Saham Anjlok 11% Usai Laporan Q3
Raksasa media sosial Meta Platforms (META) harus menelan pil pahit di pasar saham setelah laporan keuangan kuartal ketiga (Q3) 2025 memicu kekhawatiran investor. Saham Meta merosot lebih dari 11% pada penutupan Kamis (31/10), menjadikannya salah satu penurunan harian terbesar perusahaan dalam setahun terakhir.
Penyebabnya bukan karena kinerja yang buruk justru sebaliknya. Meta mencatat pertumbuhan pendapatan dan pengguna yang solid, namun pasar terpukul oleh pengumuman CEO Mark Zuckerberg yang menyatakan bahwa perusahaan akan meningkatkan belanja besar-besaran untuk infrastruktur AI hingga akhir 2025 dan 2026.
Dengan kata lain, Meta bukan sedang melambat tapi investor khawatir ia “berlari terlalu cepat” ke masa depan yang belum jelas imbal hasilnya.
Kami Sedang Membangun Fondasi untuk Masa Depan AI
Dalam konferensi pascarilis pendapatan, Zuckerberg menjelaskan bahwa peningkatan belanja AI dilakukan untuk mengimbangi lonjakan permintaan komputasi dari berbagai proyek internal dan eksternal.
“Kami terus melihat pola yang sama: setiap kali kami membangun infrastruktur dengan asumsi agresif, permintaan justru selalu melampauinya,” ujarnya.
Namun ia juga mengakui risiko dari strategi ini:
“Tentu saja, mungkin saja kami membangun terlalu banyak. Tapi jika itu terjadi, kami hanya akan lebih siap untuk masa depan kami sudah punya kapasitas yang akan kami butuhkan nanti.”
Zuckerberg menambahkan bahwa banyak pihak eksternal kini meminta Meta menyediakan layanan API dan komputasi AI, sesuatu yang mungkin bisa menjadi bisnis baru di masa mendatang.
Namun bagi investor, narasi “spending now, payoff later” terdengar terlalu mirip dengan proyek lama Meta Reality Labs yang hingga kini masih merugi miliaran dolar.
Lonjakan Belanja AI Bikin Analis Panik, Harga Target Dipangkas
Respons Wall Street cukup cepat dan tegas. Sejumlah analis besar langsung memangkas target harga saham Meta setelah mendengar rencana Zuckerberg untuk mengerek anggaran AI ke level “sky high”.
- BofA Global Research menurunkan target harga dari US$900 ke US$810, meski tetap mempertahankan rating Buy.
- KeyBanc Capital Markets menurunkan target dari US$905 ke US$875 dengan rating Overweight.
- TD Cowen juga menurunkan dari US$875 ke US$810, tetap Buy.
- Analis dari Morgan Stanley, Goldman Sachs, Citi, dan Cantor Fitzgerald ikut memangkas target, meskipun tetap optimistis terhadap prospek jangka panjang Meta.
Namun, tidak semua pesimis. HSBC dan Wedbush mempertahankan target di US$905, menilai langkah Meta masih strategis dalam jangka panjang.
Konsensusnya jelas: Meta punya potensi besar di AI, tapi dengan risiko biaya yang juga besar.
AI Sudah Mulai Bayar Dividen Tapi Reality Labs Masih Jadi Beban
Di tengah kekhawatiran tersebut, ada kabar positif. Zuckerberg mengungkapkan bahwa alat periklanan berbasis AI Meta kini menghasilkan pendapatan tahunan (run rate) hingga US$60 miliar.
Artinya, sebagian dari investasi AI Meta mulai menunjukkan hasil nyata, terutama dalam meningkatkan efisiensi dan personalisasi iklan di Facebook dan Instagram.
Namun sisi lain ceritanya datang dari Reality Labs, divisi yang mengembangkan produk metaverse seperti headset Quest. Divisi ini kembali mencatat kerugian US$4 miliar pada kuartal tersebut memperpanjang tren kerugian tanpa tanda-tanda pemulihan.
Seperti dikatakan Mike Proulx, VP di Forrester Research,
“Pertumbuhan pendapatan dan pengguna Meta di Q3 seharusnya jadi kabar baik, tapi semuanya tertutupi oleh biaya yang meningkat drastis di seluruh lini bisnis.”
Saham Meta Kini Tertinggal dari S&P 500
Dengan kejatuhan 11% ini, kinerja saham Meta kini tertinggal dari indeks S&P 500 (GSPC). Selama setahun terakhir, saham Meta naik 14%, sedangkan S&P 500 mencatat kenaikan 18% dalam periode yang sama.
Padahal sebelumnya, Meta sempat menjadi salah satu “Magnificent 7” grup saham teknologi besar yang memimpin reli pasar 2025 bersama Apple, Microsoft, Nvidia, dan Google. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sentimen pasar terhadap Meta mulai berubah dari euforia atas AI menjadi kehati-hatian terhadap cash burn.
Antara Visi Besar dan Risiko Overbuild
Secara strategis, langkah Meta bisa dibilang berani. Zuckerberg tidak sekadar mengikuti tren AI, tetapi mencoba membangun “infrastruktur AI supermasif” yang bisa melayani kebutuhan internal sekaligus menjadi tulang punggung layanan pihak ketiga.
Namun dari sisi finansial, investor menilai pendekatan ini terlalu agresif terlebih karena Meta masih harus menanggung beban berat dari Reality Labs yang belum menghasilkan.
Dengan belanja AI yang terus melonjak dan belum ada kejelasan waktu balik modal, pasar tampaknya ingin melihat bukti nyata, bukan hanya janji jangka panjang.
Meta di Persimpangan Jalan AI
Laporan Q3 2025 menandai babak penting bagi Meta: antara visi jangka panjang membangun fondasi AI global, atau risiko jangka pendek akibat pembakaran kas besar-besaran.
Mark Zuckerberg jelas melihat AI sebagai masa depan Meta dan ia siap mengorbankan margin laba jangka pendek demi memenangi perlombaan teknologi yang baru dimulai. Namun bagi investor, kesabaran punya batas.
Mereka kini menunggu jawaban: kapan investasi raksasa ini benar-benar akan menghasilkan?



