Jun 30, 2025

Xiaomi Luncurkan Rival Model Y, Saham Tesla Tertekan

Default Featured Image

Saham Tesla Inc. (NASDAQ: TSLA) melemah 2,3% pada awal pekan ini setelah Xiaomi, raksasa teknologi China yang kini masuk ke industri kendaraan listrik (EV), mengumumkan peluncuran crossover elektrik YU7—penantang langsung Model Y.

Dalam unggahan di akun Weibo resminya, Xiaomi menyatakan bahwa YU7 akan diungkap pada Kamis, 22 Mei, dalam acara peluncuran produk strategis perusahaan. 

Meski rincian penjualan belum diungkap, debut ini diperkirakan akan memperkuat posisi Xiaomi di segmen EV domestik, memperbesar tekanan terhadap Tesla di China market—salah satu pangsa pasar terpentingnya.

Xiaomi Semakin Agresif, Tesla Hadapi Kompetisi Lokal yang Serius

Suksesnya sedan listrik Xiaomi SU7, yang mengusung desain bergaya Porsche Taycan dan sistem operasi Android khusus (HyperOS), memperlihatkan daya saing serius dari pendatang baru ini. 

Dengan 135.000 unit terjual di 2024 dan prediksi penjualan akan lebih dari dua kali lipat pada 2025, ekspektasi terhadap YU7 kini semakin tinggi.

Para Analis melihat bahwa model EV yang “techcentric” seperti milik Xiaomi menyasar konsumen muda yang melihat mobil sebagai perpanjangan dari perangkat digital mereka—ceruk market yang juga menjadi sasaran Tesla.

Tekanan Tambahan: Sektor Teknologi AS Juga Melemah

Penurunan saham Tesla tidak hanya dipicu oleh kabar dari China, tetapi juga oleh pelemahan pasar saham teknologi AS secara umum, yang tertekan oleh kekhawatiran ekonomi dan utang pemerintah. 

Namun, saham Tesla sebelumnya sempat mencatat empat pekan penguatan berturut-turut, memangkas penurunan yeartodate menjadi sekitar 16%.

Penambahan Jack Hartung, Presiden Chipotle, ke jajaran Dewan Direksi Tesla pekan lalu turut menjadi sentimen positif. Hartung disebut-sebut akan mendukung proses pencarian skema kompensasi baru untuk CEO Elon Musk, menyusul pembatalan paket kompensasi $56 miliar oleh Hakim Delaware.

Taruhan Besar Tesla:

 Robotaxi & Ambisi Autonomous

Meski ada tekanan eksternal, fokus utama Tesla tetap pada proyek robotaxi. Tesla berencana menguji robotaxi tanpa pengawasan musim panas ini di Austin, Texas. 

Namun, Analis Morgan Stanley, Adam Jonas, mengungkap bahwa skala uji coba awal akan sangat terbatas—hanya 10 hingga 20 kendaraan—dengan dukungan teleoperators jarak jauh untuk keamanan.

Kompetisi pun semakin sengit. Waymo milik Alphabet telah mengoperasikan sekitar 250.000 perjalanan robotaxi per minggu di AS, membuat Tesla terlihat tertinggal dalam implementasi layanan komersial.

Musk tetap percaya bahwa pendekatan visionbased Tesla akan lebih skalabel, karena jutaan kendaraan Tesla sudah berada di jalan dan tinggal menunggu penyempurnaan perangkat lunak dan pelatihan AI untuk mencapai full selfdriving.

Namun, otoritas AS belum sepenuhnya yakin. NHTSA (National Highway Traffic Safety Administration) tengah menyelidiki sistem FSD (Full Self-Driving) Tesla, dan meminta data rinci terkait pengembangan teknologi untuk armada robotaxi, termasuk metode evaluasi keselamatan di jalan raya.

Xiaomi Luncurkan Rival Model Y, Saham Tesla Tertekan
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan