Nvidia Masih Jadi Raja di Tengah Perang Chip AI
Di tengah koreksi pasar saham AI yang terjadi beberapa pekan terakhir, Nvidia (NASDAQ: NVDA) justru semakin mempertegas posisinya sebagai penguasa tak tergoyahkan di industri chip kecerdasan buatan (AI).
Analis top Jefferies, Blayne Curtis, bahkan menaikkan target harga saham Nvidia dari US$220 menjadi US$240 dan tetap memberi rekomendasi “Buy”. Alasannya sederhana: pesanan yang membanjir.
Dalam ajang GTC 2025, Nvidia mengumumkan telah mengantongi pesanan chip senilai US$500 miliar untuk periode 2025–2026, mencakup lini produk Blackwell dan Rubin, dua arsitektur yang disebut-sebut akan memperkuat posisi Nvidia sebagai tulang punggung infrastruktur AI global.
“Nvidia memiliki semua blok bangunan penting: GPU, CPU, NIC, switch, hingga CPX. Mereka bukan sekadar pemasok chip, tetapi penyedia sistem komputasi AI end-to-end,” ujar Curtis.
Pertumbuhan Pendapatan dan Laba yang Masih ‘Supercharged’
Proyeksi Jefferies memperkirakan Nvidia akan mencatat pendapatan sekitar US$464 miliar hanya dari dua lini produk tersebut dalam dua tahun (2025–2026).
Secara total, pendapatan tahun kalender 2026 diprediksi mencapai US$293 miliar, dan 2027 melonjak menjadi US$384 miliar, dengan estimasi laba per saham (EPS) antara US$9 hingga US$10.
Jika dibandingkan, konsensus analis Wall Street memperkirakan pendapatan fiskal Nvidia untuk tahun yang berakhir Januari 2026 di US$207,3 miliar, dan US$287,2 miliar untuk tahun berikutnya artinya, proyeksi Jefferies berada di atas rata-rata pasar.
Jefferies menilai tren pertumbuhan Nvidia bisa bertahan di level 25%–30% per tahun hingga 2028, menjadikannya salah satu mesin pertumbuhan paling konsisten di sektor teknologi global.
Rally Saham NVDA Masih Organik, Bukan Euforia
Berbeda dari saham-saham AI kecil yang cenderung volatil, kenaikan harga saham Nvidia dianggap organik sejalan dengan pertumbuhan pendapatan dan laba riil, bukan sekadar spekulasi.
Dengan valuasi 29 kali estimasi laba (forward P/E) untuk 2026, analis menilai harga saham Nvidia masih layak untuk dibeli, selama perusahaan terus memenuhi ekspektasi pertumbuhan AI yang agresif.
Namun, Jefferies juga memberi catatan bahwa laju pertumbuhan mungkin akan sedikit melambat dalam beberapa tahun mendatang. Alasannya, beberapa pelanggan utama seperti Meta Platforms (META) kini menghadapi tekanan likuiditas setelah berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur AI.
Meta, misalnya, tercatat memiliki utang bersih US$6,5 miliar pada Q3 2025, turun drastis dari posisi kas bersih US$29 miliar pada akhir 2024. Meskipun begitu, raksasa cloud lain seperti Microsoft, Amazon, dan Google masih memiliki kapasitas finansial besar untuk melanjutkan ekspansi AI mereka.
Nvidia Jadi “Jantung” Pasar Saham AS
Menariknya, Nvidia kini memiliki bobot sekitar 8% di indeks S&P 500, menjadikannya salah satu saham paling berpengaruh di pasar AS, sejajar dengan Apple dan Microsoft.
Dari total 47 analis yang meliput saham NVDA, mayoritas memberi peringkat “Strong Buy”, dengan target harga rata-rata di US$234,51 dan target tertinggi mencapai US$350.
Dengan backlog pesanan senilai setengah triliun dolar dan dominasi teknologi lintas CPU, GPU, dan jaringan data, Nvidia masih dianggap sebagai “gold standard” dalam komputasi AI.
Nvidia Masih di Jalur Emas AI
Meski valuasinya tinggi, Nvidia tetap menjadi pilihan utama investor jangka panjang. Dengan pipeline produk Blackwell dan Rubin, dominasi di GPU AI, serta permintaan hyperscaler yang terus meningkat, momentum pertumbuhan Nvidia tampak belum akan berhenti.
Saham NVDA mungkin tak lagi naik secepat 2023–2024, namun stabilitas, margin tinggi, dan kepemimpinan teknologi membuatnya tetap menjadi “safe haven” di sektor AI.



