Lonjakan saham kecerdasan buatan (AI) yang mendunia tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Meski kekhawatiran akan bubble semakin nyaring terdengar, sejumlah manajer investasi global justru melihat fenomena ini sebagai fase awal dari revolusi teknologi terbesar abad ini.
Fidelity International, salah satu institusi investasi raksasa, dengan tegas menyatakan bahwa reli saham AI masih “jauh dari kata usai.”
Joseph Zhang, portfolio manager yang ikut mengelola aset lebih dari US$10 miliar, menegaskan bahwa belanja modal agresif para pengembang AI dan adopsi pengguna yang meroket adalah bukti fundamental yang sulit dibantah.
“Masih di awal pesta,” ujarnya. Di tengah koreksi yang sempat menekan saham-saham semikonduktor global, ia menilai pelemahan ini bersifat sementara selama tidak ada perlambatan capex atau penggunaan AI secara signifikan.
Pernyataan ini hadir pada momen penting: pasar sedang menahan napas menunggu laporan laba Nvidia, sang “global AI bellwether” yang belakangan menjadi ikon eksuberansi pasar.
Jika hasilnya solid, Fidelity memprediksi hedging investor akan dibongkar, dan pasar kemungkinan memantul kuat dari fase koreksi.
Optimisme Investor vs Tuduhan Bubble
Hartwig Kos dari Allianz Global Investors sependapat: investor sebenarnya belum memahami sepenuhnya skala kemampuan AI. Karena itu, menilai reli saat ini sebagai sebuah bubble dianggap terlalu dini.
Pandangan ini berlawanan dengan beberapa manajer investasi lain yang mulai merasakan deja vu era dot-com, terutama setelah indeks semikonduktor AS turun hampir 9,4% dalam sebulan penurunan terdalam sejak Maret.
Di sisi lain, Mark Boulton dari Pictet Asset Management mengingatkan bahwa pasar mungkin “terlalu bersemangat” dan suatu saat akan menghadapi realitas yang lebih rasional.
Bahkan koleganya, Young Jae Lee, yang sebelumnya super-bullish terhadap saham mega-cap AI Asia, kini mengaku melihat upside yang lebih terbatas dibanding enam bulan lalu.
Tetapi inilah uniknya pasar AI: data fundamental masih belum mendukung narasi bubble.
- Harga memori meningkat
- Permintaan data center melonjak
- Belanja modal AI perusahaan besar terus menanjak
- Kolaborasi raksasa teknologi dianggap bukan ‘circular investing’, melainkan kebutuhan ekosistem
Jika gelembung membutuhkan tanda pelemahan permintaan chip, penurunan capex, atau teknologi baru yang menekan kebutuhan compute power tanda-tanda itu belum terlihat.
Ketergantungan Global pada Titan AI
Fakta pasar ini semakin mencolok ketika menyadari bahwa Nvidia kini memiliki valuasi lebih besar dibanding gabungan kapitalisasi pasar Italia, Spanyol, UEA, dan Belanda. Di tengah turbulensi makro Asia mulai dari ketegangan dagang hingga ekonomi Tiongkok yang tidak stabil para investor tetap menempatkan keyakinan tinggi pada TSMC dan Samsung sebagai pilar penting rantai pasok AI.
Zhang menilai valuasi Nvidia pada 29x forward earnings masih masuk akal untuk ukuran perusahaan dengan laju pertumbuhan luar biasa. Bahkan ia menyebut pemasok utamanya di Asia terlihat lebih murah secara relatif sebuah sinyal bahwa koreksi jangka pendek layak dipertimbangkan sebagai peluang akumulasi.
Rasionalitas atau Euforia?
Koreksi enam bulan terakhir memang menguji nyali investor. Namun menurut Fidelity, selama fondasi pertumbuhan AI tidak berubah, tekanan likuiditas hanyalah “noise” yang seharusnya dimanfaatkan.
Dunia kini berada pada persimpangan penting: apakah reli AI pada 2024–2025 adalah awal dari revolusi ekonomi baru, atau sekadar gelembung yang tertunda ledaknya?
Hingga kini, tanda-tanda di lapangan lebih mendekati kategori pertama.
Dan seperti dikatakan Zhang, “Akan salah jika meninggalkan pesta terlalu cepat.”






