Jun 30, 2025

Analis Bitcoin Menargetkan $95 Ribu Seiring Dengan Mendinginnya Perang Dagang Trump

Default Featured Image

Bitcoin mencatat lonjakan signifikan hingga menyentuh level tertingginya dalam 45 hari, melampaui $91.000 pada 22 April. Kenaikan ini bertepatan dengan rekor baru yang dicapai harga emas, menunjukkan kekhawatiran investor terhadap kemungkinan resesi global di tengah ketegangan perdagangan internasional yang masih berlangsung.

Meski demikian, masih jadi pertanyaan apakah kenaikan ini cukup kuat untuk mendorong harga Bitcoin menembus $95.000.

Di pasar yang cenderung stabil, premi futures Bitcoin biasanya berada di kisaran 5–10% sebagai kompensasi atas waktu penyelesaian yang lebih lama. Saat ini, premi tahunan berada di angka 6%, yang dianggap netral, meskipun harga Bitcoin telah naik lebih dari $6.800 dalam dua hari. Beberapa analis menyebutkan bahwa hal ini bisa menjadi sinyal awal bahwa Bitcoin mulai tidak terlalu terpengaruh oleh pergerakan pasar saham.

Keraguan investor muncul karena Bitcoin sebelumnya gagal bertahan di atas $90.000, seperti yang terjadi awal Maret lalu. Saat itu, BTC sempat menyentuh $95.000 pada 3 Maret, tapi langsung jatuh ke $81.464 keesokan harinya. Sejak puncaknya di $109.346 pada 20 Januari, volatilitas yang terus berulang membuat investor ragu, apalagi saat emas terus menguat selama periode yang sama.

Saat ini, Bitcoin masih berada 16% di bawah rekor harga tertingginya, angka yang hampir setara dengan penurunan indeks S&P 500 sebesar 14,5%. Bahkan saat mencapai titik terendahnya di bawah $75.000, penurunan Bitcoin tetap lebih kecil dibandingkan koreksi besar yang dialami saham-saham seperti Nvidia, Amazon, Facebook, dan Tesla.

Pernyataan Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada 22 April memberikan sedikit ketenangan bagi pasar. Ia menyebut konflik tarif dengan Tiongkok tidak bisa berlangsung lama, membuka peluang untuk meredanya tensi perdagangan. Sementara itu, Presiden Donald Trump justru menyalahkan Ketua The Fed Jerome Powell karena belum menurunkan suku bunga yang dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi.

Di tengah situasi ini, investor mulai mengalihkan dana ke surat utang negara AS. Hal ini tercermin dari turunnya imbal hasil obligasi jangka pendek (2 tahun) dari 4,04% menjadi 3,81%. Meskipun return-nya lebih rendah, banyak yang memilih obligasi karena dianggap lebih aman. Di sisi lain, Bitcoin tetap menunjukkan penguatan 6,3% selama sebulan terakhir.

Untuk mengetahui apakah pelaku pasar besar melihat potensi lanjutan dari tren ini, bisa dilihat dari pasar opsi Bitcoin. Jika ekspektasi koreksi meningkat, maka opsi jual akan lebih mahal, dan indikator delta skew 25% naik di atas 6%. Sebaliknya, jika pasar optimis, indikator itu akan turun di bawah -6%.

Saat ini, indikator tersebut berada di angka -2%, yang berarti pasar masih berada dalam fase netral. Terakhir kali pasar menunjukkan optimisme kuat terjadi pada 30 Januari, saat harga Bitcoin mendekati $105.000. Belum ada sinyal kuat bahwa pasar mengantisipasi lonjakan ke atas $95.000 dalam waktu dekat.

Meskipun terdapat tekanan ekonomi secara umum, pelaku pasar tetap menaruh harapan pada laporan kinerja keuangan kuartal pertama. Data dari FactSet menyebutkan bahwa tujuh perusahaan teknologi besar (“Magnificent 7”) diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 14,8% dibandingkan tahun lalu.

Kesimpulannya, meskipun peluang Bitcoin untuk kembali menyentuh level $95.000 masih terbuka, banyak trader memilih menunggu kejelasan terkait konflik perdagangan AS-Tiongkok sebelum mengambil langkah yang lebih agresif.

Analis Bitcoin Menargetkan $95 Ribu Seiring Dengan Mendinginnya Perang Dagang Trump
by Albert Agung


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan