Jun 30, 2025

Pangsa Pasar Nvidia di China Ambruk, Huang Kritik Kebijakan AS

Default Featured Image

CEO Nvidia, Jensen Huang, secara terbuka menyebut bahwa kebijakan pembatasan ekspor chip kecerdasan buatan (AI) ke China oleh Pemerintah Amerika Serikat merupakan sebuah “kegagalan”. 

Pernyataan ini disampaikan dalam forum Computex 2025 di Taipei, mempertegas dampak geopolitik yang merugikan produsen chip AS sekaligus mendorong percepatan kemandirian teknologi China.

“Secara keseluruhan, kebijakan kontrol ekspor ini adalah sebuah kegagalan,” kata Huang. 

Ia menambahkan bahwa asumsi dasar yang menjadi landasan pembatasan ekspor chip AI “telah terbukti keliru secara fundamental.”

China

 Market Terlepas dari Genggaman Nvidia

Dampak kebijakan ini sudah terasa tajam. Pangsa pasar Nvidia di China yang sebelumnya menguasai hingga 95%, kini anjlok menjadi hanya 50% sejak awal masa Pemerintahan Presiden Joe Biden.

Sebagai respons, perusahaan-perusahaan China kini beralih ke produsen lokal seperti Huawei, yang menawarkan chip Ascend AI sebagai alternatif domestik. 

Selain itu, Pemerintah China meningkatkan investasi besar-besaran untuk membangun rantai pasok semikonduktor mandiri guna mengurangi ketergantungan terhadap pemasok asing.

Ketegangan AS-China Kian Meningkat

Pernyataan Huang muncul hanya dua hari setelah China secara resmi mendesak Amerika Serikat untuk menghentikan “tindakan diskriminatif” terkait pembatasan chip

Beijing menilai bahwa larangan penggunaan chip AI asal China—termasuk dari Huawei—telah merusak kesepahaman diplomatik yang sempat dicapai dalam pertemuan dagang bilateral di Jenewa.

Kementerian Perdagangan China menyatakan bahwa jika AS terus “secara substansial merugikan kepentingan China,” maka Beijing siap mengambil langkah tegas sebagai balasan.

Ketegangan Chip Jadi Medan Baru dalam Perang Teknologi

Industri semikonduktor kini menjadi medan utama dalam pertarungan teknologi antara dua ekonomi terbesar dunia. 

Kebijakan ekspor AS yang bertujuan membatasi kemajuan AI China justru mempercepat adopsi dan pengembangan teknologi chip dalam negeri oleh perusahaan China.

Bagi Nvidia, ini bukan sekadar soal kehilangan pangsa pasar, tetapi juga sinyal bahwa peran strategis produsen chip AS bisa melemah dalam jangka panjang jika tidak diimbangi dengan pendekatan kebijakan yang adaptif.

Pangsa Pasar Nvidia di China Ambruk, Huang Kritik Kebijakan AS
by Ajeng Sri


Artikel lainnya

Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat

Ketika Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, mengambil panggung di Economic Club of Chicago pada hari Rabu, pasar langsung merespons. Bukan dengan tepuk tangan tetapi dengan kepanikan.Dalam waktu singkat setelah pidatonya, indeks Dow Jones ambruk 690 poin. Dan itu bukan satu-satunya indikator yang tumbang. S&P 500 terjun 2,2%, sementara Nasdaq, yang sarat saham teknologi, terpeleset hingga 3%.Apa yang dikatakan Powell? Sederhana tapi menggetarkan: tarif dagang yang diterapkan Presiden Donald Trump bukan hanya bersifat politis mereka sedang menjadi beban ekonomi. "Tingkat kenaikan tarif yang diumumkan sejauh ini jauh lebih besar dari yang diperkirakan," ujar Powell."Efek ekonomi dari kebijakan ini kemungkinan juga akan lebih besar, termasuk inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang melambat."Tarif, Inflasi, dan Kebingungan PasarKomentar Powell datang di tengah eskalasi perang dagang antara AS dan China. Meski Trump sempat menghentikan tarif untuk sebagian negara selama 90 hari, ia justru menaikkan tarif terhadap barang-barang dari China, hingga mencapai 145%.Sebagai balasan, China pun menaikkan tarifnya terhadap produk AS ke angka 125%.Bagi pasar keuangan, ini seperti menonton pertandingan tenis berapi-api tanpa tahu kapan bola api akan mendarat di tribun. Dalam kondisi yang penuh ketidakpastian ini, volatilitas menjadi teman harian.Powell sendiri mengakui, "Pasar sedang

