Jun 30, 2025

Harga Emas Terkoreksi dari Rekor Tertinggi, Pasar Global Tarik Nafas Pasca Tariff Trump

Default Featured Image

Setelah menembus rekor tertinggi sepanjang masa di level $3.245,42 per ons pada Senin pagi (waktu AS), harga emas spot akhirnya melunak, terkoreksi tipis sebesar 0,7% ke $3.213,69 per ons.

Di saat yang sama, emas berjangka AS juga ditutup turun 0,6% menjadi $3.226,30. Namun jangan salah sangka ini bukan berarti daya tarik emas sebagai safe haven tengah surut. Justru sebaliknya, pasar sedang pause, bukan reverse.

Tarik Nafas Pasca Pengumuman Trump

Koreksi ini datang seiring meredanya ketegangan geopolitik dalam jangka pendek, tepat setelah Presiden Donald Trump mengejutkan pasar dengan keputusan untuk mengecualikan produk smartphone dan komputer dari tarif impor tinggi terhadap Tiongkok.

Kebijakan ini memberi angin segar bagi sektor teknologi dan menambah sentimen “risk-on” di pasar global, termasuk di sektor saham dan obligasi. Namun jangan buru-buru menjual emas.

Peter Grant dari Zaner Metals menyebutkan bahwa meskipun sentimen risiko membaik, ketidakpastian soal tarif tetap membayangi. Trump mengatakan akan mengumumkan tarif baru atas semikonduktor dalam sepekan ke depan.

Jadi, jika investor sempat merasa lega, itu hanya sesaat. Emas tetap dibutuhkan sebagai “pagar” menghadapi potensi badai ekonomi dan politik yang bisa datang sewaktu-waktu.

Emas Masih Jadi Primadona Dolar Lemah, Imbal Hasil Lunak

Yang membuat harga emas tidak longsor meski sentimen risiko menguat adalah kelemahan dolar AS yang kini mendekati titik terendah tiga tahun terakhir. Imbal hasil obligasi AS juga tetap lemah, menciptakan lingkungan ideal bagi aset non-yield seperti emas.

Bart Melek dari TD Securities menyebut, “Lingkungan makro saat ini tetap kondusif untuk emas.” Ia juga menambahkan bahwa koreksi ini lebih disebabkan oleh aksi ambil untung jangka pendek, bukan perubahan tren besar.

Harga Emas Bisa Tembus $3.700 di Akhir Tahun

Di sisi lain, Goldman Sachs justru menaikkan proyeksi harga emas akhir tahun menjadi $3.700 per ons proyeksi tertinggi di antara bank-bank besar dunia. Alasannya? Lonjakan permintaan dari bank sentral, ancaman resesi global, dan arus dana besar-besaran ke ETF emas, terutama dari investor Asia.

Menurut data World Gold Council, arus masuk ke ETF emas yang berbasis fisik di Tiongkok pada April ini saja sudah melampaui total kuartal pertama, bahkan menyalip volume dana di ETF emas AS.

Ini mengindikasikan: permintaan fisik dan institusional emas tetap kuat, dan Asia kini jadi penggerak baru pasar global.

Perak, Platinum, dan Palladium Ikut Terdongkrak

Logam mulia lain juga bergerak positif. Perak naik tipis 0,1% ke $32,27 per ons, platinum menguat 1% menjadi $952,1, dan palladium melesat 4,6% ke $957,27. Ini menandakan bahwa daya tarik logam mulia tidak hanya terbatas pada emas, tapi juga menyebar ke sektor lainnya sebagai bagian dari diversifikasi risiko investor.

Apa Artinya Bagi Investor?

Koreksi ini bisa menjadi peluang untuk masuk, bukan sinyal untuk keluar. Ketika harga aset naik terlalu cepat, jeda seperti ini wajar terjadi. Namun dengan dolar AS melemah, suku bunga masih rendah, dan ketegangan geopolitik yang belum selesai, prospek emas tetap kuat.

Bagi investor ritel di Indonesia, situasi ini bisa menjadi panggilan untuk mulai memperhatikan kembali posisi di emas fisik, ETF emas lokal seperti EmasKita atau BRIGHTS, hingga instrumen berbasis dolar seperti SBN Valas yang terpengaruh korelasi harga emas.

Harga emas mungkin mundur selangkah hari ini, tetapi fundamental jangka menengah hingga panjang tetap mengarah ke atas. Keputusan Trump hari ini mungkin hanya jeda, bukan titik balik. Dan di dunia yang makin tidak pasti, emas tetap bersinar.

Harga Emas Terkoreksi dari Rekor Tertinggi, Pasar Global Tarik Nafas Pasca Tariff Trump
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan