Pasar Saham Terombang-ambing di Tengah Ketidakpastian Politik dan Perdagangan
Indeks utama Wall Street menutup pekan lalu dengan hasil tipis namun positif: S&P 500, Nasdaq Composite, dan Dow Jones Industrial Average semuanya mencatatkan kenaikan tipis setelah serangkaian hari yang penuh gejolak.
Volatilitas tersebut dipicu oleh dua hal utama: ketidakpastian makro akibat shutdown pemerintahan AS yang berkepanjangan dan ketegangan perdagangan yang meningkat antara Washington dan Beijing.
Data ekonomi pun terbatas. Akibat shutdown, sejumlah rilis penting seperti retail sales, import prices, dan jobless claims tertunda. Hanya Consumer Price Index (CPI) yang dijadwalkan terbit pada Jumat mendatang data inflasi yang sangat dinantikan investor karena bisa memberikan petunjuk arah kebijakan Federal Reserve menjelang pertemuan FOMC 28–29 Oktober.
Tesla, Netflix, Intel, dan Coca-Cola di Sorotan
Musim laporan keuangan kuartal ketiga kini benar-benar dimulai. Setelah sektor perbankan membuka musim earnings pekan lalu, giliran sederet perusahaan besar akan melaporkan performanya:
- Tesla (NASDAQ: TSLA) → sorotan utama investor, apakah penjualan EV masih solid di tengah tekanan margin global dan kompetisi dari BYD di China.
- Netflix (NASDAQ: NFLX) → kinerja pelanggan dan strategi konten menjadi fokus, terutama setelah kenaikan harga langganan global bulan lalu.
- Intel (NASDAQ: INTC) → diharapkan memberi sinyal pemulihan industri semikonduktor pasca penurunan AI hardware global.
- Coca-Cola (NYSE: KO) → sering jadi barometer konsumsi ritel di tengah inflasi tinggi dan pelemahan daya beli konsumen.
Selain itu, Lockheed Martin dan Northrop Grumman dijadwalkan merilis laporan di sektor pertahanan, sementara T-Mobile dan AT&T akan memberi gambaran arah industri telekomunikasi.
Dari Tarif hingga Larangan Ekspor
Ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia kembali meningkat. Setelah Beijing mengumumkan pembatasan ekspor bahan logam langka (rare earths) yang vital bagi industri teknologi, Presiden Trump sempat mengancam tarif 100% atas seluruh barang asal China, sebelum kemudian melunak.
Namun hubungan tetap panas:
- China menghentikan pembelian kedelai AS, menekan sektor pertanian.
- AS membalas dengan tarif 25% untuk truk berat impor dan 10% untuk bus asing, efektif 1 November 2025.
Trump bahkan menyebut dalam wawancara di Gedung Putih bahwa Amerika Serikat sudah “berada dalam perang dagang penuh” dengan China. Ironisnya, Trump sendiri menyebut kebijakan tarif tinggi itu “tidak berkelanjutan (not sustainable)”, menandakan tekanan politik dan ekonomi yang mulai menumpuk di dalam negeri.
Investor Lari ke Emas, Pasar Komoditas Berubah Arah
Dalam ketidakpastian geopolitik seperti ini, emas kembali menjadi aset favorit. Harga emas menembus $4.240 per troy ounce, menandai kenaikan sembilan minggu berturut-turut tren bullish terpanjang dalam lebih dari dua tahun.
Menurut analis JPMorgan, jika hanya 0,5% aset investor asing di AS berpindah ke emas, harga logam mulia tersebut bisa melesat ke $6.000 per ons.
Sementara itu, pasar minyak justru mengalami arah sebaliknya. Brent crude turun 2,3% dan WTI merosot 2,8% minggu lalu, menandai penurunan tiga pekan beruntun.
Penyebabnya:
- OPEC+ menambah produksi 137.000 barel per hari untuk November.
- Iran bersiap meningkatkan output setelah kesepakatan damai sementara di Timur Tengah.
- China memperlambat pembelian minyak setelah melakukan stok besar-besaran sepanjang tahun.
International Energy Agency (IEA) kini memperkirakan surplus minyak global 2026 mencapai 4 juta barel per hari, setara 4% dari permintaan dunia. Harga WTI tahun depan diperkirakan rata-rata hanya $52 per barel, di bawah ambang sehat industri minyak ($60–$62).
Dua Faktor yang Bisa Guncang Pasar
Pasar keuangan kini terjebak di persimpangan antara shutdown politik dan data inflasi yang tertunda. Investor menunggu apakah CPI menunjukkan penurunan tekanan harga yang cukup untuk membuka peluang pemangkasan suku bunga pada akhir tahun.
Namun jika inflasi tetap tinggi di tengah ketegangan global, skenario stagflasi bisa membayangi kombinasi antara inflasi tinggi, pertumbuhan lemah, dan ketidakpastian fiskal.
Sementara itu, pemerintah AS memasuki minggu ketiga tanpa kesepakatan anggaran, dan beberapa ekonom memperingatkan risiko perlambatan aktivitas bisnis serta penurunan kepercayaan investor terhadap stabilitas fiskal Amerika.
Minggu Penentu Arah Pasar Global
Pekan ini bisa menjadi titik balik bagi pasar: apakah Wall Street akan menahan tekanan geopolitik, atau runtuh di bawah kombinasi shutdown, perang dagang, dan surplus minyak.
Fakta bahwa Tesla dan Netflix akan melaporkan hasil keuangan di tengah badai ini membuat minggu ini menjadi momen uji kekuatan fundamental sektor teknologi dan konsumen global.
Singkatnya, investor kini menghadapi “pasar dua wajah” di satu sisi tertekan oleh geopolitik dan inflasi, di sisi lain berharap pada laporan keuangan raksasa teknologi yang bisa mengangkat sentimen.