Optimisme besar pada revolusi kecerdasan buatan (AI) belum sepenuhnya menjadi penyelamat bagi Salesforce (NYSE: CRM). Perusahaan penyedia perangkat lunak berbasis cloud ini melaporkan pendapatan kuartal kedua 2025 sebesar US$10,24 miliar, melampaui ekspektasi analis yang dipatok pada US$10,14 miliar.
Namun, proyeksi kuartal ketiga justru mengirimkan sinyal lemah: pendapatan diperkirakan hanya mencapai US$10,24 – US$10,29 miliar, di bawah estimasi konsensus Wall Street.
Kabar tersebut membuat saham Salesforce anjlok lebih dari 5% dalam perdagangan after-hours, bahkan sempat jatuh hingga 7% pada pre-market. Investor tampak kehilangan kesabaran terhadap lambannya realisasi keuntungan dari miliaran dolar investasi AI yang telah digelontorkan perusahaan.
AI Jadi Andalan, Tapi Belum Jadi Mesin Uang
Sejak peluncuran ChatGPT pada 2022, Salesforce bergerak agresif dengan integrasi AI dalam layanan cloud mereka. Melalui platform Agentforce, perusahaan berusaha menghadirkan agen AI untuk otomatisasi tugas, penghematan biaya, dan peningkatan margin.
CEO Marc Benioff bahkan mengakui bahwa sekitar 30% – 50% pekerjaan Salesforce kini ditangani oleh AI, termasuk keputusan pemangkasan 4.000 karyawan di divisi customer support.
Namun, para analis menilai ekspektasi pasar terhadap AI terlalu tinggi. Menurut Melissa Otto dari S&P Global Visible Alpha, “Investor mulai frustrasi karena belum melihat return yang signifikan dari investasi AI, terutama dalam kondisi makroekonomi yang tidak pasti.”
Strategi Akuisisi dan Risiko Aktivis Investor
Untuk menjaga momentum pertumbuhan, Salesforce kembali mengandalkan strategi akuisisi. Langkah ini dipandang dapat memperluas kapabilitas layanan cloud, sekaligus memperkaya fitur Agentforce.
Rebecca Wettemann, CEO Valoir, menilai strategi tersebut bisa memberi Salesforce keunggulan jangka panjang. Namun, strategi akuisisi juga rawan mengundang sorotan aktivis investor, terutama bila beban integrasi makin berat.
Valuasi dan Outlook
Untuk kuartal ketiga, Salesforce memperkirakan laba per saham (EPS) disesuaikan di kisaran US$2,84 – US$2,86, sejalan dengan konsensus pasar. Meski begitu, pendapatan yang stagnan membuat valuasi perusahaan dipertanyakan.
Di tengah tren industri cloud yang semakin kompetitif, pasar menuntut bukti konkret bahwa AI memang mampu mengubah jalur profitabilitas Salesforce. Dengan program buyback saham tambahan senilai US$20 miliar, manajemen berusaha menjaga kepercayaan investor.
Namun, tanpa pertumbuhan pendapatan yang meyakinkan, langkah ini bisa dianggap sekadar “tambal sulam.”
Apakah Salesforce Bisa Menjawab Ekspektasi?
Secara historis, industri cloud dan AI memang menjanjikan, tetapi volatilitas permintaan pelanggan akibat ketidakpastian ekonomi global menahan laju pertumbuhan. Tantangannya kini jelas: bagaimana Salesforce mengubah narasi AI dari sekadar janji masa depan menjadi mesin uang yang nyata?
Investor akan terus menunggu apakah kuartal berikutnya mampu menunjukkan bahwa miliaran dolar investasi di AI benar-benar sepadan dengan hasilnya. Hingga saat itu, Salesforce harus berjuang di antara ekspektasi pasar yang menggunung dan realita monetisasi AI yang belum sepenuhnya terwujud.