Raksasa otomotif asal Detroit, General Motors (GM), menaikkan proyeksi keuangannya untuk tahun ini setelah tekanan dari kebijakan tarif global mulai mereda. Langkah ini memberi sinyal bahwa perusahaan tengah menavigasi transisi menuju era kendaraan listrik (EV) dengan lebih stabil meski masih dihantui tantangan biaya produksi dan perubahan strategi pasar.
Dalam pernyataan terbarunya, GM memperkirakan laba inti tahunan yang disesuaikan (adjusted core profit) akan berada di kisaran $12 hingga $13 miliar, naik dari perkiraan sebelumnya $10 hingga $12,5 miliar.
Sementara itu, dampak negatif dari tarif impor terhadap laba diperkirakan menurun menjadi sekitar $3,5–4,5 miliar, dibandingkan estimasi awal sebesar $4–5 miliar. Kabar baik ini langsung disambut pasar saham GM tercatat naik 6% dalam perdagangan pra-pasar (premarket trading) pada Selasa (29/10).
Tarif dan Rantai Pasokan Mulai Stabil
Bagi GM, kabar ini menjadi angin segar setelah dua tahun terakhir diwarnai ketidakpastian perdagangan global. Setelah adanya pelonggaran kebijakan tarif dan normalisasi pasokan bahan baku otomotif, perusahaan kini memasuki lanskap perdagangan yang lebih stabil.
Menurut analis industri, penurunan dampak tarif mencerminkan dua hal penting:
- Efisiensi rantai pasok pasca pandemi yang mulai pulih, dan
- Diversifikasi sumber produksi dan pemasok komponen, terutama dari Asia Tenggara dan Meksiko, yang membantu menekan biaya logistik.
Namun, GM masih menghadapi risiko geopolitik di beberapa wilayah, termasuk tensi dagang antara AS dan Tiongkok yang dapat mempengaruhi ekspor komponen EV.
Antara Ambisi dan Realitas
Meski outlook keuangan membaik, General Motors tetap harus bergulat dengan dinamika di pasar kendaraan listrik. Awal bulan ini, perusahaan mencatat beban sebesar $1,6 miliar akibat perubahan arah strategi EV-nya.
Salah satu pukulan datang dari berakhirnya kredit pajak $7.500 untuk model mobil listrik tertentu pada akhir September, yang membuat harga kendaraan GM menjadi kurang kompetitif dibandingkan merek pesaing seperti Tesla atau Rivian.
CEO GM, Mary Barra, dalam surat kepada pemegang saham, menegaskan bahwa perusahaan tidak tinggal diam.
“Dengan bertindak cepat dan tegas untuk mengatasi kelebihan kapasitas produksi, kami berharap dapat mengurangi kerugian di segmen EV mulai tahun 2026 dan seterusnya,” tulis Barra.
Langkah-langkah yang dimaksud mencakup rasionalisasi lini produksi, optimalisasi investasi di pabrik baterai Ultium, serta restrukturisasi kemitraan strategis untuk memperkuat efisiensi rantai nilai kendaraan listrik GM.
Pendapatan Sedikit Turun, Tapi Sentimen Tetap Positif
Meski secara keseluruhan pendapatan kuartal III 2025 turun tipis menjadi $48,6 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pasar menilai langkah GM sebagai sinyal optimisme jangka panjang.
Para analis melihat bahwa kenaikan proyeksi laba menunjukkan kemampuan GM beradaptasi di tengah transisi besar menuju elektrifikasi. Penurunan pendapatan kuartalan sebagian besar disebabkan oleh penyesuaian harga EV dan perlambatan sementara penjualan domestik, bukan penurunan permintaan struktural.
“GM tampaknya memainkan strategi defensif yang cerdas memangkas biaya, memperlambat ekspansi EV sementara, dan menunggu waktu yang tepat untuk melaju kembali,” ujar Daniel Ives, analis otomotif dari Wedbush Securities.
Kompetisi Kian Ketat di 2025
Laporan terbaru dari Cox Automotive memperkirakan pasar kendaraan listrik AS akan tumbuh 25% pada 2025, didorong oleh penurunan harga baterai dan peningkatan insentif konsumen. Namun, kompetisi juga semakin ketat.
Tesla masih memimpin dengan pangsa pasar lebih dari 50%, diikuti oleh Ford, Hyundai, dan GM yang berebut posisi ketiga. GM berencana meluncurkan lebih dari 20 model kendaraan listrik baru hingga 2026, termasuk Chevrolet Equinox EV dan Cadillac Lyriq yang ditargetkan menjadi ujung tombak pertumbuhan di segmen SUV premium listrik.
Antara Efisiensi dan Transformasi
Kenaikan proyeksi laba General Motors adalah refleksi dari strategi adaptif dalam menghadapi ketidakpastian global. Dengan menekan dampak tarif, mengendalikan kapasitas produksi, dan memperkuat basis keuangan, GM menegaskan diri sebagai pemain yang mampu menavigasi dua dunia: industri otomotif tradisional dan transisi menuju mobilitas listrik.
Namun, jalan menuju profitabilitas penuh di segmen EV masih panjang. Biaya produksi baterai, fluktuasi harga lithium, serta kebijakan insentif pemerintah akan menjadi faktor penentu utama dalam dua tahun ke depan.
Jika GM berhasil menekan kerugian EV pada 2026 sebagaimana diproyeksikan, maka perusahaan ini bisa menjadi contoh sukses transformasi otomotif global bukan dengan kecepatan, tetapi dengan keseimbangan strategis.



