Jun 30, 2025

Manuver Tarik-Ulur Trump Soal Tarif Bikin Wall Street Gelisah, Tapi Saham Teknologi dan Otomotif Melejit

Default Featured Image

Wall Street kembali bergairah, setidaknya untuk sesaat. Di tengah suasana pasar yang dipenuhi kekhawatiran akibat ketidakpastian kebijakan dagang Amerika Serikat, Presiden Donald Trump justru melontarkan manuver baru: pengecualian tarif untuk sejumlah barang elektronik dari Tiongkok serta sinyal pelonggaran tarif otomotif.

Imbasnya? Saham sektor teknologi dan otomotif mendadak menggeliat, meski pasar masih waspada terhadap babak baru perang dagang.

Pada perdagangan Senin (14/4), indeks S&P 500 berhasil bangkit dari tekanan, namun tetap mencatat koreksi sekitar 8% sejak awal tahun. Investor sempat panik setelah tarif impor hingga 25% mulai mengguncang konsumen dan pelaku usaha di AS.

Namun keputusan Trump untuk mengecualikan smartphone, laptop, dan perangkat elektronik lainnya dari daftar tarif menjadi angin segar yang langsung disambut positif oleh pasar.

Saham Apple (AAPL.O), yang sebelumnya tertekan hingga 9% dalam dua pekan terakhir, naik 2,2% karena produknya terutama iPhone nyaris luput dari potensi lonjakan harga akibat tarif. Perusahaan lain seperti HP dan Dell Technologies masing-masing melonjak 2,6% dan 4%, menandai kebangkitan sektor hardware.

Namun tidak semua pelaku teknologi menikmati euforia; saham Nvidia justru melemah, meski perusahaan itu mengumumkan rencana ekspansi besar di bidang AI di Amerika Serikat, yang disebut-sebut dipicu oleh tekanan tarif.

Di sektor otomotif, saham General Motors dan Ford melesat 3,5% dan 4,1%. Trump mengisyaratkan akan mengkaji ulang tarif 25% yang diterapkan terhadap suku cadang dan kendaraan dari Meksiko, Kanada, dan negara lain, dengan alasan perlunya waktu transisi bagi produsen untuk memindahkan produksi ke dalam negeri.

“Perusahaan otomotif butuh ruang bernapas untuk melakukan relokasi produksi. Kami sepakat dengan presiden untuk memperkuat manufaktur dalam negeri, tapi proses ini tidak instan,” ujar Matt Blunt, Presiden American Automotive Policy Council, yang mewakili GM, Ford, dan Stellantis.

Namun kabar baik ini datang dengan satu catatan penting: ketidakpastian belum pergi. Trump tetap berkeras akan mengenakan tarif baru terhadap sektor-sektor strategis seperti semikonduktor dan farmasi, dengan dalih ancaman terhadap keamanan nasional.

Gedung Putih bahkan telah memulai investigasi terkait hal tersebut, membuka potensi babak baru dalam perang dagang yang tampaknya belum mendekati garis akhir.

Ekonom dari Morgan Stanley menyebut situasi ini sebagai “kacau-balau strategis”. “Tarif global bukan hanya sulit dipahami, tapi juga menciptakan ketidakpastian ekstrem dalam perencanaan bisnis,” tulis mereka dalam riset terbaru.

Efek domino pun dirasakan global. Saham pemasok Asia seperti Foxconn (perakit iPhone) naik 3%, Quanta Computer (produsen laptop) naik 5,8%, dan Inventec (penyedia server AI) naik 4,1%. Eropa juga ikut mencicipi euforia, seiring prospek pembatalan tarif terhadap komponen kritis.

Meski begitu, BlackRock memperingatkan bahwa dampak jangka panjang dari ketidakpastian ini bisa memicu perlambatan ekonomi dan mengganggu investasi jangka panjang. Laporan mereka menyebut bahwa tarif saat ini, meski telah dikurangi untuk sektor teknologi, masih menyisakan tekanan setara pajak impor sebesar 20% secara keseluruhan.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah bagaimana ketidakpastian ini mulai merusak reputasi Amerika sebagai safe haven ekonomi global. Bahkan LVMH, konglomerat barang mewah asal Prancis, melaporkan penurunan penjualan di AS dan mengaku mulai mempertimbangkan diversifikasi fasilitas produksi.

Dalam dunia pasar yang berjalan di atas ekspektasi dan kepastian, volatilitas yang diciptakan oleh pendekatan “tarif tarik-ulur” ala Trump bukan hanya soal angka di layar perdagangan tapi juga menyangkut kepercayaan jangka panjang investor, produsen, hingga konsumen global.

Jika langkah Trump ini dianggap angin segar oleh pelaku pasar hari ini, esok lusa bisa berubah menjadi badai. Yang jelas, dunia usaha kini menunggu: apakah ini hanya taktik negosiasi atau awal dari arah kebijakan yang benar-benar baru?

Manuver Tarik-Ulur Trump Soal Tarif Bikin Wall Street Gelisah, Tapi Saham Teknologi dan Otomotif Melejit
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan