Pasar mobil listrik (EV) di Inggris sedang memasuki babak baru yang penuh paradoks. Tesla Inc. (NASDAQ: TSLA), salah satu pionir kendaraan listrik dunia, kini terpaksa memangkas biaya sewa bulanan mobilnya hampir setengah dari tahun lalu.
Menurut laporan The Times, langkah ini diambil bukan hanya karena penurunan penjualan, tapi juga akibat melimpahnya stok yang menumpuk tanpa cukup ruang penyimpanan.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah fenomena ini sekadar strategi agresif Tesla untuk merebut pasar, atau tanda awal adanya masalah lebih serius dalam permintaan kendaraan listrik di Inggris?
Penjualan Tesla di Inggris Anjlok
Data terbaru dari Society of Motor Manufacturers and Traders (SMMT) menunjukkan penjualan Tesla di Inggris pada Juli 2025 hanya mencapai 987 unit, turun sekitar 60% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sebagai perbandingan, penjualan mobil baru secara keseluruhan di Inggris hanya turun 5% year-on-year, artinya Tesla menghadapi tekanan lebih besar dibanding rata-rata industri.
Turunnya penjualan ini membuat Tesla harus menawarkan diskon hingga 40% kepada perusahaan leasing, agar lebih banyak kendaraan bisa terserap ke pasar. Diskon besar-besaran ini secara efektif membuat biaya sewa Tesla Model 3 atau Model Y kini jauh lebih terjangkau bagi konsumen Inggris dibanding 12 bulan lalu.
Antara Momentum dan Beban Pasar EV
Meski permintaan Tesla melambat, pasar kendaraan listrik di Inggris sebenarnya masih menunjukkan tren pertumbuhan. SMMT memperkirakan kendaraan listrik murni akan mencapai 23,8% dari total registrasi mobil baru pada 2025, sedikit naik dari proyeksi sebelumnya di angka 23,5%.
Namun, ada dilema besar di balik proyeksi itu. Infrastruktur pengisian daya publik di Inggris masih dianggap tertinggal dibanding target pemerintah. Kekhawatiran soal range anxiety (kecemasan jarak tempuh) juga belum hilang dari benak calon konsumen. Ditambah lagi, inflasi dan suku bunga tinggi membuat konsumen lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan pembelian atau leasing kendaraan baru.
Strategi Tesla: Diskon atau Distorsi?
Tesla dikenal dengan strategi harga yang agresif di berbagai pasar global. Di Amerika Serikat dan Tiongkok, perusahaan milik Elon Musk itu juga sudah beberapa kali memangkas harga mobil listriknya sejak 2023 untuk menjaga daya saing terhadap produsen lain seperti BYD (China), Volkswagen (Jerman), hingga Ford (AS).
Namun, diskon hampir 50% di Inggris terbilang langkah ekstrem. Bagi konsumen, ini bisa menjadi kesempatan emas untuk mendapatkan EV dengan harga lebih ramah kantong.
Tapi bagi Tesla sendiri, strategi ini bisa menekan margin keuntungan yang selama ini menjadi kekuatan utama perusahaan.
Apa Artinya Bagi Investor?
Bagi investor saham Tesla, kabar ini bisa dibaca dalam dua sisi.
- Positif: Harga sewa yang lebih murah bisa mendorong lebih banyak adopsi kendaraan listrik di Inggris, meningkatkan pangsa pasar Tesla dalam jangka pendek.
- Negatif: Penurunan penjualan hingga 60% dan pemberian diskon besar mengindikasikan permintaan yang rapuh, serta potensi tekanan margin pada laporan keuangan mendatang.
Dengan valuasi pasar Tesla yang selama ini sudah “premium”, investor tampaknya harus lebih jeli membaca sinyal apakah strategi pemotongan harga ini sekadar manuver sementara, atau justru cermin dari perlambatan fundamental.
Diskon besar-besaran Tesla di Inggris mencerminkan realitas baru di industri kendaraan listrik: pertumbuhan tetap ada, tapi jalannya tidak mulus. Konsumen bisa jadi pemenang utama dari harga sewa yang lebih murah, sementara investor harus menimbang kembali risiko versus peluang dari strategi agresif Tesla ini.
Satu hal yang pasti: persaingan mobil listrik global makin ketat, dan Inggris kini menjadi salah satu panggung penting yang bisa memberi sinyal arah industri EV ke depan.