Oracle guncang pasar: saham anjlok 25% usai manuver AI berisiko tinggi.
Oracle Corporation kembali menjadi pusat perhatian Wall Street setelah sahamnya ambruk 25% dalam sebulan terakhir, kejatuhan paling tajam di antara para hyperscaler. Penyebabnya: strategi baru Oracle yang dinilai terlalu agresif dalam mengejar peluang kecerdasan buatan (AI).
Perusahaan yang selama puluhan tahun dikenal sebagai raksasa software enterprise itu kini melakukan pivot terbesar dalam sejarahnya beralih dari bisnis tradisional ke investasi masif di infrastruktur AI.
Oracle Siapkan Ratusan Miliar Dollar
Laporan Financial Times mengungkap bahwa Oracle berniat menggelontorkan ratusan miliar dolar dalam beberapa tahun ke depan untuk:
- Membeli chip AI berperforma tinggi.
- Membangun data center berskala hyperscale.
- Memperluas kapasitas komputasi khusus untuk OpenAI, kreator ChatGPT.
Komitmen modal ekstrem ini didanai dengan utang besar, sebuah keputusan yang memicu kecemasan investor, terutama ketika pasar tengah sensitif terhadap pengeluaran besar-besaran di sektor data center.
Ketergantungan pada OpenAI
Kemitraan strategis Oracle dengan OpenAI sejatinya menjadi katalis kenaikan saham pada September lalu. Namun kini, ketergantungan tersebut justru menambah risiko:
- Oracle harus memastikan kapasitas komputasi yang cukup cepat tersedia.
- Ketergantungan pada satu mitra besar dapat menambah tekanan finansial.
- Biaya ekspansi meningkat jauh lebih cepat daripada pertumbuhan pendapatan.
Investor khawatir bahwa Oracle terlalu bergantung pada gelombang AI tanpa portofolio mitigasi risiko yang jelas.
Valuasi Oracle Tergerus US$250 Miliar
Penurunan 25% dalam sebulan membuat Oracle merosot lebih dalam dibanding hyperscaler lain bahkan dua kali lebih buruk daripada Meta, yang berada di posisi kedua terburuk. Akibat koreksi ini, Oracle kehilangan lebih dari US$250 miliar kapitalisasi pasar yang sebelumnya terkumpul setelah pengumuman kesepakatan dengan OpenAI.
Pasar Tidak Lagi Toleran pada Pengeluaran Besar
Investor sedang mengawasi ketat strategi belanja hyperscaler seperti Google, Microsoft, dan Amazon, terutama karena:
- Biaya pembangunan data center meningkat.
- Kebutuhan listrik dan pendinginan melonjak.
- Rantai pasokan chip AI masih terbatas.
- Risiko overspending semakin besar di tengah ketidakpastian permintaan jangka panjang.
Dalam konteks ini, strategi Oracle tampak lebih ekstrem dibanding para kompetitornya.
Terlambat Masuk Cloud
Analis juga menilai kecemasan investor sebagai konsekuensi dari catatan historis Oracle yang terlambat mengadopsi cloud computing. Kini, Oracle tampak mencoba “melompat” langsung ke fase berikutnya AI tanpa fondasi hyperscale sekuat rival-rivalnya.
Hal ini membuat pasar mempertanyakan apakah Oracle benar-benar siap memainkan peran besar di era AI.
Apakah Taruhan AI Oracle Akan Menghasilkan Hasil Besar?
Meski investor panik, Oracle tetap optimis. Mereka menegaskan bahwa:
- Permintaan AI tumbuh eksponensial, jauh di atas kapasitas supply komputasi global.
- Perusahaan ingin menjadi tulang punggung infrastruktur AI enterprise.
- Kemitraan dengan OpenAI akan mendongkrak pertumbuhan jangka panjang.
Peluang Oracle:
- Permintaan komputasi AI global akan terus melampaui supply.
- OpenAI terus memimpin pasar model generatif.
- Integrasi database + cloud + AI memberi Oracle keunggulan unik.
Risikonya:
- Beban utang yang membengkak.
- Ketidakpastian permintaan jangka panjang dari hyperscaler.
- Potensi “overbuild” data center.
- Volatilitas pasar yang semakin sensitif terhadap proyek AI berskala raksasa.
Dengan strategi sebesar ini, Oracle kini berada di zona high risk high reward. Taruhan terbesar dalam sejarah perusahaan ini bisa menjadi katalis kejayaan baru atau justru jebakan likuiditas yang mahal.
Oracle telah memilih jalur yang sangat berbahaya. Kini pasar menunggu: apakah ini langkah visioner atau langkah gegabah?



