Nvidia: Raja AI Terus Naik Tak Terbendung
Nvidia (NVDA) kembali menorehkan sejarah. Saham perusahaan semikonduktor berbasis di Santa Clara itu naik 2% pada Rabu dan mencetak rekor tertinggi baru, terus menanjak jauh di atas titik beli $153,13 yang dibentuk sejak awal tahun.
Performa luar biasa Nvidia masih ditopang oleh permintaan chip AI yang melonjak dan pendapatan kuartalan yang melampaui ekspektasi. Pada Q1 fiskal yang berakhir 27 April, Nvidia mencatat laba $0,81 per saham dari penjualan $44,06 miliar jauh di atas ekspektasi analis sebesar $0,73 EPS dan $43,34 miliar pendapatan.
CEO Jensen Huang menegaskan keyakinannya pada arah kebijakan Presiden Trump terkait industri AI. Huang menyebut empat katalis positif bagi pasar AI tahun ini: peningkatan kebutuhan inference reasoning, munculnya agentic AI, pertumbuhan AI industri, dan pembatalan aturan Biden soal AI Diffusion.
Tesla: Dari Bintang ke Beban?
Di sisi lain, Tesla (TSLA) justru mencatat penurunan hampir 1% dan mendekati titik terendah mingguan. Sejak puncak Desember 2024 di $488,53, harga saham Tesla kini terpangkas sekitar 40%.
Tekanan datang dari laporan keuangan Q1 yang mengecewakan laba anjlok 40% menjadi $0,27 per saham dan pendapatan turun 9% menjadi $19,33 miliar.
Tesla menyatakan akan meninjau kembali proyeksi 2025 dalam update Q2 mendatang, dengan alasan ketidakpastian dampak kebijakan perdagangan terhadap rantai pasok otomotif dan energi.
Amazon & Meta: Konsolidasi yang Solid
Saham Amazon (AMZN) naik 1,5% dan kini diperdagangkan di atas titik beli $214,84, menyusul laporan Q1 yang menunjukkan laba $1,59 per saham dari pendapatan $155,7 miliar.
Meski divisi cloud mengalami tekanan, pertumbuhan laba tahunan sebesar 62% menjadi angin segar bagi investor.
Meta Platforms (META) juga menunjukkan momentum kuat, naik 2% dan keluar dari zona beli setelah menembus titik $662,67. CEO Mark Zuckerberg menggarisbawahi strategi agresif Meta di sektor AI, yang tercermin dalam laba Q1 sebesar $6,43 per saham dari pendapatan $42,3 miliar.
Alphabet & Microsoft: Stabil dan Bertumbuh
Alphabet (GOOGL) melonjak 1,9% dan mendekati titik beli $181,23, pasca laporan keuangan yang melampaui ekspektasi. Laba per saham naik 48% menjadi $2,81, sementara margin operasi mencapai 40%.
Pendapatan tumbuh 12% menjadi $90,2 miliar, terbantu dari segmen iklan pencarian.
Microsoft (MSFT) tampil memukau dengan laba $3,46 per saham dan pendapatan $70,07 miliar, mengalahkan estimasi analis. Pertumbuhan tahunan laba 18% dan pendapatan 13% memperkuat posisi Microsoft sebagai pemimpin SaaS dan cloud enterprise.
Apple: Kuat, Tapi Tidak Spektakuler
Apple (AAPL) mencatat penurunan 0,8% namun masih bertahan di atas garis 50-day moving average. Pada Q2 fiskal, Apple meraih laba $1,65 per saham dari penjualan $95,4 miliar.
Meskipun mengalahkan ekspektasi, investor masih khawatir terhadap dampak tarif dagang dan gugatan hukum atas lini layanan digital perusahaan.
Pasar Mulai Selektif di Era AI dan Tariff War
Dengan peran vital dalam indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite, dinamika kinerja Magnificent Seven akan terus mendikte arah pasar. Reli Nvidia dan rebound Amazon-Meta memperlihatkan optimisme terhadap teknologi berbasis AI dan layanan digital, sementara tekanan pada Tesla dan Apple menunjukkan bahwa bahkan bintang besar tak kebal terhadap realitas makro dan geopolitik.
Satu hal jelas: pasar sedang memilah siapa pemenang sejati dalam perlombaan AI, efisiensi operasional, dan ketahanan terhadap gangguan global.
ETF Roundhill Magnificent Seven (MAGS) naik 1% pada Rabu, menandakan investor ritel masih antusias terhadap grup saham ini secara kolektif, meski pergerakan individu mulai kontras.
Kita akan melihat apakah laporan keuangan Q2 nanti akan memperkuat seleksi ini atau justru mengembalikan harmoni di antara para raksasa.
0 comments