Wall Street Guncang! Powell Kritik Tarif Trump, Ekonomi AS Terancam Melambat
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak

Bitcoin kembali membuat kejutan. Pada 1 Mei 2025, harga BTC nyaris menembus level $97.000, mendorong pasar kripto ke dalam hiruk-pikuk optimisme baru. Namun, lonjakan harga ini bukan sekadar gejolak biasa di baliknya ada gelombang besar yang tengah membentuk ulang lanskap keuangan global: masuknya raksasa Wall Street secara serius ke dunia kripto.Dua nama besar, Morgan Stanley dan Charles Schwab, resmi mengumumkan langkah konkrit mereka untuk membuka pintu trading aset kripto bagi investor ritel. Bukan lagi sekadar bicara ETF atau eksposur tidak langsung. Kali ini, mereka mengincar perdagangan spot dan itu berarti revolusi.Morgan Stanley Dari Klien Kaya ke Investor BiasaSelama ini, Morgan Stanley memang telah menyediakan eksposur Bitcoin dan Ethereum bagi klien kaya melalui ETF dan produk derivatif. Tapi yang berubah sekarang adalah skala.Lewat platform E*Trade broker ritel yang mereka akuisisi tahun 2020 Morgan Stanley sedang mengembangkan infrastruktur untuk memungkinkan trading langsung kripto seperti Bitcoin dan Ethereum. Targetnya: 2026, dan itu bisa mengubah segalanya.Untuk mendukung proyek ini, Morgan Stanley kabarnya tengah menjajaki kemitraan dengan sejumlah perusahaan kripto demi membangun "pipa teknologi" yang andal dan teregulasi. Ini bukan pekerjaan semalam, tapi sinyalnya jelas: permintaan dari basis pengguna E*Trade yang luas mendorong percepatan transformasi digital di tubuh bank investasi ini.

Wall Street Masuk Kripto: Morgan Stanley & Schwab Buka Akses Ritel, Bitcoin Melonjak
byKiki A. Ramadhan
Jun 30, 2025
0 Comments

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya

Bayangkan kembali saat Steve Jobs mengeluarkan iPhone pertama kali: satu momen yang tak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tapi juga cara kita hidup. Kini, pertanyaannya adalah kapan Web3 akan mengalami momen “iPhone”-nya sendiri?Momen yang mampu memindahkan teknologi ini dari ranah geek ke genggaman miliaran orang. Meski potensinya luar biasa mampu merevolusi keuangan, digital identity, hingga interaksi sosial Web3 masih terasa jauh dari mainstream. Apa yang sebenarnya menahan?Berikut ini lima tantangan terbesar yang masih harus ditaklukkan oleh Web3 sebelum ia bisa mewujudkan Apple moment-nya, dan siapa saja yang sedang mencoba membuka jalan.Kurangnya Solusi Mobile-Native Web3 Masih Terjebak di DesktopDi dunia di mana 92,1% pengguna internet mengakses lewat smartphone, Web3 justru masih terjebak dalam paradigma desktop. Dari 100 dApps teratas di DappRadar, hanya 8 yang benar-benar dirancang untuk mobile.Sebuah ironi mengingat di negara-negara seperti India, Vietnam, dan Afrika Selatan, ponsel adalah satu-satunya akses ke internet bagi sebagian besar penduduknya.Namun ada cahaya di ujung lorong. Celo, blockchain yang fokus pada strategi mobile-first, mulai menunjukkan hasil. Proyek seperti Opera MiniPay telah menjangkau lebih dari 3 juta dompet digital di Afrika, sementara Valora Wallet mencatat hampir 700.000 alamat aktif harian yang menggunakan stablecoin.Solusi ini menunjukkan

Web3 Belum Meledak? Ini Sebabnya dan Siapa yang Sedang Membuka Jalannya
byKiki A. Ramadhan