Raksasa streaming global Netflix Inc. (NASDAQ: NFLX) bersiap mengumumkan laporan keuangan kuartal ketiga pada Selasa, 21 Oktober 2025, di tengah stagnasi harga saham yang hanya melemah sekitar 2% dalam tiga bulan terakhir.
Meski tanpa pergerakan mencolok di bursa, para analis menilai Netflix masih punya banyak amunisi untuk mempertahankan dominasinya di industri hiburan digital.
Strategi “Dua Mesin”: Langganan Stabil, Iklan Melonjak
Netflix tetap menjadi magnet pelanggan dengan bisnis inti langganannya yang solid. Namun, yang menarik perhatian investor kini justru datang dari unit iklan (ad-supported tier), yang disebut-sebut akan menjadi “mesin kedua” pertumbuhan perusahaan.
CEO Netflix, Ted Sarandos, sebelumnya menegaskan ambisi perusahaan untuk melipatgandakan pendapatan iklan pada 2025, didukung ekspansi Ads Suite ke pasar internasional.
Kinerja ini semakin penting di tengah kompetisi ketat dari Disney+, Amazon Prime Video, hingga Max (HBO) yang terus memperluas jangkauan global. Netflix mencoba keluar dari “perang konten” tradisional dengan masuk ke ranah live programming langkah strategis yang membuka peluang baru di segmen penonton real-time.
Q3 Diprediksi Moncer: Pendapatan Naik 17%, EPS Tumbuh 27%
Untuk kuartal ketiga, Netflix memperkirakan pendapatan mencapai US$11,52 miliar, naik 17,3% year-over-year, sementara analis menargetkan EPS sekitar US$6,89, naik 27,6% dari periode sama tahun lalu.
Konsistensi Netflix dalam mengalahkan ekspektasi Wall Street dalam empat kuartal terakhir menjadi katalis positif, terutama karena margin laba yang terus melebar dan retensi pelanggan yang tinggi setelah penyesuaian harga berlangganan.
Katalis utama Q3 juga datang dari deretan konten unggulan di paruh kedua 2025 termasuk kembalinya serial besar yang menjadi magnet global. Pada semester pertama saja, pengguna Netflix menonton lebih dari 95 miliar jam konten, dan angka itu diyakini akan meningkat di Q3.
Valuasi Premium: Kelebihan atau Justru Risiko?
Meski performanya impresif, saham Netflix tetap diperdagangkan dengan forward P/E ratio sekitar 47 kali, jauh di atas rata-rata industri streaming. Optimisme investor terhadap pertumbuhan jangka panjang sudah tercermin dalam harga sahamnya.
Analis memproyeksikan pertumbuhan laba Netflix mencapai 31,6% di 2025 dan 23,6% di 2026, namun banyak yang menilai potensi kenaikan harga kini mulai terbatas kecuali perusahaan mampu memberikan panduan (guidance) yang lebih kuat dari perkiraan.
Pasar opsi memperkirakan volatilitas pasca-earnings sekitar 6,9%, mirip dengan rata-rata pergerakan Netflix dalam empat laporan terakhir menandakan ekspektasi pasar yang hati-hati.
Apakah NFLX Masih Layak Dibeli?
Menjelang laporan Q3, Netflix tetap berada dalam posisi operasional yang kokoh. Momentum pertumbuhan iklan, strategi harga yang fleksibel, dan pipeline konten yang padat menjadi fondasi kinerja jangka menengah.
Namun, dengan valuasi yang sudah mahal, investor tampaknya perlu menimbang ulang risiko versus potensi imbal hasil.
Banyak analis di Wall Street kini memegang rating “Moderate Buy”, mencerminkan sikap optimistis namun berhati-hati. Pasar ingin melihat apakah Netflix dapat mengejutkan investor lagi dengan hasil yang lebih kuat dari ekspektasi dan memberikan sinyal pertumbuhan baru di tengah industri streaming yang semakin matang.