Jun 29, 2025

Stablecoin Jadi Tulang Punggung Perdagangan Global? CEO Circle Optimistis USDC Bakal Mendominasi

Default Featured Image

Stablecoin semakin menunjukkan potensinya sebagai infrastruktur keuangan global yang lebih efisien. Jeremy Allaire, CEO Circle, menegaskan bahwa stablecoin seperti USD Coin (USDC) akan menjadi elemen kunci dalam perdagangan internasional, terutama dalam mempercepat transaksi lintas negara dan memangkas biaya.

Berbicara dalam Hong Kong FinTech Week 2024 pada 5 November lalu, Allaire menyoroti bagaimana stablecoin dapat merevolusi penyelesaian perdagangan global. Dengan kemampuan menawarkan transaksi yang “lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah”, stablecoin diyakini mampu menggantikan sistem keuangan tradisional yang sering kali lambat dan mahal.

Hong Kong: Laboratorium Stablecoin Dunia?

Hong Kong, dengan statusnya sebagai pusat keuangan Asia, dianggap sebagai tempat ideal untuk menguji dan mengimplementasikan solusi stablecoin. Menurut Allaire, banyak importir di negara berkembang sudah mengandalkan Hong Kong untuk menyelesaikan transaksi perdagangan mereka. Dengan adanya stablecoin, proses ini bisa menjadi lebih lancar dan efisien.

Circle sendiri mengumumkan dua kerja sama strategis saat gelaran FinTech Week ini:

1. Kolaborasi dengan Hong Kong Telecom (HKT) untuk mengeksplorasi program loyalitas berbasis blockchain.
2. Kemitraan dengan Thunes, perusahaan pembayaran global, untuk menggunakan USDC dalam transaksi lintas negara.

Dua inisiatif ini merupakan langkah nyata Circle dalam menjadikan stablecoin sebagai solusi keuangan yang dapat diterapkan langsung di sektor perdagangan dan bisnis.

Masa Depan Stablecoin di Bawah Regulasi Hong Kong

Meskipun diskusi utama dalam FinTech Week 2024 banyak berfokus pada kecerdasan buatan (AI) dan tokenisasi, stablecoin tetap menjadi topik panas. Pasalnya, Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) berencana merilis regulasi baru untuk stablecoin sebelum akhir tahun ini.

Circle, yang sejak awal dikenal sebagai perusahaan yang patuh terhadap regulasi, siap menyesuaikan diri dengan aturan tersebut. Allaire menegaskan bahwa regulasi yang jelas akan membantu mempercepat adopsi stablecoin sebagai bagian dari infrastruktur keuangan global.

“Kami adalah pemain yang telah teregulasi sejak awal dan yakin bahwa stablecoin akan menjadi infrastruktur keuangan utama di seluruh dunia,” ujar Allaire.

China dan Tantangan Regulasi

Meskipun optimisme terhadap stablecoin tinggi, ada satu tantangan besar: China masih melarang aktivitas komersial berbasis kripto. Hal ini membuat Circle tidak bisa beroperasi secara langsung di daratan China.

Namun, Allaire melihat peluang lain. Ia memperkirakan akan muncul pasar stablecoin lepas pantai yang bisa mendukung perdagangan lintas batas, bahkan tanpa keterlibatan langsung dari lembaga keuangan di China.

Selain itu, jika raksasa teknologi seperti Ant Group dan Tencent Holdings ikut terjun ke dunia stablecoin, ini akan semakin memperkuat ekosistem. Allaire percaya bahwa keterlibatan perusahaan-perusahaan besar ini dapat membantu membangun sistem keuangan digital yang lebih interoperabel dan mendukung perdagangan global secara menyeluruh.

Stablecoin Akan Mengubah Perdagangan Dunia?

Apa yang diungkapkan oleh CEO Circle ini bukan sekadar prediksi kosong. Dengan semakin banyaknya perusahaan dan regulator yang mengakui potensi stablecoin, adopsi teknologi ini bisa menjadi perubahan terbesar dalam sistem keuangan global sejak era digital banking.

Jika regulasi mendukung, stablecoin seperti USDC berpotensi menggantikan metode pembayaran lintas negara yang selama ini mahal dan lambat. Hong Kong bisa menjadi pusat eksperimen yang menentukan arah masa depan stablecoin apakah akan menjadi solusi keuangan utama atau justru terhambat oleh regulasi yang ketat.

Bagaimanapun, satu hal sudah jelas: stablecoin bukan lagi sekadar eksperimen kripto, melainkan teknologi yang siap membentuk masa depan perdagangan global.

Stablecoin Jadi Tulang Punggung Perdagangan Global? CEO Circle Optimistis USDC Bakal Mendominasi
by Kiki A. Ramadhan


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan