Jun 29, 2025

Tarif Trump Picu Kepanikan, Pasar Saham Rugi $4 Triliun

Default Featured Image

Kebijakan tarif Presiden Donald Trump memicu kepanikan investor, menyebabkan aksi jual besar di pasar saham. Indeks S&P 500 turun 2,7% pada Senin, kehilangan lebih dari $4 triliun nilai pasar sejak puncaknya di Februari. 

Nasdaq anjlok 4%, mencatat penurunan harian terbesar sejak 2022. Indeks ini kini turun lebih dari 10% dari puncaknya di Desember, menandakan koreksi pasar.

Ketidakpastian akibat perang tarif dengan China, Kanada, dan Meksiko membuat eksekutif perusahaan menahan ekspansi. CEO Lazard, Peter Orszag, memperingatkan bahwa jika perselisihan ini tidak segera diselesaikan, dampaknya terhadap ekonomi AS bisa semakin buruk. 

> “Ketegangan dengan China sudah dipahami, tapi konflik dengan sekutu utama seperti Kanada dan Eropa justru membingungkan,” ujarnya dalam konferensi CERAWeek di Houston.

Saham Teknologi Jatuh, Investor Beralih ke Aset Aman

Sektor teknologi terpukul parah, dengan saham Apple dan Nvidia turun sekitar 5%, sementara Tesla anjlok 15%, menghapus $125 miliar nilai pasarnya. Sektor utilitas, yang dianggap lebih defensif, naik 1% dalam sehari karena investor mencari perlindungan. Bitcoin juga merosot 5%, menunjukkan tekanan pada aset berisiko.

Delta Air Lines memangkas perkiraan laba kuartal pertama hingga setengahnya, menyebabkan sahamnya turun 14% dalam perdagangan setelah jam kerja. CEO Ed Bastian menyebut ketidakpastian ekonomi AS sebagai faktor utama.

Obligasi pemerintah AS menarik lebih banyak permintaan, dengan imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun turun menjadi 4,22%. Investor juga mengamati apakah legislator dapat meloloskan undang-undang pendanaan guna mencegah penutupan sebagian pemerintahan federal.

Prospek Pasar Gelap, Volatilitas Meningkat

Investor mulai meragukan stabilitas pasar, terutama karena valuasi saham masih jauh di atas rata-rata historis. Rasio harga terhadap laba (P/E) S&P 500 mencapai 21 kali proyeksi laba tahun depan, jauh di atas rata-rata jangka panjang 15,8, menurut LSEG Datastream.

Hedge fund mengurangi eksposur ke saham dalam jumlah terbesar dalam lebih dari dua tahun, menurut catatan Goldman Sachs. Jika penurunan ini berlanjut ke level seperti saat perang dagang 2018-2019, S&P 500 bisa turun lebih dalam hingga 5.300, atau turun 5,5% lebih lanjut dari level saat ini.

Indeks volatilitas Cboe (VIX) mencapai level penutupan tertinggi sejak Agustus, mencerminkan ketidakpastian pasar yang semakin besar. 

“Pemerintah masih mencari definisi kemenangan dalam kebijakan ini. Hingga ada kejelasan, volatilitas akan terus berlanjut,” ujar analis Edward Al-Hussainy dari Columbia Threadneedle Investments.

Tarif Trump Picu Kepanikan, Pasar Saham Rugi $4 Triliun
by Rian Jakawardana


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan