Raksasa teknologi Microsoft Corp. (NASDAQ: MSFT) kembali memperluas investasi energinya di Jepang dengan menandatangani tiga kontrak jangka panjang (Power Purchase Agreements / PPA) bersama Shizen Energy Inc., pengembang energi bersih asal Fukuoka.
Langkah ini mempertegas ambisi Microsoft untuk mempercepat transisi menuju operasi tanpa emisi karbon pada 2030.
Kemitraan Strategis untuk Dorong Transisi Hijau di Asia
Tiga perjanjian baru ini menambah total kapasitas energi terbarukan Microsoft dengan Shizen menjadi 100 megawatt (MW) setara daya listrik yang bisa menyuplai lebih dari 30.000 rumah tangga di Jepang setiap tahun.
Kesepakatan tersebut mencakup proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang berlokasi di wilayah Kyushu dan Chugoku, dua kawasan yang dikenal memiliki potensi energi surya paling besar di Jepang bagian barat.
Menurut keterangan Shizen, satu proyek telah beroperasi penuh, sementara dua lainnya sedang dalam tahap konstruksi dan telah menyelesaikan pembiayaan proyek. Kesepakatan ini menandai kelanjutan kerja sama strategis antara kedua perusahaan, setelah kontrak PPA pertama ditandatangani pada 2023.
Bagian dari Misi “Carbon Negative 2030” Microsoft
Kesepakatan dengan Shizen Energy menjadi bagian penting dari upaya global Microsoft untuk mencapai target “carbon negative” menghilangkan lebih banyak karbon dari atmosfer daripada yang dihasilkannya pada akhir dekade ini.
Dalam laporan keberlanjutan terbarunya, Microsoft mencatat bahwa volume kontrak energi bersihnya meningkat 18 kali lipat sejak 2020, mencerminkan langkah agresif perusahaan dalam mengamankan sumber energi ramah lingkungan bagi pusat data dan operasional globalnya.
Selain Jepang, Microsoft juga telah menandatangani kontrak serupa di Australia, India, dan Korea Selatan, memperkuat posisinya sebagai salah satu pionir korporasi multinasional dalam dekarbonisasi rantai pasokan teknologi di kawasan Asia-Pasifik.
Ledakan PPA di Asia: 2024 Jadi Tahun Rekor
Fenomena PPA korporasi memang sedang melonjak di Asia. Data Bloomberg NEF menunjukkan bahwa pada 2024, volume kontrak pembelian energi terbarukan dari sumber di luar lokasi (offsite) di kawasan Asia-Pasifik melonjak 51% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai 10,3 gigawatt (GW).
Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya permintaan dari perusahaan teknologi global seperti Amazon, Google, dan Microsoft, yang tengah berlomba mengamankan pasokan listrik bersih untuk mendukung ekspansi pusat data berteknologi tinggi yang boros energi.
Shizen Energy, Simbol Kebangkitan Energi Hijau Jepang
Didirikan pada 2011, tak lama setelah bencana nuklir Fukushima, Shizen Energy lahir dari semangat untuk membangun masa depan energi Jepang yang lebih aman dan berkelanjutan.
Hingga 2024, perusahaan ini telah mengembangkan lebih dari 1,2 GW proyek energi terbarukan di berbagai negara, termasuk Jepang, Brasil, dan Indonesia.
Selain Microsoft, Shizen juga menjalin kerja sama penting dengan Google (Alphabet Inc.) untuk penyediaan energi bersih bagi pusat data Google di Prefektur Chiba, Jepang.
Kolaborasi ini memperlihatkan meningkatnya peran perusahaan Jepang dalam rantai pasokan energi global yang berorientasi pada keberlanjutan.
Momentum Penting bagi Pasar Energi Jepang
Langkah Microsoft ini juga memberi sinyal positif bagi pasar energi Jepang yang selama ini masih sangat bergantung pada impor bahan bakar fosil. Pemerintah Jepang sendiri telah menargetkan 36–38% bauran energi nasional berasal dari sumber terbarukan pada 2030, naik dari sekitar 22% pada 2022.
Kehadiran pemain global seperti Microsoft dipandang dapat mempercepat adopsi teknologi energi bersih sekaligus menekan biaya produksi energi surya di tingkat domestik.
Langkah terbaru Microsoft di Jepang bukan sekadar strategi energi ini adalah investasi geopolitik dan reputasi. Ketika negara-negara Asia berlomba menurunkan emisi, raksasa teknologi seperti Microsoft dan Google tak hanya menjadi pengguna energi, tapi juga penggerak revolusi hijau di kawasan.