Advanced Micro Devices (AMD) tengah menjadi sorotan dunia teknologi dan keuangan setelah mengumumkan serangkaian kesepakatan raksasa dengan OpenAI dan Oracle Corporation.
Langkah strategis ini datang menjelang laporan keuangan kuartal ketiga perusahaan, dan di mata investor, inilah momen yang bisa menentukan arah baru peta kekuatan industri chip AI global.
AMD disebut akan menyuplai hingga 6 gigawatt GPU kepada OpenAI untuk memperkuat pusat data AI mereka angka yang mencerminkan investasi masif dalam infrastruktur komputasi masa depan.
Sebagai bagian dari kesepakatan itu, OpenAI juga berkomitmen membeli sekitar 160 juta saham AMD, setara hampir 10% kepemilikan perusahaan, menandakan tingkat kepercayaan yang jarang terjadi antara pengembang AI terdepan dunia dan pembuat chip yang selama ini tertinggal dari Nvidia.
Tidak hanya OpenAI, AMD juga memperluas kemitraan strategis dengan Oracle, di mana hingga 50.000 GPU akan dipasang di pusat data perusahaan cloud tersebut. Kolaborasi ini memperkuat posisi AMD di pasar cloud enterprise segmen yang selama bertahun-tahun dikuasai Nvidia.
Kedua kesepakatan besar itu akan memanfaatkan lini produk GPU terbaru AMD, yakni MI450 dan versi rack-scale yang dirancang untuk bekerja secara paralel di ribuan server.
Namun, para analis memperingatkan bahwa dampak nyata dari kesepakatan ini belum akan terasa dalam laporan keuangan Q3. Pelanggan besar, termasuk OpenAI dan Oracle, baru akan mulai melakukan deployment besar-besaran pada paruh kedua 2026, sementara sebagian pelanggan bahkan menunda pembelian chip generasi sebelumnya seperti MI355x untuk menunggu versi terbaru.
Dengan kata lain, AMD baru menanam benih untuk pertumbuhan masa depan, bukan memetik hasilnya sekarang.
Secara finansial, Bloomberg memperkirakan AMD akan melaporkan EPS sebesar US$1,17 dengan pendapatan US$8,7 miliar untuk kuartal ketiga naik signifikan dari US$0,92 dan US$6,8 miliar di periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan ini terutama ditopang oleh pertumbuhan segmen data center yang diproyeksikan menghasilkan US$4,1 miliar, meningkat dari US$3,5 miliar tahun lalu. Bisnis CPU untuk laptop dan desktop juga menunjukkan performa kuat, mencapai US$2,6 miliar (+38% YoY), sementara divisi gaming melonjak hingga US$1,1 miliar, atau naik 139% dibandingkan tahun lalu.
Kepercayaan pasar terhadap AMD begitu tinggi hingga harga sahamnya meroket 56% dalam sebulan terakhir, 113% sejak awal tahun, dan 81% dalam 12 bulan terakhir, mendorong kapitalisasi pasar perusahaan ke angka US$418 miliar.
Meski demikian, angka itu masih jauh di bawah Nvidia, yang baru-baru ini menembus valuasi US$5 triliun sebuah kesenjangan yang sekaligus menjadi ambisi terbesar AMD untuk dikejar.
Namun di balik euforia, terselip sejumlah risiko dan tantangan yang tidak bisa diabaikan. Pertama, para analis mengingatkan bahwa sebagian besar kontrak ini masih berada di tahap pengumuman, bukan implementasi.
Pelanggan besar seperti OpenAI tampak menunda sebagian pembelian chip untuk menunggu generasi terbaru, yang artinya pendapatan tambahan bisa tertunda hingga tahun depan.
Di sisi lain, Nvidia masih menguasai mayoritas pasar GPU AI dengan ekosistem perangkat lunak yang jauh lebih matang. Untuk mengejar, AMD harus mampu membuktikan Return on Investment (ROI) yang lebih tinggi dan mengatasi kelemahan pada density rack serta kerapuhan ekosistem software-nya.
Di luar itu, ancaman lain datang dari regulasi ekspor chip ke Tiongkok, kebutuhan energi masif untuk pusat data AI, hingga ketergantungan pada rantai pasok global yang rentan terhadap gangguan geopolitik.
Dan tentu saja, setelah lonjakan harga saham yang begitu cepat, tekanan ekspektasi terhadap AMD kini sangat tinggi kinerja yang sedikit di bawah harapan bisa memicu koreksi tajam.
Bagi investor, ini adalah periode yang menantang sekaligus menarik. Banyak yang melihat kesepakatan AMD dengan OpenAI dan Oracle sebagai “cerita jangka panjang” yang baru akan benar-benar berbuah mulai 2026.
Karena itu, kuartal ini lebih dianggap sebagai panggung awal bagi AMD untuk meyakinkan pasar bahwa strategi mereka menuju era AI bukan sekadar manuver pemasaran, melainkan transformasi bisnis yang nyata.
Para analis menyarankan untuk memantau earnings call perusahaan, khususnya mengenai jadwal peluncuran dan produksi massal chip MI450 dan MI455. Jika AMD mampu membuktikan bahwa pelanggan besar benar-benar mulai melakukan implementasi GPU-nya dalam skala besar, maka lonjakan pendapatan berikutnya bisa menjadi katalis utama kenaikan valuasi baru.
Namun, bila ekspektasi terlalu cepat atau implementasi tersendat, harga saham yang sudah tinggi bisa berbalik menjadi beban.
Pada akhirnya, kesepakatan besar AMD dengan OpenAI dan Oracle bukan hanya tentang angka miliaran dolar, tetapi juga tentang kredibilitas dan momentum. Dunia kini menatap apakah AMD benar-benar siap menantang dominasi Nvidia di arena komputasi AI global.
Meski masa depan masih penuh ketidakpastian, satu hal jelas era persaingan chip tidak lagi hanya soal performa, tetapi juga tentang kepercayaan ekosistem dan kapasitas menjalankan janji besar.
Dalam lanskap di mana hype sering kali mendahului realisasi, AMD kini berdiri di persimpangan antara potensi dan pembuktian. Bagi investor yang berani berpikir jangka menengah, momen ini bisa menjadi tiket awal menuju revolusi baru di dunia semikonduktor asal tetap ingat pepatah klasik Wall Street: “Buy the vision, but verify the execution.”

		

