Saham China Menggeliat, Wall Street Tak Lagi Skeptis
Reli pasar saham China sepanjang tahun ini senilai $2.4 triliun kapitalisasi mulai mengubah narasi global. Setelah bertahun-tahun dirundung kekhawatiran atas perlambatan ekonomi, regulasi tiba-tiba, hingga perang dagang, kini China kembali ke radar fund manager dunia.
Institusi investasi besar seperti Amundi, Fidelity International, BNP Paribas Asset Management hingga Man Group memperkirakan momentum bullish belum berakhir hingga 2026. JPMorgan bahkan resmi menaikkan peringkat China menjadi overweight, sinyal paling eksplisit bahwa pasar dinilai undervalued – dan siap menanjak lebih jauh.
Mengapa Sentimen Berubah? AI, Chip, Robotik & Biopharma
Persepsi investor bergeser dari “risiko sistemik” menuju “nilai unik dan tak tergantikan”, terutama karena:
| Pilar Pertumbuhan China 2026 | Dampak |
| Artificial Intelligence | Pendorong valuasi startup & big tech |
| Chip & Semikonduktor | Kunci kemandirian teknologi |
| Biopharma | Agenda jangka panjang demografi & kesehatan |
| Robotik Industri | Solusi upah meningkat & aging population |
Aksi beli global ini tak didorong euforia semata: MSCI China outperform S&P 500 untuk pertama kalinya sejak 2017, melesat ±30% dalam setahun.
Indikator makro juga mulai menunjukkan perubahan arah yang memberi harapan bagi pelaku pasar. Deflasi yang selama dua tahun menjadi mimpi buruk ekonomi China kini memperlihatkan tren pembalikan, diikuti sinyal pemulihan earnings terutama pada perusahaan teknologi yang menjadi motor inovasi negara tersebut.
Di saat yang sama, tekanan berkepanjangan sektor real estate mendorong aliran dana domestik beralih ke instrumen pasar modal sebagai opsi investasi dengan imbal hasil lebih menarik.
Lebih jauh lagi, pasar menyimpan potensi daya dorong raksasa yang belum terlepas: tabungan masyarakat yang mencapai sekitar $23 triliun.
Analis memperkirakan, jika hanya 3% dari simpanan itu bergerak masuk ke pasar saham, stimulus tersebut saja sudah cukup menciptakan reli berkepanjangan bahkan tanpa keterlibatan investor asing.
Indikator makro pun mulai memberi sinyal perubahan yang menarik perhatian analis. Inflasi yang sebelumnya menyentuh wilayah negatif kini menunjukkan tanda berbalik arah, beriringan dengan pemulihan earnings pada perusahaan teknologi yang menjadi tulang punggung inovasi China.
Di sisi lain, tekanan berkepanjangan di sektor real estate mendorong pergeseran arus dana domestik ke pasar saham sebagai alternatif yang dinilai lebih menjanjikan. Lebih signifikan lagi, potensi daya dorong besar masih tersimpan dari tabungan masyarakat yang mencapai sekitar $23 triliun; dan jika hanya 3% dari total dana tersebut mengalir ke pasar modal, stimulus itu saja dianggap cukup untuk mendorong reli berkelanjutan bahkan tanpa kehadiran investor asing.
Valuasi Murah Dibanding Dunia
| Indeks Saham | Forward P/E |
| MSCI China | 12x |
| MSCI Asia | 15x |
| S&P 500 | 22x |
Bagi investor value, ini bukan sekadar statistik ini adalah sinyal.
Ini Bukan Bull Cepat. Ini Bull Lambat, Tapi Dalam
Nomura dan Morgan Stanley memperkirakan kenaikan 6–9% untuk 2026 tidak eksplosif, namun konsisten. Beijing lebih memilih “slow bull market” daripada bubble yang cepat meledak.
Di belakang layar, “national team funds” masih menjadi jaring pengaman. Negara siap sibuk membeli ketika pasar panik tak pernah diungkap resmi, tetapi tak pernah disangkal.
Pada akhirnya, reli ini bukan sekadar pemulihan teknis, melainkan pertarungan narasi besar di panggung ekonomi global: apakah China masih layak dipandang sebagai mesin pertumbuhan dunia atau telah menjadi kisah lama yang pelan-pelan digantikan oleh dominasi Amerika Serikat dan kebangkitan India.
Wall Street tampaknya sudah menentukan pilihannya lebih awal, menempatkan China kembali sebagai pasar yang patut diperhitungkan. Namun pertanyaan berikutnya kini mengemuka: apakah investor ritel akan mengambil posisi lebih cepat, sebelum para pemain aktif kembali memutar kemudi dan menentukan arah permainan?






