Mantan Presiden Penjualan Global Tesla, Jon McNeill, menilai pasar mobil listrik Amerika Serikat kini telah cukup matang untuk tumbuh tanpa dukungan subsidi pemerintah.
Pernyataan ini muncul di tengah polemik penghapusan insentif pajak EV oleh pemerintahan Trump yang dinilai sebagian pelaku industri bisa memperlambat adopsi kendaraan listrik di AS.
“Pasar EV AS Sudah Siap Berdiri Sendiri”
Dalam wawancara bersama CNBC, McNeill yang menjabat di Tesla dari 2015 hingga 2018 dan dikenal sebagai arsitek ekspansi global Model S dan Model 3 mengatakan bahwa pasar EV AS kini “cukup mapan” untuk terus tumbuh meski tanpa bantuan fiskal.
“Kita sudah memasuki tahap di mana pasar EV tidak lagi bergantung pada subsidi. Model terus bermunculan dari berbagai produsen, dan konsumen sudah terbiasa dengan teknologi listrik,” ujar McNeill.
Ia mencontohkan pengalaman Eropa: Prancis dan Jerman telah mencabut sebagian besar insentif kendaraan listrik sejak dua tahun lalu, namun permintaan tetap tumbuh. “Fenomenanya mirip.
Ketika pilihan model semakin banyak, pasar terus berkembang secara organik,” tambahnya.
Subsidi Dihapus, Pasar Diuji
Pernyataan McNeill datang setelah Kongres AS pada Juli 2024 meloloskan “Big Beautiful Bill”, kebijakan andalan Presiden Donald Trump yang menghapus insentif pajak untuk kendaraan listrik:
- Kredit pajak $7.500 untuk EV baru, dan
- Kredit pajak $4.000 untuk EV bekas.
Kedua skema tersebut resmi berakhir pada 30 September 2024, mengakhiri satu dekade dukungan fiskal yang sebelumnya mempercepat adopsi EV di AS.
Menurut Motor Intelligence, kendaraan listrik dan hybrid menyumbang 20% dari total penjualan mobil baru di AS pada 2024, menandai transisi besar di industri otomotif modern.
McNeill menegaskan, “Harga EV yang kini lebih terjangkau akan tetap menjadi katalis utama. Banyak model baru di bawah $40.000, dan itu membuat pasar semakin inklusif.”
Musk: “Ini Bisa Jadi Tantangan Sementara”
Meski mantan eksekutif Tesla optimistis, CEO Tesla Elon Musk menilai dampak penghapusan subsidi akan terasa setidaknya dalam jangka pendek.
Dalam earnings call pada Juli lalu, Musk menyebut penghapusan insentif akan lebih merugikan kompetitor dibanding Tesla, karena sebagian besar produsen lain masih bergantung pada dukungan fiskal untuk menjaga margin harga.
“Ini akan menjadi periode transisi yang aneh. Kami mungkin akan melalui beberapa kuartal yang sulit, tapi jangka panjangnya, ini bisa justru memperkuat posisi Tesla,” kata Musk.
“Penjualan Bisa Turun Separuh”
Sementara itu, CEO Ford Motor Co. Jim Farley justru memperingatkan dampak yang jauh lebih serius. Dalam konferensi di Detroit, Farley memperkirakan penjualan EV di AS bisa turun hingga 50% setelah insentif dihapus.
“Industri ini akan tetap hidup, tapi volumenya akan jauh lebih kecil dari yang kita bayangkan,” ujarnya.
Ford, yang saat ini tengah memperluas produksi model listrik seperti F-150 Lightning dan Mustang Mach-E, sebelumnya mengandalkan skema subsidi untuk menjaga daya saing harga di segmen pickup dan SUV listrik.
Persaingan Baru, Lanskap EV Berubah
Meski kebijakan baru berpotensi menekan jangka pendek, pasar EV AS kini jauh lebih kompetitif. Selain Tesla, deretan produsen seperti Rivian, Lucid Motors, Hyundai, Kia, Toyota, hingga General Motors terus merilis model listrik lintas segmen dari kendaraan kompak hingga SUV premium.
Faktor lain yang turut mendorong ketahanan pasar adalah penurunan harga baterai global hingga 20% sepanjang 2024, berkat efisiensi rantai pasokan dan produksi sel lithium yang lebih murah dari Asia.
Dengan ekosistem infrastruktur pengisian daya yang makin luas lebih dari 73.000 titik charging publik di AS pasar EV kini dinilai telah mencapai titik kritis menuju kemandirian tanpa subsidi.
Transisi energi kini bukan lagi soal dukungan pemerintah, tapi soal daya tahan industri. Ketika insentif fiskal berakhir, pemain yang mampu bertahan hanyalah mereka yang efisien, inovatif, dan memiliki loyalitas merek yang kuat.
Jika prediksi McNeill benar, maka penghapusan subsidi justru akan menjadi ujian kedewasaan bagi pasar EV Amerika.