Tesla Inc. (NASDAQ: TSLA), pionir kendaraan listrik dunia, dijadwalkan melaporkan hasil keuangan kuartal ketiganya pada Rabu sore waktu AS. Para analis dan investor menyiapkan diri untuk membaca arah baru perusahaan di tengah perlambatan pasar EV dan ambisi Tesla memperluas bisnisnya ke ranah kecerdasan buatan (AI) dan robotika.
Kuartal sebelumnya menjadi catatan pahit bagi Tesla. Perusahaan gagal memenuhi ekspektasi pendapatan analis hanya mencatat US$22,5 miliar, atau turun 11,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Itu merupakan penurunan tahunan terbesar sejak pandemi 2020.
Kini, ekspektasi untuk kuartal ketiga 2025 lebih optimistis, namun tetap berhati-hati. Konsensus analis memperkirakan pendapatan Tesla akan tumbuh 5,6% YoY menjadi US$26,59 miliar, dengan laba per saham (EPS) disesuaikan sebesar US$0,55.
Pertumbuhan ini melambat dibandingkan peningkatan 7,8% pada periode yang sama tahun lalu indikasi bahwa tekanan margin dan penurunan volume penjualan global masih menghantui.
Fokus Investor: Margin, AI, dan Kapasitas Produksi
Bagi para investor, fokus utama bukan hanya pada angka laba, melainkan margin keuntungan dan strategi AI Tesla.
Meski CEO Elon Musk terus menegaskan visinya untuk menjadikan Tesla sebagai “perusahaan AI dengan produk mobil,” para analis menyoroti bahwa margin kendaraan listrik Tesla terus menyusut akibat perang harga global, terutama di Tiongkok dan Eropa.
Pada 2024, Tesla memangkas harga di beberapa pasar utama untuk mempertahankan pangsa pasar dari rival seperti BYD, NIO, dan Rivian. Namun langkah itu berujung pada margin operasi yang lebih rendah turun dari 18% menjadi sekitar 13% pada awal 2025.
Musk berupaya menyeimbangkan kondisi itu dengan mendorong ekspansi teknologi otonom dan sistem AI internal, termasuk proyek Optimus humanoid robot dan superkomputer Dojo, yang disebut-sebut mampu mempercepat pelatihan sistem autopilot dan Full Self Driving (FSD).
Jika proyek-proyek AI ini menunjukkan perkembangan berarti, Tesla bisa menggeser narasi dari “perusahaan otomotif” menjadi “perusahaan teknologi mobilitas cerdas,” seperti yang pernah dilakukan Apple saat meluncurkan iPhone.
Ekspektasi Pasar dan Sentimen Saham
Saham Tesla telah menunjukkan volatilitas tinggi sepanjang 2025. Setelah naik lebih dari 30% di paruh pertama tahun ini, saham TSLA terkoreksi hampir 12% sejak Agustus, seiring dengan kekhawatiran akan perlambatan permintaan EV global, kompetisi harga, dan ketidakpastian regulasi insentif energi bersih di AS dan Eropa.
Meski demikian, analis dari JPMorgan dan Wedbush menilai potensi Tesla masih kuat dalam jangka panjang, berkat basis data kendaraan otonom terbesar di dunia dan kemampuan perusahaan dalam mengintegrasikan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) secara vertikal.
“Jika Tesla mampu menunjukkan bahwa bisnis AI dan robotika mulai memberikan hasil nyata, ini bisa menjadi katalis besar untuk valuasi jangka panjang,” tulis analis Wedbush, Dan Ives, dalam risetnya minggu lalu.
Kompetisi Semakin Ketat: BYD dan AI Generatif di Otomotif
Tesla tidak lagi sendirian di medan pertempuran kendaraan listrik. BYD dari Tiongkok terus mencatat rekor penjualan global, bahkan menggeser Tesla dari posisi puncak untuk kuartal kedua berturut-turut dalam total volume kendaraan listrik murni (BEV).
Sementara itu, raksasa teknologi seperti Nvidia, Apple, dan bahkan OpenAI mulai menunjukkan ketertarikan terhadap integrasi AI generatif dalam otomotif, baik melalui sistem navigasi cerdas, asisten virtual dalam kendaraan, maupun simulasi desain berbasis data besar (big data).
Jika tren ini berlanjut, Tesla berpotensi kehilangan keunggulan awalnya di bidang perangkat lunak kendaraan kecuali Musk berhasil mempercepat penerapan versi penuh FSD global.
EV Market di Tengah Angin Dingin Ekonomi
Industri EV kini menghadapi masa “penyaringan alami” akibat tekanan ekonomi global dan suku bunga tinggi yang menekan minat beli konsumen. Laporan International Energy Agency (IEA) memperkirakan pertumbuhan penjualan EV global pada 2025 hanya naik 8,5%, jauh lebih rendah dari rata-rata 26% per tahun dalam tiga tahun terakhir.
Hal ini menjadi tantangan bagi Tesla, yang sebelumnya mengandalkan momentum ekspansi cepat di Eropa dan Asia. Namun, proyek Gigafactory di Meksiko dan India diharapkan memberi efisiensi produksi yang lebih tinggi dan memperkuat rantai pasok komponen baterai di masa depan.
Tesla di Persimpangan Strategis
Laporan keuangan kali ini akan menjadi titik krusial dalam perjalanan Tesla. Apakah perusahaan bisa menunjukkan bahwa pertumbuhan margin dan proyek AI-nya akan mengimbangi perlambatan penjualan kendaraan listrik?
Ataukah Tesla akan kembali dianggap sebagai perusahaan otomotif biasa dengan valuasi yang terlalu tinggi?
Investor akan segera mengetahuinya dalam beberapa jam ke depan. Namun satu hal pasti: hasil laporan kuartal Tesla kali ini tidak hanya menentukan arah harga saham, tapi juga menentukan narasi masa depan industri EV dan AI global.