Jun 30, 2025

China Menjual Kripto Yang Disita Untuk Menambah Pundi-Pundi Karena Ekonomi Melambat

Default Featured Image

Pemerintah daerah di Tiongkok dilaporkan sedang mencari cara untuk menjual aset kripto yang telah mereka sita, meskipun menghadapi kesulitan karena larangan resmi negara terhadap perdagangan dan bursa kripto.

Kurangnya regulasi yang jelas mengenai pengelolaan kripto sitaan membuat pendekatan antar wilayah menjadi tidak seragam dan kurang transparan. Beberapa pakar hukum khawatir situasi ini bisa dimanfaatkan untuk praktik korupsi.

Laporan menyebutkan bahwa beberapa pemerintah daerah menggandeng perusahaan swasta untuk menjual kripto tersebut di pasar luar negeri dan menukarnya dengan uang tunai guna menambah anggaran daerah. Pada akhir 2023, mereka diketahui memiliki sekitar 15.000 Bitcoin senilai sekitar 1,4 miliar dolar AS. Penjualan ini pun menjadi sumber pemasukan penting bagi mereka.

Tiongkok sendiri diperkirakan menyimpan sekitar 194.000 BTC, yang nilainya mencapai sekitar 16 miliar dolar AS, menjadikannya negara pemegang Bitcoin terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Profesor Chen Shi dari Zhongnan University of Economics and Law menyebut bahwa langkah penjualan tersebut hanya merupakan solusi sementara, dan secara hukum tidak sepenuhnya sejalan dengan kebijakan larangan perdagangan kripto di Tiongkok.

Meningkatnya kejahatan yang berkaitan dengan aset digital, seperti penipuan daring, pencucian uang, hingga perjudian ilegal, turut memperparah permasalahan. Bahkan, pada tahun 2024, pemerintah telah menuntut lebih dari 3.000 orang karena keterlibatan dalam pencucian uang menggunakan kripto.

Seorang pengacara di Shenzhen, Guo Zhihao, berpendapat bahwa bank sentral Tiongkok lebih tepat untuk mengelola aset kripto yang disita, baik dengan menjualnya ke luar negeri maupun menyimpannya sebagai cadangan nasional.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Ru Haiyang, co-CEO bursa kripto HashKey di Hong Kong, yang mengatakan bahwa Bitcoin sitaan sebaiknya dimanfaatkan sebagai cadangan strategis, meniru kebijakan Presiden AS, Donald Trump.

Selain itu, ada usulan untuk mendirikan dana kedaulatan kripto di Hong Kong, mengingat perdagangan aset digital di wilayah tersebut diperbolehkan secara hukum.

Isu ini semakin disorot di tengah meningkatnya tensi dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat, serta langkah Trump yang berencana mengatur stablecoin dan mendorong pertumbuhan industri kripto. Sejumlah pengamat meyakini bahwa kebijakan tarif dari Tiongkok berpotensi melemahkan nilai tukar yuan, yang bisa memicu perpindahan aset ke kripto sebagai alternatif.

China Menjual Kripto Yang Disita Untuk Menambah Pundi-Pundi Karena Ekonomi Melambat
by Albert Agung


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan