Sentimen Pasar Berbalik: Dari Euforia ke Kekhawatiran
Setelah beberapa bulan penuh euforia, Wall Street kini mulai menarik napas panjang soal AI. Saham teknologi, khususnya yang berkaitan erat dengan infrastruktur kecerdasan buatan, mengalami penurunan dua hari berturut-turut.
- Amazon (AMZN) & Apple (AAPL) turun hampir 2%.
- Alphabet (GOOGL) melemah sekitar 1%.
- Nvidia (NVDA), ikon “AI trade,” sempat jatuh 3,5% pada Selasa, meski akhirnya hanya terkoreksi tipis Rabu.
- Micron (MU) justru anjlok lebih dalam, sekitar 4%.
- Sementara CoreWeave (CRWV) pemain murni AI data center yang jadi pemasok Microsoft & Meta sudah kehilangan lebih dari 20% dalam lima sesi terakhir.
Investor tampak melakukan rotasi keluar dari saham AI, seolah mengambil untung setelah reli besar sepanjang tahun ini.
Sumber Kekhawatiran: MIT dan Sam Altman
Dua faktor utama memicu kekhawatiran pasar:
- Laporan MIT Project NANDA: 95% perusahaan yang diteliti tidak mendapatkan return dari investasi AI mereka. Artinya, banyak yang membakar dana besar tanpa hasil nyata.
- Komentar mengejutkan Sam Altman (CEO OpenAI): setelah mengamankan pendanaan miliaran dolar, ia menyebut AI saat ini berada dalam fase “bubble”. Menurutnya, investor terlalu bersemangat terhadap sebutir kebenaran yang dibesar-besarkan.
Kombinasi laporan akademik + komentar dari salah satu tokoh AI paling berpengaruh di dunia jelas mengguncang psikologi pasar.
Dari DeepSeek hingga Nvidia: Roller Coaster AI
Awal tahun ini, pasar juga sempat diguncang oleh DeepSeek, perusahaan AI asal Tiongkok yang meluncurkan model lebih murah dan efisien. Hal itu menimbulkan pertanyaan: apakah investasi triliunan dolar dari raksasa teknologi AS benar-benar efisien?
Namun optimisme kembali muncul setelah laporan keuangan Alphabet, Meta, dan Amazon yang melampaui ekspektasi, menunjukkan AI memang memberi dorongan nyata pada bisnis inti mereka.
Kini, sentimen berbalik lagi. Seperti kata analis Gil Luria dari DA Davidson:
“Ini hanyalah pendulum yang bergerak kembali.”
Dengan kata lain, pasar sedang berayun dari euforia ke realitas.
Investor Terbelah: “Bubble” atau “Awal Revolusi”?
Pandangan analis kini pecah menjadi dua kubu:
- Kubu Skeptis: AI masih punya aplikasi terbatas (chatbot, search engine), sementara biaya infrastruktur terlalu besar. Kenaikan harga saham dianggap spekulatif.
- Kubu Optimis: AI baru saja dimulai. Wedbush Securities menyebut kita masih di early days dari revolusi AI, dengan “triliunan dolar” belanja infrastruktur yang bisa menopang pasar 2–3 tahun ke depan.
Nvidia bahkan tetap disebut sebagai “Godfather of AI” yang memimpin tren, meski sahamnya kini rentan koreksi jangka pendek.
Fokus Berikutnya: Laporan Keuangan Nvidia
Semua mata kini tertuju pada laporan earnings Nvidia yang akan keluar 27 Agustus. Sebagai pemasok utama chip AI (GPU H100 dan generasi berikutnya), Nvidia menjadi barometer kesehatan pasar AI.
Jika hasil Nvidia kembali melampaui ekspektasi, mungkin pasar akan kembali euforia. Namun jika meleset, kekhawatiran gelembung bisa berubah menjadi aksi jual yang lebih besar.
Refleksi: Apakah Ini 2000-an Jilid Dua?
Fenomena ini mengingatkan pada era dot-com bubble tahun 2000: euforia besar, dana miliaran masuk, banyak perusahaan tanpa fundamental kuat. Namun, dari reruntuhan dot-com, lahirlah raksasa seperti Amazon dan Google.
Mungkin AI sedang berada di titik serupa: banyak yang gagal, tapi juga ada sedikit pemenang besar yang akan menguasai dunia.
Gelombang jual saham teknologi menunjukkan bahwa pasar mulai realistis terhadap hype AI.
- Apakah benar ini gelembung yang siap pecah?
- Atau justru hanya koreksi sehat sebelum tren lebih panjang?
Jawabannya bisa datang dalam hitungan minggu dimulai dari laporan Nvidia akhir Agustus.
Satu hal pasti: AI tetap jadi medan pertempuran terbesar di pasar global. Dan seperti biasa di Wall Street, yang sabar dan selektiflah yang akan menang.