Jun 30, 2025

Bitcoin Mengincar Retest $95 Ribu Karena Para Trader Bersiap Menghadapi Volatilitas Penurunan Suku Bunga Fed

Default Featured Image

Menjelang penutupan mingguan pada 4 Mei, harga Bitcoin (BTC) mengalami tekanan dan turun ke kisaran $95.000. Penurunan ini terjadi setelah sebelumnya Bitcoin sempat mencatatkan kenaikan ke level tertinggi dalam sepuluh minggu terakhir. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar mengenai potensi pembalikan arah tren dalam jangka pendek, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.

Banyak analis dan trader melihat bahwa penurunan ini tidak sepenuhnya bersifat teknikal, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor makroekonomi. Salah satu penyebab utamanya adalah menjelang keputusan penting dari Federal Reserve Amerika Serikat mengenai kebijakan suku bunga pada 7 Mei mendatang. 

Ketidakpastian seputar keputusan ini membuat investor bersikap lebih konservatif, sehingga mendorong aksi ambil untung dari kenaikan harga sebelumnya. Selain itu, meningkatnya kekhawatiran terhadap potensi resesi dan tekanan politik dari mantan Presiden AS Donald Trump juga turut mempengaruhi sentimen pasar secara keseluruhan.

Secara teknikal, Bitcoin saat ini bergerak dalam area likuiditas yang sangat padat. Tercatat posisi beli (long) menumpuk di kisaran $95.700 hingga $96.000, sementara posisi jual (short) terlihat cukup besar antara $96.500 hingga $97.000. Ketidakseimbangan ini menyebabkan pasar menjadi rentan terhadap pergerakan yang tiba-tiba dan fluktuatif. 

Area ini sering disebut sebagai “magnet harga” karena mampu menarik pergerakan harga ke dalam rentang tersebut sebelum akhirnya menentukan arah tren berikutnya. Ditambah lagi, data pasar menunjukkan bahwa sebagian besar permintaan beli terpusat di sekitar $97.200, yang mengindikasikan potensi tekanan beli dalam waktu dekat.

Meski begitu, analis kripto Michaël van de Poppe melihat peluang positif jika harga Bitcoin mampu bertahan di atas zona support $91.500 hingga $92.000. Menurutnya, area ini sangat penting karena sebelumnya pernah menjadi titik support utama, dan jika tidak ditembus, maka struktur pasar tetap dianggap kuat. Ia juga memperkirakan bahwa fase koreksi ini bisa mencapai titik akhirnya sekitar hari Selasa, setelah keputusan The Fed diumumkan. 

Setelah itu, pasar berpotensi kembali menunjukkan momentum kenaikan seiring berkurangnya ketidakpastian makroekonomi.

Bitcoin Mengincar Retest $95 Ribu Karena Para Trader Bersiap Menghadapi Volatilitas Penurunan Suku Bunga Fed
by Albert Agung


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan