Jun 30, 2025

Alphabet Cetak Laba Q1 di Atas Ekspektasi, Umumkan Buyback $70 Miliar

Default Featured Image

Induk perusahaan Google, Alphabet Inc. (GOOG, GOOGL), melaporkan hasil keuangan kuartal pertama 2025 yang melampaui ekspektasi market, disertai dengan pengumuman kenaikan dividen sebesar 5% dan otorisasi pembelian kembali saham (buyback) senilai $70 miliar. 

Kabar ini mendorong saham Alphabet melonjak lebih dari 3% dalam perdagangan setelah jam pasar (after hours trading).

Alphabet mencatat laba per saham (EPS) sebesar $2.81 dari pendapatan $90.2 miliar, jauh mengungguli estimasi analis yang memperkirakan $2.01 EPS dan $89.1 miliar pendapatan, menurut konsensus Bloomberg. 

Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu, Alphabet membukukan EPS $1.89 dan pendapatan $80.5 miliar.

Segmen Iklan Masih jadi Andalan

Pendapatan dari lini bisnis iklan—yang merupakan tulang punggung Google—mencapai $66.8 miliar, sedikit di atas proyeksi $66.4 miliar. 

Sementara itu, Google Cloud membukukan pendapatan $12.2 miliar, hanya terpaut tipis dari estimasi $12.3 miliar namun tetap menunjukkan pertumbuhan signifikan dari $9.5 miliar pada kuartal pertama 2024.

### Buyback Jumbo di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Langkah agresif Alphabet dalam menyetujui program pembelian kembali saham senilai $70 miliar dipandang sebagai sinyal kuat, bahwa perusahaan tetap percaya diri dengan fundamental bisnisnya, meskipun gejolak ekonomi mengintai. 

Sejak pengumuman rencana tarif besar-besaran dari Presiden Trump yang dikenal sebagai “Liberation Day”, pasar keuangan mengalami volatilitas tinggi dan kekhawatiran akan resesi global meningkat.

> “Kami melihat adanya perlambatan dalam transaksi e-commerce, dan dengan tekanan makro yang terus berlanjut, kami memperkirakan kinerja iklan digital bisa melemah di kuartal kedua,” tulis Analis Barclays, Ross Sandler, dalam catatan investor tertanggal 8 April.

Ancaman

 Antitrust Bayangi Momentum Positif

Namun di balik kinerja keuangan yang solid, Alphabet masih dihantui oleh isu hukum. Dalam waktu kurang dari setahun, perusahaan telah kalah dalam dua gugatan antitrust besar. 

Putusan terbaru dari Pengadilan Federal AS menyatakan bahwa Google memegang monopoli ilegal dalam pasar iklan digital, yang bisa berujung pada kewajiban menjual atau merestrukturisasi unit bisnis iklannya.

Putusan ini menyusul temuan sebelumnya yang menyebut bisnis mesin pencari dan iklan Google juga melanggar hukum persaingan usaha.

Dengan hasil keuangan yang kuat namun awan gelap regulasi dan ekonomi yang belum berlalu, Alphabet akan memasuki paruh kedua tahun ini dengan strategi penuh kehati-hatian dan dorongan agresif untuk mempertahankan dominasinya di tengah tekanan eksternal.

Alphabet Cetak Laba Q1 di Atas Ekspektasi, Umumkan Buyback $70 Miliar
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan