Jun 30, 2025

Bull Run Bitcoin Belum Berakhir? Analis Optimis Koreksi Ini Normal

Default Featured Image

Pasar kripto kembali mengalami guncangan setelah harga Bitcoin (BTC) turun 24% dari puncaknya di $109.000 pada 20 Januari 2024. Namun, menurut para analis, ini bukanlah sinyal berakhirnya bull run, melainkan koreksi yang wajar dalam siklus pasar.

Sejumlah faktor makroekonomi, termasuk tarif perdagangan yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump dan ketidakpastian kebijakan suku bunga AS, disebut-sebut menjadi penyebab tekanan harga.

Meski demikian, banyak analis tetap optimis bahwa puncak siklus bull run Bitcoin masih berada di depan mata. Lantas, apakah ini hanya jeda sementara sebelum BTC kembali menanjak, atau justru awal dari fase bearish yang lebih panjang?

Bitcoin dan Siklus Koreksi Normal atau Mengkhawatirkan?

1. Bitcoin saat ini diperdagangkan di $82.824 setelah turun dari level tertinggi sepanjang masa di $109.000.
2. Sejak November 2023, BTC sempat naik 36% dalam sebulan, mencapai $100.000 pada Desember, sebelum akhirnya terkoreksi.
3. Koreksi kali ini sebesar 24%, lebih sedikit dibandingkan dengan 12 kali koreksi lebih dari 25% pada bull run sebelumnya.

Menurut Ben Simpson, CEO Collective Shift, tidak ada yang aneh dalam koreksi ini. Ia berpendapat bahwa pasar hanya sedang “mendinginkan diri” setelah mengalami kenaikan yang terlalu cepat.

“Saya tidak berpikir bull run telah berakhir. Saya rasa puncak siklus ini hanya tertunda karena kondisi makro yang tidak mendukung dan likuiditas global yang ketat.”

Senada dengan Simpson, pendiri Derive, Nick Forster, mengatakan bahwa koreksi seperti ini adalah bagian alami dari tren kenaikan jangka panjang Bitcoin.

“Secara historis, Bitcoin selalu mengalami koreksi seperti ini dalam rally jangka panjang. Tidak ada alasan untuk percaya bahwa kali ini akan berbeda.”

Namun, pendapat yang lebih skeptis datang dari Ki Young Ju, CEO CryptoQuant, yang memperingatkan bahwa bull cycle sudah berakhir dan Bitcoin bisa mengalami fase bearish atau pergerakan sideways selama 6-12 bulan ke depan.

Faktor Makro yang Menggerakkan Bitcoin

Tidak hanya pergerakan teknikal, faktor makroekonomi juga memainkan peran besar dalam volatilitas Bitcoin. CEO Independent Reserve, Adrian Przelozny, menjelaskan bahwa tekanan ekonomi global saat ini tidak hanya berdampak pada Bitcoin, tetapi juga pada semua kelas aset.

Beberapa faktor makro yang mempengaruhi pasar Bitcoin saat ini:

Kebijakan Tarif Perdagangan Trump – Ketegangan dagang dengan berbagai negara dapat memicu ketidakstabilan pasar keuangan global.
Kebijakan Suku Bunga AS – Investor masih menunggu kepastian apakah Federal Reserve akan memangkas suku bunga atau tetap mempertahankan kebijakan ketatnya.
Likuiditas Global – Jika bank sentral mulai melonggarkan kebijakan moneter dan meningkatkan likuiditas, maka Bitcoin bisa kembali melesat.

Menurut Charles Edwards, pendiri Capriole Investments, nasib bull run Bitcoin sekarang berada di titik 50:50.

“Jika The Fed mulai melonggarkan kebijakan di paruh kedua tahun ini dan menghentikan pengurangan neraca keuangan, maka likuiditas dolar akan meningkat, dan ini bisa mendorong Bitcoin naik kembali.”

Namun, jika kebijakan moneter tetap ketat, Bitcoin bisa mengalami pergerakan sideways yang panjang sebelum reli berikutnya terjadi.

Apa Selanjutnya untuk Bitcoin?

Banyak investor kini bertanya-tanya: Apakah ini waktu yang tepat untuk membeli Bitcoin, atau justru saatnya menunggu kejelasan lebih lanjut?

* Jika The Fed melonggarkan kebijakan moneter → Bitcoin bisa kembali melesat.
* Jika kondisi makro tetap ketat → BTC bisa mengalami pergerakan sideways atau turun lebih dalam.

Bagi para investor jangka panjang, koreksi seperti ini bisa menjadi peluang untuk mengakumulasi BTC dengan harga lebih murah. Namun, bagi trader jangka pendek, volatilitas tinggi ini bisa menjadi sinyal untuk lebih berhati-hati dalam mengambil posisi.

Apakah Bitcoin masih dalam tren bullish, atau ini awal dari fase bearish?

Bull Run Bitcoin Belum Berakhir? Analis Optimis Koreksi Ini Normal
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan